Periksa Rhesus Darah sebelum Hamil

Ketidakcocokan Ibu dan Janin Akibatkan Keguguran

Selasa, 20 Agustus 2013 – 11:00 WIB

jpnn.com - PEMERIKSAAN golongan darah sering kali dianggap remeh oleh masyarakat. Sebagian besar masyarakat hanya mengetahui golongan darahnya, termasuk A, B, AB, atau O.

Banyak yang tidak mengetahui golongan darahnya termasuk rhesus positif atau rhesus negatif. Padahal, mengetahui golongan darah rhesus sangatlah penting. Sebab, hal itu akan berpengaruh saat transfusi darah atau pada ibu hamil.

BACA JUGA: Bersikap Optimistis Bantu Atasi Stres

"Bahaya bagi pemilik rhesus negatif apabila tidak mengetahuinya. Khususnya ibu hamil karena berdampak buruk bagi keselamatan ibu dan bayinya," ujar ahli forensik Prof Dr Med dr M. Soekry Erfan Kusuma SpF(K) DFM.

Menurut dia, pemeriksaan darah rhesus perlu dilakukan. Sebab, tidak banyak orang yang mengerti tentang rhesus. Bertemunya darah golongan rhesus negatif dan positif, baik melalui transfusi darah maupun kehamilan, berakibat fatal.

BACA JUGA: Nyetir Pakai Sandal Jepit Sangat Berbahaya

Soekry menjelaskan bahwa rhesus merupakan penggolongan darah yang sering dilakukan setelah penggolongan darah ABO. Pada setiap golongan darah, terdapat antigen yang menyusun sel darah merah. Perbedaan antara rhesus positif dan negatif terletak pada ada tidaknya antigen D di eritrosit. Artinya, rhesus positif mengandung antigen D, namun tidak dengan rhesus negatif.

Permasalahan timbul secara krusial jika seseorang yang memiliki golongan darah rhesus negatif sedang mengandung janin berdarah rhesus positif. Sejatinya, darah ibu dan bayi tidak akan bercampur karena terdapat plasenta yang melindungi bayi dan mengatur nutrisi yang masuk.

BACA JUGA: Berhubungan Sex Berbanding Lurus dengan Penghasilan dan Kesehatan

Namun, Soekry mengatakan, ada titik-titik bercak pada selaput tersebut yang memungkinkan darah bayi masuk dan bercampur dengan darah ibu. "Darah yang masuk itu tidaklah banyak, namun tetap sangat berpengaruh. Tubuh ibu akan bereaksi menghasilkan antibodi untuk melawan eritrosit pada darah bayi karena mengandung antigen D," jelasnya.

Pada kehamilan pertama, tubuh ibu belum terlalu bereaksi karena masih belum siap untuk menghasilkan antibodi anti-D guna melawan benda asing tersebut (antigen D). Karena itu, bayi masih bisa terselamatkan. Akan tetapi, bahaya mengancam kondisi dan nyawa bayi justru pada kehamilan kedua.

"Saat itu antibodi sudah mengenali antigen D. Saat ada darah bayi yang masuk melalui titik-titik bercak plasenta, antibodi akan segera masuk ke dalam kandungan dan merusak sel darah merah bayi yang mengandung antigen D," jelasnya.

Soekry menegaskan, hal itu membahayakan nyawa bayi. Pasalnya, eritrosit bayi bisa rusak dan menimbulkan berbagai risiko yang berbahaya. Misalnya, terjadi keguguran dan nyawa bayi tidak terselamatkan. Jika saat usia kehamilan masih muda ibu sudah mengetahui bahwa rhesus darahnya tidak sama dengan bayi, masih ada kesempatan untuk mengatasinya.

"Transfusi darah harus dilakukan pada bayi. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk menetralisasi antibodi pada sang ibu. Tapi, prosesnya sangat rumit dan lama. Jika tidak berhasil, risiko pada bayi sangat tinggi," papar ahli forensik RSUD dr Soetomo tersebut.

Dia menambahkan, meski bisa diselamatkan sampai lahir, bayi berisiko mengalami hemolytic of newborn disease (HDN). Yaitu, penyakit pada bayi yang baru lahir akibat sel darah merah rusak. Sel darah merah tersebut rusak karena ketidakcocokan rhesus. Penyakit itu sering disebut juga sebagai eritroblastosis fetalis. Bayi akan mengalami anemia, gagal jantung, dan hydrops fetalis.

Sedangkan jika kasusnya ringan, bayi bisa menderita penyakit kuning. "Apabila tidak segera ditangani, jaringan otak bisa rusak," katanya.

Jumlah pemilik rhesus negatif itu sangat sedikit. Di Indonesia hanya 700 orang. Sementara di Jatim, hingga Juni lalu ada sekitar 148 orang yang terdeteksi memiliki darah golongan rhesus negatif. Keberadaan mereka yang sudah terdeteksi rhesus negatif sangat membantu donor darah rhesus negatif. Kini mereka sudah tergabung dalam komunitas rhesus negatif yang jumlahnya 117 orang di Jatim.

Soekry menyarankan, meski 85 persen manusia di dunia memiliki rhesus positif, masyarakat harus memeriksakan rhesus darah. Sebab, apabila seseorang tidak mengerti rhesus darah, saat membutuhkan transfusi darah dan baru mengetahui bahwa rhesusnya negatif, akan sangat sulit mencari donor. Apalagi bagi ibu dengan kehamilan kedua. "Jauh-jauh hari atau sebelum hamil, ibu harus memeriksakan darah," ucapnya. (chu/c7/end)

BACA ARTIKEL LAINNYA... llmuwan Temukan Cara Tingkatkan Sistem Kekebalan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler