Catherine Coyne, pernah tinggal di Jakarta selama lebih dari setahun saat mengikuti program relawan 'Australian Volunteers International Development' bersama dengan Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan). Profil singkat Catherine Coyne:Pernah menjadi relawan untuk Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) di JakartaDi Bali, Emily pernah jadi editor dan penulis untuk sebuah situs khusus kesehatan bagi perempuanPernah menjadi asisten riset untuk Dr Zane Goebel, seorang antropolog di bidang bahasa Indonesia dan Jawa di La Trobe University, MelbournePernah dua kali mendapat beasiswa Darmasiswa untuk belajar bahasa Indonesia dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan IndonesiaMemenangkan penghargaan National Australia Indonesia Language Award 2017 untuk kategori Wild Card
Perempuan asal Alice Springs, di kawasan gurun Australia Tengah ini mengaku menemukan banyak persamaan antara Indonesia dan Australia.
BACA JUGA: Terbaik 2017: Anak-anak Australia Menari Aceh Keliling Eropa
Tahun ini, Catherine menerima salah satu penghargaan lomba berbahasa Indonesia tingkat nasional di Australia, atau National Australia Indonesia Language Awards (NAILA) dengan topik pembicaraan soal Go-Jek.
Penghargaan ini menjadi bukti jika Catherine mahir berbahasa Indonesia. Saat Erwin Renaldi dari ABC mewawancarainya dengan bahasa Inggris, Catherine menyisipkan beberapa ekspresi dalam bahasa Indonesia.
BACA JUGA: Sambut Penghujung Tahun, Kebun Binatang Canberra Tambah Koleksi Baru
Untuk kompetisi NAILA, Anda membuat video tentang Go-Jek dalam bahasa Indonesia, kemudian Anda dikenal sebagai 'Go-jek Girl'. Bagaimana awal jatuh cinta Anda pada ojek berbasis aplikasi ini?
Salah satu tantangan di Jakarta adalah berjalan di jalanan, tak heran jika teman-teman kantor saya kaget saat tiba di kantor, udah keringat, udah lelah. Semua orang tahu kita tak semestinya berjalan di jalanan Jakarta. Hingga akhirnya saya temukan Go-Jek dan mengubah hidup saya, lega sekali rasanya. Sebelumnya saya pakai ojek tapi... keselamatannya menjadi masalah bagi saya, karena saya dilecehkan beberapa kali di jalanan. Saya sempat merasa tertekan untuk menginjakkan kaki di jalanan hingga ketemu Go-jek! Saya tahu mereka di kawasan saya tinggal dan kadang suka berkumpul bersama mereka. Jika mereka melihat saya jalan dekat rumah, mereka menawarkan tumpangan gratis!
BACA JUGA: Murid-murid Australia Mulai Menulis Buku Soal Lingkungan
Dalam video itu, Anda terdengar memakai ekspresi yang tengah populer di Indonesia. Bagaimana cara belajarnya?
..di dalam bahasa Indonesia selalu ada kata-kata baru yang muncul setiap minggunya. Itulah alasannya saya suka 'bahasa gaul', yang sangat kreatif, ekspresif, dan bisa menyampaikan banyak arti dalam satu ungkapan. Saya punya halaman Facebook yang khusus soal bahasa gaul dan menyimpang kata-kata baru, juga berbagi pertanyaan dan jawaban dengan member grup. Saya belajar bahasa Indonesia di Udayana di Bali, UNPAS di Bandung, Wisma Bahasa di Jogja, dan La Trobe di Melbourne. Tetapi saya belajar bagaimana berbicara bahasa Indonesia dengan menghabiskan waktu bersama teman-teman Indonesia. Menurut saya penting untuk memiliki campuran antara belajar formal dan informal, jika kita ingin memperdalam belajar bahasa.
Anda bisa menonton cuplikan dari video buatan yang diikutsertakan oleh Catherine untuk kompetisi berbahasa Indonesia tingkat nasional disini. Skip YouTube Video
FireFox NVDA users - To access the following content, press 'M' to enter the iFrame.
Setelah tinggal di Jakarta dan beberapa kali pergi ke Indonesia, apakah menurut Anda ada persamaan budaya diantara Indonesia dan Australia?
Saya rasa ada sejumlah persamaan yang membuat kita menjadi nyaman dengan satu sama lain. Persamaan yang utama adalah bagaimana kita sama-sama santai. Ini terlihat jelas dari ungkapan yang sering kita ucapkan, 'Gak apa-apa' dan 'No worries'. Ketika saya pergi ke kawasan wisata di Indonesia, orang-orang sering mengatakan jika orang Australia jadi turis asing favorit mereka karena alasan ini. Menurut saya penting juga bagi kita untuk tahu perbedaan yang dimiliki satu sama lain, karena ini jadi hal yang paling menarik. Mengapa saluran YouTube milik Sacha Stevenson, How to Act Like An Indonesia sangat popular bagi bukan orang Australia? Karena menekankan sekaligus merayakan keunikan Indonesia yang membedakan dari negara-negara lainnya.
Seperti apa rasanya tinggal di kawasan gurun Australia dan apakah sulit untuk terus mempraktikan bahasa Indonesia?
Saya tinggal di Alice Springs, kota terpencil di Australia Tengah, jumlah penduduknya sekitar 28 ribu orang. Saya pindah kesini untuk bisa tinggal dengan keluarga, setelah tinggal di Jakarta dan tentu sangat berbeda dengan Ibu Kota. Lapang, ruang terbuka, langit biru, udara segara, tidak ada orang! Membuat saya terkejut tapi jadi ajang istirahat setelah hidup di kota besar. Sekarang, ada sekitar 12 orang yang tinggal di sini, dan hanya ada satu orang Jakarta, kita berteman tentunya. Saya tidak punya banyak kesempatan belajar bahasa Indonesia, jadi kemampuan saya sudah berkurang. Tapi saya coba untuk terus berhubungan dengan teman-teman saya dan untuk tahu berita-berita soal Indonesia. Catherine Coyne sedang membonceng teman dalam salah satu adegan di videonya.
Foto: YouTube, Catherine Emily
Kota di Indonesia mana yang menjadi favorit Anda dan mengapa?
Gue sangat suka Jakarta, tapi kalau tinggall di Jakarta pasti pusing terus! Karena saya menghabiskan banyak waktu di Denpasar di kampus seberang rumah sakit Sanglah, jadi merasa sangat terikat dengan kota itu. Saya suka persimpangan lima di Jalan Teuku Umar... Tapi favorit saya adalah Ubud. Jalur Campuhan ridge walk sangat luar biasa dan saya suka kesibukan yang berdampingan dengan rutinitas sehari-hari, seperti upacara-upacara yang indah dan berwarna. Saya juga suka yoga dan memiliki kualifikasi sebagai guru Hath yoga. Saya mengikuti pelatihannya di Ubud awal tahun lalu.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berbagai Alasan Perempuan Memilih Tidak Memiliki Anak