Mendagri Gamawan Fauzi menyampaikan, hingga 31 Desember 2012, seluruh target perekaman dapat dicapai. "Bahkan, kami sedang berupaya untuk melakukan percepatan dengan harapan bisa diselesaikan akhir Oktober atau pertengahan November 2012," kata Gamawan dalam rapat kerja di Komisi II DPR kemarin (24/9).
Percepatan itu, jelas dia, bertujuan agar penyerahan data agregat kependudukan per kecamatan (DAK2) dari pemerintah pusat ke KPU dan pemda ke KPUD pada 6 Desember 2012 dapat terlaksana tepat waktu. Dasarnya pasal 32 ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang menetapkan bahwa penyerahan DAK2 paling lambat 16 bulan sebelum hari pemungutan suara, yakni jatuh pada 9 Desember 2012. "Dengan begitu, DAK2 yang diserahkan tersebut sudah berbasis atau diintegrasikan dengan hasil perekaman e-KTP," kata Gamawan.
Dia juga menyampaikan, sampai 23 September 2012, blangko e-KTP yang sudah dicetak dan dilengkapi dengan chip sebanyak 112 juta keping, personalisasi 64 juta keping, dan telah didistribusikan 49,6 juta keping.
Gamawan memperkirakan, hingga batas kontrak konsorsium pengadaan e-KTP pada 31 Oktober 2012, anggaran 2012 sebesar Rp 1,68 triliun akan terserap 100 persen. Dana itu digunakan untuk membayar 144 juta keping blangko e-KTP yang dilengkapi chip dan 76 juta keping yang sudah dipersonalisasikan dengan data individu.
Berdasar itu, Mendagri mengusulkan anggaran pada 2013 sebesar Rp 1,045 triliun untuk menyelesaikan target pencetakan e-KTP secara masal. Dana itu digunakan untuk membiayai 26.340.367 keping blangko e-KTP yang dilengkapi dengan chip, 94.340.367 keping yang dipersonalisasi, dan 126.184.532 yang didistribusikan.
Untuk kelanjutan penerapan e-KTP secara reguler pada 2013, diperlukan anggaran Rp 552,2 miliar. Jadi, total anggaran yang diusulkan Kemendagri Rp 1,597 triliun. "Kami sangat mengharapkan anggaran itu dapat disediakan pada APBN 2013," kata Gamawan.
Anggota Komisi II Nurul Arifin mengusulkan supaya e-KTP bisa sekaligus menjadi kartu pemilih dalam pemilu legislatif dan pilpres. Dengan begitu, bisa terjadi penghematan anggaran. "Kalau e-KTP sebagai kartu pemilih, tidak ada biaya produksi kartu pemilih lagi," katanya.
Dia menyampaikan, pansus RUU Desa awal September lalu melakukan kunker ke Brasil. Di Brasil, lanjut Nurul, pemilu hanya terjadi dua kali. Pertama, pilpres dan pemilu legislatif. Kemudian, pilkadanya serentak. Semua bisa dilakukan melalui e-voting. "Ada baiknya Kemendagri, KPU, dan komisi II bisa bersama-sama melihat ke sana. Hanya empat jam (pemungutan suara, Red) dengan e-voting," kata politikus Partai Golkar itu. Lebih lanjut, Nurul juga mendorong kemungkinan pemberlakuan e-KTP seumur hidup.
Gamawan menyampaikan, e-KTP seumur hidup bisa dilakukan dengan merevisi dua pasal di UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Terkait pasal yang menyebut e-KTP hanya berlaku lima tahun dan KTP seumur hidup hanya diberikan kepada warga yang berumur 60 tahun.
Menurut Gamawan, pihaknya sudah menyampaikan surat kepada presiden untuk mengusulkan masa berlaku e-KTP seumur hidup. Dengan berlaku seumur hidup, negara bisa menghemat anggaran Rp 3 triliun. "Kalau bisa atau memungkinkan, soal e-KTP seumur hidup itu masuk di 2013 dalam revisi UU (Administrasi Kependudukan, Red)," tegasnya.
Terkait difungsikannya e-KTP sebagai kartu pemilih, bahkan basis pelaksanaan e-voting, Gamawan menyampaikan bahwa itu dapat dilakukan. "Kalau e-KTP selesai semua. Itu sangat mudah," tegasnya.
Arif Wibowo dari Fraksi PDIP mengingatkan Mendagri untuk tidak terlalu percaya diri dan terlalu percaya pada laporan dari bawahannya. Di beberapa daerah, kata dia, distribusi e-KTP justru menimbulkan kecemburuan. "Ada orang yang sudah sama-sama merekamkan datanya. Yang satu sudah dapat kartu, yang lain belum," katanya.
Permasalahan lain yang muncul mulai e-KTP tertukar, alat rusak, sampai salah data. "Kasus salah data di Surabaya saja sampai 3.500 orang," ujar Arif. Belum lagi pengadaan e-KTP bagi jutaan TKI yang tengah bekerja di luar negeri. Karena itu, Arif tetap agak pesimistis e-KTP bisa selesai hingga akhir 2012. "Kalau sampai begitu, ini bukan sekadar problem pribadi Pak Menteri, tapi problem politik," katanya. (pri/c6/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tawuran Pelajar Bukti Gagalnya Pendidikan Karakter
Redaktur : Tim Redaksi