Pandemi virus corona tak begitu berpengaruh pada John dan Kay Hansford, pasangan warga Australia yang tinggal di Bathurst, kota pedalaman di New South Wales (NSW).

John mengaku virus corona yang disebutnya 'keparat' itu merupakan sesuatu yang mereka tahu hanya melalui berita di media.

BACA JUGA: Kota Bogor Kembali ke Zona Merah COVID-19, Bima Arya: Karena Tiga Faktor

Pasangan ini tinggal di sebuah caravan park bersama dua ekor anjing mereka.

Satu-satunya hal bagi mereka yang terpengaruh oleh COVID-19 adalah rencana liburannya.

BACA JUGA: Puluhan Prajurit Yonkes 1/Kostrad Dikirim ke RS Darurat Wisma Atlet, Ada Apa?

"Kami seharusnya berada di Darwin musim dingin ini," ucap John, pensiunan pekerja bangunan.

"Sebagai gantinya, kami hanya keliling lima minggu di sekitaran New South Wales. Tak bisa pergi ke negara bagian lain."

BACA JUGA: Satu Pegawai Positif Covid-19, Kantor Sudin Nakertrans Jaktim Tutup Sementara

Photo: John dan Kay Hansford yang tinggal di pedalaman New South Wales mengaku turut bersimpati dengan keluarganya yang mengalami kesulitan di lockdown di Victoria. (ABC News: Brendan Esposito)

 

Namun semuanya berubah Kamis kemarin (24/09), setelah Australia Selatan mulai membuka perbatasannya untuk warga dari New South Wales.

Begitu pula dengan negara bagian Queenland dengan ibukota Brisbane, yang semakin memperluas wilayah perbatasan yang bisa dimasuki oleh warga NSW.

Ketika John dan Kay berkeliling di bagian utara NSW yang jumlah kasus COVID-19 sangat minim, mereka melihat satu hal yang menonjol.

"Kita tidak begitu merasakan (pandemi) di sini," ujar Jhon.

"Betul toko-toko tutup tapi semua hal lainnya berjalan biasa saja."

Seperti kebanyakan warga Australia lainnya, apa yang dialami pasangan ini terkait virus corona tergantung pada wilayah tempat tinggal mereka.

Data dari COVID-19 Monitor, sebuah penelitian dari Vox Pop Labs bekerja sama dengan ABC, membenarkan hal ini. External Link: feelings on covid

  Apakah warga Australia memiliki kebersamaan?

Pekan ini terhitung sudah enam bulan pembatasan sosial yang ketat diterapkan di Australia. Ada wilayah yang kian lama kian diperketat, ada pula yang kian dilonggarkan.

Ketika mengumumkan pembatasan ini, Perdana Menteri Scott Morrison waktu itu meyakinkan warga Australia dengan slogan "Kita Menjalani Ini Bersama-sama".

Setelah enam bulan berlalu, ternyata, sejumlah negara bagian saling berpisah.

Menurut data, terjadi penurunan "solidaritas" dari warga Australia Selatan dan Australia Barat terhadap warga di negara bagian lainnya.

Begitu pula di kalangan warga Victoria, yang mengalami lockdown tahap 4 sangat ketat, juga kehilangan rasa solidaritas dibandingkan dengan masa awal pandemi.

Sementara warga di Kawasan Australia Utara, atau Northern Territory (NT), tidak dimasukkan dalam analisis data karena keterbatasan sampel. External Link: Datawrapper solidarity 2

  External Link: solidarity 3

 

Profesor Alex Haslam dari Universitas Queensland menjelaskan perbedaan antara negara bagian seharusnya jauh lebih buruk lagi.

Menurut pakar psikologi ini, orang Australia telah menunjukkan sikap lebih kokoh dan ini harus disyukuri.

"Saya rasa semakin jelas sekarang, jika kita bandingkan dengan negara-negara lain," kata Prof Haslam.

"Terutama menyangkut identitas dan solidaritas bersama, serta kepatuhan, kesehatan mental dan kesejahteraan secara umum. Hal-hal ini tak terlihat di Inggris dan Amerika Serikat." Di kota mana warga boleh berjabat tangan?

Menurut COVID-19 Monitor, warga Australia Barat paling sering bepergian selama pandemi ini.

Mereka sedikit berada di atas Tasmania, mencatat 66 persen warganya pernah bepergian.

Pasangan David dan Gaynor Hall adalah contoh dari data ini. Photo: Pasangan David dan Gaynor Hall yang tinggal di pinggiran kota Perth mengaku bersyukur masih bisa bepergian dibandingkan dengan warga di negara bagian lain yang di lockdown. (ABC News: Erin Parke)

 

Mereka bepergian 2.000 kilometer ke utara Perth untuk merayakan ulang tahun pernikahan ke-40.

