jpnn.com - Di Rusia, Islam merupakan agama terbesar kedua. Di Moskow saja, terdapat sekitar 1 juta pemeluk Islam. Di sela-sela meliput Piala Dunia 2018, Jawa Pos merasakan pengalaman enam hari berpuasa dan salat Idul Fitri di Rusia.
Ainur Rohman, Moskow
BACA JUGA: Wahai Cewek Rusia, Bercintalah dengan Suporter Piala Dunia
’’ASTAGHFIRULLAH al aziiiiimmm,’’ pekik Alim Abdurahmanov saat melihat kericuhan kecil tepat di depan mukanya. Petugas Masjid Katedral Moskow itu melotot, menggelengkan kepala seolah tak percaya melihat belasan lelaki saling dorong untuk berebut roti dan nasi bungkus pada areal di sebelah kiri masjid.
Saat itu pukul 21.30 waktu Moskow. Hari masih sangat terang. Waktu berbuka puasa di ibu kota Rusia tersebut kurang dari 40 menit lagi. Imsak di Moskow adalah pukul 01.38. Jadi, muslim di sini menjalani puasa nyaris selama 20 jam.
BACA JUGA: Cukur Arab Saudi 5-0, Rusia Ukir Rekor Skor Piala Dunia
Makanan-makanan itu, kata Abdurahmanov, adalah sumbangan dari jamaah masjid. Masjid Katedral Moskow sebetulnya juga menyediakan menu berbuka puasa. Masing-masing jemaah bisa mendapatkan satu kresek yang berisi sebuah apel, pisang, roti, dan satu botol air dalam kemasan.
Para petugas distributor makanan seperti Abdurahmanov akan membagikan kantong-kantong plastik itu. Nanti setelah salat Magrib. Pengecualian hanya untuk jemaah perempuan.
BACA JUGA: Praktik Keislaman Indonesia Jadi Teladan Dunia
Mereka bisa mendapatkan kresek-kresek itu lebih awal. Nah, untuk membatalkan puasa, masjid memberikan kurma dan air putih yang ditampung pada gelas-gelas kertas.
Makanan-makanan itu sejatinya memang tidak mengenyangkan. Hanya sebagai pembuka. Jadi, ketika ada peluang untuk mendapatkan satu kotak nasi dan sebongkah besar roti cokelat yang terlihat sangat menggiurkan itu, rasanya memang sulit menahan diri.
Apalagi, mereka sudah menahan lapar dan haus nyaris 20 jam. ’’Jadinya mereka berebut. Seharusnya jangan seperti itu,’’ kata Abdurahmanov, lantas menggeleng-gelengkan kepala.
Selama Ramadan tahun ini, imigran dari Tajikistan tersebut memang bertugas untuk mengemas dan membagikan makanan kepada para jamaah Masjid Katedral. Dia dibantu lima orang lainnya.
Setelah salat Magrib, ternyata ratusan jemaah lelaki di masjid terbesar di Eropa tersebut lebih beradab. Mereka antre dengan tertib. Bahkan saat ada dermawan-dermawan lain yang membawa roti, aneka macam buah, serta kurma. Mereka tidak lagi berebut secara agresif. Mengambil bagian dengan cara normal dan biasa saja.
Suasana Ramadan di Moskow memang biasa. Tidak ada nuansa yang terlampau spesial. Walaupun Islam merupakan agama terbesar kedua di Rusia. Di Moskow saja, diperkirakan jumlah muslim mencapai 1 juta orang. Sedangkan di seluruh Rusia menembus 20 juta jiwa atau sekitar 7 persen dari total populasi penduduk negeri terluas di dunia itu.
Masjid Katedral Moskow diklaim sebagai yang terbesar di seluruh Eropa. Nama bangunan itu naik daun ketika Presiden Rusia Vladimir Putin meresmikannya pada 24 September 2015. Selain Putin, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga datang dalam acara seremonial tersebut.
Masjid yang bernama asli Moskovskiy Soborniy Mecet tersebut sejatinya masjid yang berdiri sangat lama. Sejak 1904. Namun baru resmi dipugar, diperluas, dan selesai nyaris tiga tahun lalu. Masjid yang megah dengan arsitektur yang cantik itu diprediksi mampu menampung jemaah sampai 10 ribu orang.
Abdurahmanov mengatakan bahwa Putin dan pemerintah Rusia menjamin kebebasan beragama bagi umat Islam. Memang, mayoritas penduduk di kawasan-kawasan utara Rusia seperti Ingushetia, Chechnya, Dagestan, Kabardino-Balkaria, Karachay Cherkessia, Tatarstan, serta Bashkortostan memeluk Islam.
Moskow pun dibanjiri banyak imigran dari negara-negara bekas Uni Sovyet. Antara lain Azerbaijan, Kazakhstan, Uzbekistan, Kirgistan, Turkmenistan, dan Tajikistan. Jadi, suasana berbuka puasa di Masjid Katedral memang sangat ramai.
Apalagi saat-saat ini. Menjelang Piala Dunia 2018. Dari pengamatan Jawa Pos kemarin, suporter dari Mesir, Maroko, dan Tunisia berdatangan ke Masjid Katedral untuk berbuka puasa dan salat Magrib. Orang-orang Pakistan, Thailand, serta Singapura juga ada.
Alhasil, pengamanan diperketat. Setiap pengunjung masjid harus melewati detektor logam dan mesin sinar X. Barang-barang juga diperiksa oleh petugas keamanan.
**
Melihat orang-orang memakai kerudung adalah hal yang sangat lazim dan biasa di pusat-pusat keramaian seperti stasiun metro. Aishah Binti Rahman, mahasiswi kedokteran Moscow State University, mengatakan bahwa selama lima tahun bersekolah di Moskow, tidak sekali pun dirinya menerima perlakuan rasis dan diskriminatif.
Orang Rusia menerima kehadiran pendatang Islam seperti dirinya dengan biasa-biasa saja. ’’Alhamdulillah, saya sama sekali tidak pernah menerima perlakuan yang tidak mengenakkan,’’ katanya. ’’Puasa juga lancar karena cuacanya enak. Sejuk,’’ imbuhnya.
Memang, kalau dibayangkan, puasa selama 20 jam itu sangat berat. Apalagi kalau terbiasa tidak makan dan minum dalam tempo ’’cuma’’ 13 jam seperti di Indonesia. ,Namun dari yang saya rasakan, puasa di Moskow memang tidak berat-berat amat.
Meski setiap hari melakukan peliputan dan berjalan beberapa kilometer, tenaga tidak sampai terkuras hebat karena cuaca sangat nyaman. Suhu Moskow sejuk. Berkisar 10 sampai 13 derajat Celsius. Memang, pada saat-saat tertentu, terutama pukul 20.00, rasa haus menyerang. Bibir mulai sangat kering. Namun masih bisa ditahan. (*/c19)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Habib Aboe Yakin Banget Pancasila Sejalan dengan Islam
Redaktur : Tim Redaksi