Perangkat Desa Inginkan Penghasilan Setara PNS Golongan IIA

Tak Ada pungutan liar dalam memperjuangkan revisi PP 47 Tahun 2015

Jumat, 22 Desember 2017 – 05:05 WIB
Ketua Umum Pengurus Tingkat Nasional (PTN) Persatuan Perangkat Desa Republik Indonesia (PPDRI), Totok Haryanto. Foto: Ist. for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengurus Tingkat Nasional (PTN) Persatuan Perangkat Desa Republik Indonesia (PPDRI) terus berjuang agar usulan perangkat desa memiliki penghasilan setara dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil Negara (PNS) Golongan IIA dapat terwujud. Salah satu langkah untuk mewujudkan perjuangan tersebut antara lain melalui revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa atau Revisi PP 47/2015).

Ketua Umum PPDRI Totok Haryanto ketika dikonfirmasi, Kamis (21/12), mengatakan pihaknya telah mengajukan usulan tertulis agar penghasilan perangkat desa disetarakan dengan gaji PNS IIA. Usulan tersebut, kata Totok, sudah disampaikan dan diakomodasi oleh Ditjen Pemerintahan Desa Kemdagri.

BACA JUGA: Perangkat Desa Anggap Jokowi Ingkar Janji

Karena itu, Totok menegaskan tidak perlu mengawal revisi PP 47/2017 dengan melakukan aksi besar-besaran atau rame-rame. Hal itu juga tidak perlu melakukan pungutan sebagaimana isu adanya pungutan liar (Pungli) dalam memperjuangkan aspirasi perangkat desa. Sebaiknya aspirasi itu dipercayakan kepada pemerintah.

“Usulan tertulis yang kami ajukan berdasarkan hasil Munas PPDRI 2016 soal penghasilan perangkat desa agar disetarakan dengan gaji PNS IIA pun sudah diakomodasi Ditjen Pemdes. Jadi, untuk apa revisi PP 43/2015 itu ‘dikawal’, apalagi kalau sampai ada dugaan pungli. Kami percayakan saja kepada pemerintah,” tegas Totok Haryanto.

BACA JUGA: Gara-Gara Dua Tokoh Ini Ribuan Perangkat Desa Bubar

Menurut Totok, PPDRI lebih setuju melakukan kajian hukum dan dibawa di Bina Pemdes Kemdagri sehingga usulan tidak perlu rame-rame. “Kajian itu lebih baik diusulkan melalui pengurus PPDRI sebagai stakeholder serta perlu melibatkan APDESI (Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia, red),” kata Totok.

Lebih lanjut, Totok menjelaskan dalam memperjuangkan penghasilan perangkat desa melalui revisi PP 47/2015 diharapkan dapat mempertimbangkan dua hal yakni aspek kualifikasi perangkat desa dan lamanya pengabdian perangkat desa yang bersangkutan. “Kedua hal itu perlu dipertimbangkan,” kata Totok dari Kendal, Jawa Tengah, kemarin.

BACA JUGA: Pemerintah Setuju Gaji Perangkat Desa Setara PNS

Dalam kesempatan itu, Totok kembali membantah adanya informasi seputar isu pungli dalam memperjuangkan aspirasi perangkat desa agar penghasilan setara dengan PNS Golongan IIA.

Penegasan Totok tersebut juga sekaligus merespons kabar mengenai ribuan perangkat desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur resah. Pasalnya, ada dugaan pungutan liar (pungli) dari oknum-oknum sesama perangkat desa sebesar Rp 60 ribu per orang, dengan dalih dana tersebut untuk “mengawal” revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2015.

Seorang perangkat desa di Kabupaten Madiun, Jatim, yang tak mau disebutkan namanya, mengaku mendapat keluhan dari teman-temannya sesama perangkat desa yang resah akibat adanya dugaan pungli tersebut.

PP 47/2015 itu sendiri merupakan perubahan atas PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahin 2014 tentang Desa.

PP ini antara lain menyebutkan, perangkat desa menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan. Dengan adanya revisi PP itu nanti, maka penghasilan perangkat desa akan disetarakan dengan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan IIA.

Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Hadi Prabowo, saat menemui ribuan perangkat desa yang mengatasnamakan diri Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), yang menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (24/10/2017), memberikan lampu hijau atas tuntutan demonstran agar penghasilan perangkat desa disetarakan dengan gaji PNS IIA.