Ditemui di Cable Beach di Kota Broome yang terkenal, mereka mengaku sangat bersyukur menjadi orang Australia Barat.

"Yah, kami bisa bepergian ke berbagai tempat yang tak bisa dilakukan orang di negara bagian lain," ujar Gaynor.

"Penduduk lokal di Broome sangat senang karena warga Australia Barat tak bisa pergi ke tempat lain [di luar negara bagiannya]."

"Perth kota paling terisolasi di dunia, tapi justru itu yang menolong. Kami merasa beruntung sekali," tambahnya.

Karena terisolasi, ditambah ketegasan Menteri Utara Australia Barat, Premier Mark McGowan menutup perbatasan, memungkinkan warga di sana bisa melakukan hal-hal yang masih dilarang di negara bagian lainnya.

'Sandgropers', julukan untuk orang Australia Barat, juga merasa paling percaya diri untuk berjabat tangan saat ini, meskipun hal ini dilarang oleh anjuran kesehatan.

Sebanyak 74 persen warga di sana bahkan merasa nyaman saat keluar di tempat umum.

Data ini menunjukkan orang Australia Barat paling tidak cemas, tidak kesepian, dan merasa lebih baik dalam banyak hal dibandingkan dengan bagian lain Australia.

Warga negara bagian khusus ibukota Canberra (ACT) tercatat merasa paling bahagia dan paling rendah memiliki perasaan putus asa. External Link: Happiness link

 

Menurut Prof Haslam, perpecahan politik mendalam antarnegara bagian di Australia dalam merespon pandemi, seharusnya menimbulkan efek psikologis lebih mendalam.

Namun, katanya, hal itu justru tidak terjadi.

"Misalnya soal kebosanan. Kita pikir warga Victoria sudah begitu bosan [diam di rumah], tapi ternyata tidak. Setidaknya bila dibandingkan dengan warga di Queensland," katanya.

"Secara keseluruhan, jika kita membandingkan pengalaman Australia dengan negara lain seperti AS dan Inggris, saya berpendapat bahwa pada intinya yang kita lebih positif."

"Pesan utamanya yaitu kerelaan warga Australia mematuhi praktik terbaik dalam merespon pandemi, baik dalam mematuhi pembatasan maupun dalam membantu sesama warga Australia," tambah Prof Haslam. 'Optimis, positif, dan kuat'

Warga lainnya yang ditemui ABC di NSW, Catherine Thompson, melihat adanya perbedaan besar antara awal pandemi dan hari ini. Photo: Catherine Thompson and Bill Dewar having a cup of coffee on the front porch in Geurie, NSW. (ABC News: Brendan Esposito)

 

Ditemui di beranda rumahnya di kota regional Geurie, Catherine punya cara sederhana untuk mengukur perbedaan itu, yaitu beranda rumahnya sendiri.

Kini mereka telah diperbolehkan untuk menikmati kopi sambil duduk di sana.

"Saya ingat betul awal lockdown itu karena kami sama sekali tak diizinkan duduk dan mengobrol di beranda," katanya.

Saat itu jika mereka duduk di beranda, banyak orang membunyikan klakson dan meneriaki mereka. Kini, hal itu sudah berubah.

"Bisa ngobrol di beranda ini, mereka yang lewat hanya senyum-senyum," katanya.

"Masa-masa ini membuat kami bersyukur dan menghargai satu sama lain. Kami semua bersimpati pada warga Victoria."

"Masih ada kecemasan pastinya, tapi kita akan sampai di tujuan. Kita ini orang Australia, orang optimis, positif dan kuat," ujar Catherine. Keterangan Survei: Survei COVID-19 Monitor Australia dilaksanakan Vox Pop Labs bekerja sama dengan ABC. Total 6.504 responden pada gelombang 1-3, yang mencakup periode 18-22 April, 25-29 April, 2-6 Mei. Total 6.010 responden gelombang 20-22, yang mencakup periode 29 Agustus-2 September, 5-9 September, 12-16 September. Survei COVID-19 Monitor Australia mencerminkan pendapat sampel populasi yang jauh lebih besar. Beberapa pertanyaan disajikan kepada sekelompok pengguna berdasarkan karakteristik sosio-demografis mereka atau jawaban atas pertanyaan tertentu, dan beberapa pertanyaan diajukan kepada responden secara acak.

Laporan tambahan oleh Erin Parke

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.

BACA ARTIKEL LAINNYA... 9 dari 10 Penyintas COVID-19 Mengalami Efek Samping

Berita Terkait