jpnn.com, JAKARTA - Merger Bank BUMN Syariah menjadi aksi korporasi yang brilian dan strategis. Aksi korporasi yang dimotori Kementerian BUMN di bawah Erick Thohir ini layak diapresiasi.
“Luar biasa, terobosan Pak Menteri yang satu ini. Sepak terjangnya selama ini justru memicu sentimen positif dan mendorong saham BUMN melesat di kala pandemi, digandrungi para investor milenial. Dan terakhir, aksi merger tiga bank syariah raksasa: Bank Mandiri Syariah (BSM), Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) dan Bank Negara Indonesia Syariah (BNIS),” ungkap Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PAN Abdul Hakim Bafagih di Jakarta, Kamis (4/2/2021).
BACA JUGA: Kinerja Bank Syariah di Tengah Pandemi Cukup Baik
Mas Hakim, sapaan akrab Abdul Hakim Bafagih ini, mengatakan bahwa realisasi merger bank BUMN syariah pada Senin (1/2/2021) lalu adalah keputusan yang tepat, bukan hanya dalam rangka bertahan dari krisis pandemi, tetapi lebih dari itu adalah langkah strategis yang menjadi tonggak bagi masa depan bisnis keuangan berbasis syariah.
Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan lebih dari 200 juta populasi sekaligus menjadi pangsa pasar bagi keuangan syariah. Sehingga visi menjadi pusat keuangan syariah global, seperti yang dicanangkan Presiden Jokowi adalah hal yang rasional.
BACA JUGA: Resmikan Bank Syariah Indonesia, Jokowi: Jangan Pikir Hanya untuk Umat Muslim Saja
Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai bank BUMN hasil merger akan menjadi tulang punggung untuk mewujudkan visi tersebut.
Selain menyasar pangsa pasar muslim, secara bersamaan BSI diharapkan juga menjadi motor penggerak bagi bangkitnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di masa pandemi ini.
Data BPS menyebut, pelaku usaha di Indonesia 99% adalah UMKM dan menyerap 97% dari total tenaga kerja nasional. Akan tetapi kontribusi terhadap PDB masih sekitar 60% di tahun 2020. Tentu ini adalah sebuah peluang bagi industri perbankan syariah.
Bank Syariah Indonesia harus lebih inovatif dalam menciptakan produk perbankan syariah untuk menjawab peluang di sektor UMKM tersebut.
“Bank Syariah Indonesia harus mengambil spirit perjuangan Muhammad Yunus. Seorang ekonomi Bangladesh yang sukses menciptakan produk perbankan yang adaptif dan solutif bagi pelaku usaha mikro,” tegas anggota DPR yang juga Presiden Persik Kediri ini.
Abdul Hakim mengutip pengalaman Muhamamad Yunus dalam membuat bank khusus orang miskin (Grameen Bank).
“Menurut pengalaman saya, orang miskin adalah pengusaha terhebat di dunia. Setiap hari mereka dipaksa berpikir kreatif demi bertahan hidup. Mereka tetap miskin karena tidak memiliki kesempatan untuk menyalurkan kreatifitasnya untuk menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan,” kata Mas Hakim mengutip Muhammad Yunus.
Untuk diketahui Muhammad Yunus menciptakan skema kredit bagi orang miskin.
Menurut dia, pengalaman Muhammad Yunus tersebut setidaknya juga terbukti secara empiris di Indonesia.
Bank BRI, yang selama ini menyasar pangsa pasar pelaku usaha kecil dan mikro, bisa dibilang berhasil dalam mengemban program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sampai Oktober 2020 realisasi KUR oleh BRI mencapai Rp 105,3 T dengan tingkat kredit macet yang sangat kecil yaitu 0.06%.
Realitas di atas harusnya menjadi inspirasi BSI dalam menciptakan produk keuangan syariah yang adaptif dan inovatif serta berpihak pada UMKM.
“Jika ini dilakukan secepatnya, terutama di saat pandemi ini, tentu ini akan sangat strategis bagi perkembangan pasar keuangan syariah 5 sampai 10 tahun ke depan,” kata Mas Hakim.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich