Perhitungan Subsidi Sudah Diaudit BPK

Jumat, 30 Maret 2012 – 08:15 WIB

JAKARTA - Penghitungan subsidi bahan bakar minyak (BBM) sejauh ini telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Formula subsidi BBM dibicarakan sangat rinci dengan DPR. Kemudian, di dalam menghitung pemberian subsidi kepada Pertamina dan badan usaha lain itu dilakukan verifikasi oleh BPH migas dan dilakukan lagi audit oleh BPK.

"Jadi tidak sembarangan pemerintah memberikan pembayaran subsidi. Rumusnya volume dikalikan selisih harga jual patokan dan harga jual eceran. Perhitungan yang dilakukan ICW masih memakai formulasi hitungan yang lama," ujar Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Legowo di Jakarta.

Sementara Ketua DPR Marzuki Alie meminta LSM Indonesian Corupption Watch (ICW) membuktikan dugaan mark up subsidi BBM di RAPBN-P 2012. ICW didesak jangan hanya menggulirkan angka-angka. "Kalau ada korupsi kita tangkap ramai-ramai, jangan angka-angka. Bila perlu kita gantung di Monas," tandasnya.

Marzuki juga menyarankan agar ICW melaporkan adanya dugaan mark up tersebut ke KPK. "Kalau ICW melaporkan ke KPK dimana korupsinya saya dukung, Presiden SBY juga dukung," tuturnya.

Sebelumnya, LSM ICW menduga telah terjadi mark up perhitungan subsidi BBM hingga Rp 30 triliun. Jika harga BBM tidak naik, maka total beban subsidi BBM dan LPG hanya Rp 148 triliun. Perhitungan ICW tersebut mengacu pada harga rata-rata transaksi bulanan minyak di pasar Singapura. Ini merupakan metode yang umum digunakan pemerintah pada 2006.

Menanggapi dugaan mark up itu, Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian ESDM Susyanto menjelaskan, sesuai dengan Perpres 71/2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis BBM Tertentu, bahwa penyediaan BBM tertentu (bersubsidi) di dalam negeri ditugaskan oleh Pemerintah melalui BPH Migas kepada Badan Usaha Pelaksana Public Service Obligation (PSO) dalam jumlah (kuota) tertentu.

”Jenis BBM bersubsidi terdiri dari premium, minyak tanah, dan minyak solar yang digunakan untuk transportasi, rumah tangga, usaha kecil (termasuk nelayan), dan layanan umum. Jumlah volume BBM bersubsidi setiap tahun dibahas dan ditetapkan oleh DPR dan Pemerintah dalam bentuk UU APBN,” jelasnya.

Susyanto menambahkan, subsidi jenis BBM tertentu per liter adalah pengeluaran negara yang dihitung dari selisih antara biaya penyediaan dan pendistribusian BBM bersubsidi  dengan harga jual eceran netto (tidak termasuk pajak). Formula perhitungan subsidi BBM dibahas bersama antara Pemerintah dengan DPR dalam sidang terbuka yang dapat diikuti oleh masyarakat.

”Biaya penyediaan dan pendistribusian BBM bersubsidi dihitung berdasarkan harga patokan penyediaan BBM bersubsidi sesuai dengan harga indeks pasar di kawasan Asia Tenggara, ditambah dengan biaya pendistribusian BBM bersubsidi ke seluruh NKRI,” jelasnya.

Susyanto menambahkan, realisasi pendistribusian BBM bersubsidi dan besaran yang akan dibayarkan kepada Badan Usaha Pelaksana PSO terlebih dahulu diverifikasi oleh BPH Migas dan Kementerian Keuangan, dan diaudit oleh BPK setiap tahun, kemudian dilaporkan kepada DPR.

Sementara itu, pemerintah mengajukan kenaikan harga BBM menjadi Rp 6.000 per liter, sehingga besaran subsidi BBM dan LPG yang ditanggung pemerintah sebesar Rp 137,4 triliun. Sementara jika harga BBM subsidi tetap di Rp 4.500 per liter, pemerintah menanggung subsidi sebesar Rp 178,6 triliun. (dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Hanya Bawa Satu Opsi ke Paripurna


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler