KETIKA krisis melanda perekonomian global pada 2008, ritel level tertinggi atau hypermarket yang berada di atas supermarket dan minimarket, terkena imbasnyaInvestasi dan penjualan di pusat perbelanjaan ini menjadi tidak bergairah
BACA JUGA: Bank Tambah Cash Money
Mulai akhir tahun ini hypermarket coba berbenah.Pada saat krisis global, konsumen, khususnya di Indonesia, memang tetap menganggarkan dananya untuk berbelanja ke pasar modern
Adapun belanja sambil rekreasi dengan keluarga seperti yang biasa dilakukan di hypermarket, tidak lagi bergairah seperti tahun sebelumnya
BACA JUGA: Hari Ini Puncak Kebutuhan BBM
"Belanja tetap dilakukan konsumen saat krisis global terjadiBACA JUGA: BNI Gelar Rejeki Mudik
Banyak yang dibatasi seperlunya saja," kata Director Retailer Service The Nielsen Company Indonesia, Yongky Surya Susilo, kepada Jawa Pos, Senin (13/9).Ekspansi Hypermarket pada saat krisis global juga menjadi tersendatMenurut Yongky, rata-rata pemain besar di bidang ini paling hebat hanya bisa memenuhi setengah dari targetnya"Jadi misalnya targetnya 10 toko per rantai (Matahari, Carrefour, dan lainnya, Red.), bisa setengahnya saja sampai tahun kemarin itu sudah hebat," ujarnya.
Hambatan utama hypermarket saat krisis global adalah lokasiBanyak proyek besar yang terpaksa ditunda karena bisnis properti lesuSementara hypermarket sangat tergantung kepada ketersediaan lokasi yang besar.
Mulai pertengahan semester 2010, hypermarket menunjukkan gairahnya kembaliSeiring perekonomian yang mulai membaik, beberapa toko dibukaSeperti ekspansi yang dilakukan Lotte Hypermarket yang mengakuisisi MakroDengan konsep yang lebih modern, ritel ini sudah meresmikan beberapa tempat baru dan memoles tempat sebelumnya.
Yongky mengatakan, tugas utama hypermarket adalah membangun excitement yang baru bagi keluarga calon pengunjung"Harus ada suasana baru, sesuatu yang ditawarkan baru, sehingga ada nilai lebih dibandingkan jika belanja di supermarket atau minimarket," tuturnya.
Marketing hypermarket harus lebih pandai mengemas pola rekreasi belanja untuk membedakan dengan yang sudah ada di tahun tahun sebelumnya"Sudah saatnya mereka membangun generasi (hypermarket) baru yang excitingSebab hypermarket memang harus selalu melakukan hal ini," terusnya.
Masih ada banyak ruang bagi hypermarket dan ritel pada umumnya untuk terus berkembang di IndonesiaData dari Pianot Retail and Global Insight menunjukkan bahwa penetrasi ritel modern di Indonesia masih sangat rendah.
Tercatat tingkat penetrasi di negeri berada di urutan 8 untuk kawasan Asia sebesar 20 ribu meter persegi per satu juta pendudukSementara di Jepang yang menempati urutan pertama, per satu juta penduduk ada 200 ribu meter persegi ritel modernUrutan kedua adalah Taiwan sebanyak 140 ribu meter persegi ritel modern per satu juta penduduk.
Ketua harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta, mengatakan industri hypermarket tumbuh pesat tahun ini sebesar 35 persen dari target total belanja ritel modern Rp 100 triliun tahun ini"Sebanyak Rp 65 triliun merupakan belanja makanan dan sisanya nonmakanan," ujarnya.
Selain itu, sebuah jaringan pasar swalayan besar dari Jerman, Metro, dikabarkan sedang mempertimbangkan investasi di Indonesia dan telah bernegosiasi membeli aset swalayan Indonesia, Makro, yang dikuasai oleh Lotte
Metro dalam tiga tahun terakhir sudah dua kali melakukan pendekatan kepada pasar IndonesiaLaporan studi kelayakan pasar yang akan dibaca dewan komisaris Metro bulan depan akan menentukan apakah Metro akan mengambil alih toko-toko Makro atau mendirikan toko sendiri.
Asia dan Afrika masih terhitung kecil bagi Metro karena hanya menyumbang Euro 2,3 miliar total Euro 65 miliar yang mereka hasilkan tahun laluMeski begitu kawasan ini diproyeksikan bisa memberi tambahan pendapatan saat pasar Eropa sedang lesu.(gen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PLN Butuh USD 240 Juta
Redaktur : Tim Redaksi