jpnn.com, TIMIKA - Wabah pandemi COVID-19 mulai melanda Timika, ibu kota Kabupaten Mimika pada sekitar minggu ketiga Maret 2020. Sejak 29 Maret, Tim Gugus Tugas Penanganan COVID-19 setempat mengumumkan secara resmi bahwa dua warga Timika terkonfirmasi positif terinfeksi COVID-19 setelah beberapa hari sebelumnya kedua pasien menjalani perawatan di RSUD Mimika.
Dalam pekan-pekan berikutnya setelah itu, laju penularan kasus COVID-19 di Mimika kian tidak terkendali.
BACA JUGA: Jokowi: Evaluasi dan Perbaiki Pelaksanaan PSBB
Hingga Minggu (19/4), jumlah warga Mimika yang terinfeksi COVID-19 bahkan sudah mencapai 32 orang. Dari 32 pasien positif COVID-19 itu, tiga pasien sudah meninggal dunia, empat pasien dinyatakan sembuh dan sisanya hingga kini masih menjalani perawatan pada sejumlah rumah sakit setempat seperti RSUD Mimika, RS Tembagapura dan Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika.
Data pada Posko Tim Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Mimika memaparkan bahwa saat ini juga terdapat sebanyak 52 Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang menjalani isolasi baik di shelter Wisma Atlet Mimika maupun melakukan isolasi mandiri, juga terdapat 152 Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan 259 Orang Tanpa Gejala (OTG).
BACA JUGA: Kementerian yang Dipimpin Luhut Binsar Bakal Pasang CCTV di Pabrik
Semakin banyaknya jumlah pasien positif COVID-19 yang dirawat di RSUD Mimika membuat pekerjaan para tenaga medis terutama di ruang isolasi pun semakin bertambah berat.
Apalagi jumlah tenaga medis yang bertugas di ruang isolasi yang setiap hari berhubungan dengan para pasien positif COVID-19 sangat minim, hanya beberapa orang.
BACA JUGA: Shelly, Perawat ke-16 yang Gugur Karena Menjalankan Tugas
Maka tidak heran, petugas medis yang hanya sekian orang itu terpaksa harus terus melayani pasien, dengan waktu istirahat yang hanya beberapa jam saja saat pergantian shift kerja.
Kisah perjuangan petugas medis yang bertugas di ruang isolasi RSUD Mimika itu diungkapkan oleh Karlina Kasim melalui unggahan video lewat akun facebook pribadinya pada 9 April 2020.
Saat itu, Karlina hanya bisa memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada putri sulungnya, Mishadina Naila Askar yang genap berusia 12 tahun melalui media sosial, tanpa bisa bertemu secara langsung.
Karlina mengaku bertugas sebagai perawat pada ruang isolasi khusus pasien COVID-19 RSUD Mimika sejak 4 April.
Sejak bertugas di ruang isolasi, ia memutuskan tak lagi pulang ke rumah, walau hanya sekejap saja untuk bisa bertemu suami dan kedua buah hatinya.
Suami Karlina bertugas sebagai anggota Polri di Polres Mimika yang juga setiap saat selalu berpatroli untuk mengimbau warga agar tetap tinggal di rumah guna menghindari diri dari penularan COVID-19.
"Sekarang anak-anakku kutitip sama tantenya. Saya menginap di RS (RSUD Mimika). Suami patroli terus. Kami berempat benar-benar terpisah," tutur Karlina yang mengunggah video dalam akun facebooknya sambil mengenakan pakaian hazmat ketat yaitu Alat Pelindung Diri (APD) yang dikenakan oleh para petugas medis dalam penanganan pasien COVID-19.
Karlina mengaku dirinya bersama rekan-rekan petugas medis lain yang juga bertugas di ruang isolasi khusus pasien COVID-19 RSUD Mimika semuanya dilarang untuk melakukan kontak dengan keluarga.
Selama tinggal di rumah sakit, ia dan rekan-rekannya bahkan merelakan diri tidak dibezuk oleh para kerabat. "Risiko sekali kalau keluarga mau jenguk saya," ujarnya.
Selain penanganan teknis medical, para petugas medis juga membantu para pasien tetap kuat melawan ganasnya COVID-19.
Para pasien yang sebagian besar merupakan ibu-ibu rumah tangga seringkali bercengkrama dengan para petugas medis bahwa mereka sudah rindu untuk berkumpul bersama kembali dengan anggota keluarganya di rumah.
"Rata-rata pasien ibu-ibu bilang rindu ke pasar, rindu memasak untuk keluarga, rindu keluarga dan tetangga. Kami hanya kasih semangat dan bilang pasti bisa sembuh dan bisa pulang. Semangat ya bu? Ibu sehat kami bangga dan bahagia. Mereka bilang Tuhan Yesus memberkati," cerita Karlina.
Karlina mengaku sempat mengalami hipoksia atau kekurangan oksigen. Penglihatannya jadi gelap dan sekujur tubuh langsung berkeringat dingin. Untung rekan-rekannya cepat membantu.
"Saya bahagia dengan teman-teman di ruang isolasi, saling dukung dan membantu. Saya bahagia sekali punya tim seperti mereka. Saya mencintai pekerjaan ini," katanya.
Berjibaku dan berhadap-hadapan dengan risiko jadi korban penularan COVID-19, Karlina hanya meminta hal sederhana yaitu warga tetap berada atau tinggal di dalam rumah.
Berada di dalam rumah, katanya, menjadi cara paling efektif alias obat paling manjur atau mujarab untuk memutus rantai penularan COVID-19.
"Tidak ada lain, stay at home (tinggal di rumah). Bantu kami putuskan rantai (penularan COVID-19) ini. Tolong jangan keluar-keluar, virus ini tidak main-main," pesannya.
Tambah tenaga medis
Juru Bicara Tim Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Kabupaten Mimika Reynold Ubra mengakui tugas para tenaga medis di ruang isolasi khusus pasien COVID-19 di RSUD Mimika semakin berat dengan penambahan banyak PDP yang dirawat, apalagi rumah sakit milik Pemkab Mimika itu merupakan salah satu rumah sakit rujukan penanganan COVID-19 di Provinsi Papua.
"Memang ada kendala ketika jumlah pasien dalam pengawasan meningkat, terutama yang menjalani isolasi di rumah sakit maka harus ada penambahan tenaga agar mereka bisa secara bergantian bekerja," kata Reynold.
Sejauh ini, kata Reynold, hampir seluruh tenaga medis yang bertugas di RSUD Mimika maupun pada fasilitas pelayanan Call Center 119 masih sehat. Namun ada beberapa petugas medis termasuk dokter di Mimika ada yang sudah berstatus PDP, ODP, OTG lantaran pernah menjalin kontak dengan pasien positif COVID-19 saat penanganan awal kasusnya di fasilitas kesehatan.
Reynold mengatakan sejak kasus COVID-19 positif di Mimika ditemukan, semua faskes sudah menerapkan prinsip bahwa seluruh pasien yang datang ke faskes harus dianggap sebagai pasien infeksius sehingga semua petugas kesehatan harus mengenakan APD standar satu hingga standar tiga.
Dalam perang melawan penularan COVID-19, para tenaga medis sejatinya ada di pertahanan terakhir.
Garda terdepan dalam perang pandemi ini adalah warga sendiri dengan mempertahankan sikap dan tindakan tetap berada di dalam rumah, dan jika terpaksa keluar rumah hanya untuk urusan yang sifatnya darurat.
Para tenaga medis ini juga seperti pasien yang sementara diisolasi, rindu berkumpul dengan keluarga. Dengan tetap berada di dalam rumah maka akan sangat membantu pekerjaan tenaga medis, setidaknya mengurangi jumlah pasien yang harus mereka tangani. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fajar W Hermawan