Di sisi lain, sebelum aksi unjuk rasa itu digelar, atau tepatnya pada Senin (16/10/2017), Pengurus Tingkat Nasional (PTN) Persatuan Perangkat Desa Republik Indonesia (PPDRI) menemui pihak Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Ditjen Pemdes) Kemendagri untuk menyampaikan aspirasi yang sama. Sejumlah pengurus PPDRI dari daerah seperti Bali, Jatim, Jateng, Jawa Barat dan Banten juga ikut dalam pertemuan itu.

“Kalau ada dugaan pungli, jelas bukan dari kami,” ujar Sekretaris Jenderal PPDRI Mugiyono Munajad dalam keterangannya secara terpisah.

Totok dan Mugiyono optimistis pemerintah terutama Presiden Joko Widodo akan mengabulkan permintaan agar penghasilan perangkat desa setara dengan PNS IIA.
Bahkan, katanya, Jokowi dan Jusuf Kalla pada masa kampanye atau beberapa hari menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 di Bandung, Jabar, di hadapan ribuan perangkat desa, berjanji akan menjadikan perangkat desa sebagai PNS.

“Kalau cuma menyetarakan penghasilan perangkat desa dengan PNS IIA, kita yakin itu lebih mudah,” jelas Mugiyono.

Mugiyono mengakui, saat ini ada dua organisasi perangkat desa, yakni PPDI dan PPDRI. PPDRI telah mendapat Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kemendagri No 01-00-00/0006/D.III.4/I/2013 tertanggal 16 Januari 2013.

Sedangkan PPDI, aku Mugiyono setelah mengecek ke Kesbangpol Kemendagri pada Senin (16/10/2017), tidak tercatat sebagai organisasi yang mendapatkan SKT dari Kesbangpol. “Jadi satu-satunya organisasi perangkat desa yang legal ya PPDRI,” klaim Mugiyono.

Sejauh ini, lanjut Mugiyono, PPDRI tak pernah menginstruksikan pungutan dana apa pun, termasuk dana untuk “mengawal” revisi PP 47/2015.

Dia meminta Mendagri Tjahjo Kumolo untuk menertibkan organisasi perangkat desa selain PPDRI. “Kalau dibubarkan jelas tidak, ‘kan tidak terdaftar?” tandas Mugiyono yang juga Kepala Urusan Pemerintahan Desa Jagung Kecamatan Kesesi Kabupaten Pekalongan, Jateng.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum PPDI, Mujito membantah kabar terkait adanya pungli dalam upaya memperjuangkan aspirasi perangkat desa melalui revisi PP 47 Nomor 2015. Namun ia mengakui, berdasarkan keputusan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PPDI di Prambanan, Klaten, Sabtu (16/12/2017), PPDI menyepakati setiap anggota iuran Rp 5 ribu per bulan yang dirapel menjadi Rp 60 ribu per tahun.

“Iuran itu untuk pembuatan KTA (Kartu Tanda Anggota, red) dan membiayai kegiatan organisasi, bukan untuk ‘mengawal’ revisi PP 47/2015, apalagi pungli. Namun, iuran ini pun belum berjalan, baru rencana,” katanya.

“Waktu demo di Istana kita juga menarik iuran Rp 1 juta per kabupaten, bukan per desa, dan terkumpul Rp 24 juta. Itu pun untuk membiayai kegiatan tersebut. Kalau tidak ada iuran, lalu untuk membiayai kegiatan organisasi dari mana?” jelas Mujito yang mengklaim PPDI juga punya SKT dari Kesbangpol Kemendagri No 01-00-00/0039 A/D.III.4/VI/2013 tertanggal 18 Juni 2013.

“Kita masih pakai KTA lama, KTA yang baru sedang kami urus,” tandas perangkat desa di Desa Tanjung Kecamatan Kalijawir Kabupaten Tulungagung, Jatim, ini.

Dalam kesempatan itu, Mujito mengakui ada banyak pihak yang berusaha memecahbelah PPDI. “Kedewasaan pengurus dan anggota merupakan kunci utama keberhasilan organisasi,” tegas Mujito.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Demo Perangkat Desa di Depan Istana Mulai Panas


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler