Peringatan Terbaru dari WHO soal Keganasan COVID-19 Varian Delta

Sabtu, 31 Juli 2021 – 17:49 WIB
Pemakaman jenazah pasien COVID-19. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada jumat (30/7) mengatakan, progres upaya memerangi COVID-19 tersendat akibat munculnya varian Delta.

Meskipun vaksin COVID-19 yang disetujui oleh WHO masih ampuh melawan penyakit virus corona jenis baru.

BACA JUGA: Penularan Sangat Tinggi, WHO Desak Indonesia Perketat dan Perluas PPKM

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) menggambarkan varian Delta sama menularnya dengan cacar air.

CDC juga memperingatkan bahwa varian itu dapat menyebabkan penyakit parah, tulis Washington Post yang mengutip dokumen internal CDC.

BACA JUGA: Ginting Akan Menghadapi Chen Long, Ini Pesan Penting Hendry Saputro Ho

Infeksi COVID-19 meningkat 80 persen selama empat bulan terakhir di sebagian besar kawasan dunia, ungkap Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Kematian di Afrika --yang hanya 1,5 persen populasinya sudah divaksin-- melonjak 80 persen selama periode yang sama.

BACA JUGA: Vietnam Sempat Dinilai Berhasil Menangani COVID-19, Varian Delta Telah Menghancurkan Semua Capaian Itu

"Progres yang sulit didapatkan berada dalam bahaya atau hilang, dan sistem kesehatan di banyak negara kini kewalahan," kata Tedros saat konferensi pers.

WHO menyebutkan, varian Delta terdeteksi di 132 negara, sehingga mendominasi dunia.

"Vaksin-vaksin yang saat ini disetujui oleh WHO, semuanya memberikan perlindungan yang signifikan terhadap penyakit parah dan rawat inap dari semua varian, termasuk varian Delta," kata pakar kedaruratan senior WHO, Mike Ryan.

"Kita (WHO) sedang memerangi virus yang sama. Namun satu virus yang menjadi lebih cepat dan lebih baik beradaptasi untuk menular di antara kita manusia, itulah perubahannya," lanjutnya.

Kepala teknis COVID-19 WHO, Maria van Kerkhove, menyebutkan bahwa varian Delta sekitar 50 persen lebih menular ketimbang varian asli SARS-CoV-2, yang mulanya muncul di China pada akhir 2019.

Sejumlah negara melaporkan lonjakan tingkat rawat inap. Namun tingkat kematian yang tercatat akibat varian Delta tidak lebih tinggi, katanya. (reuters/antara/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler