Perkembangan Kasus Heboh Wanita Tanpa Busana ke Bandara

Rabu, 18 Januari 2017 – 06:00 WIB
Pengendara motor tanpa busana, Rus alias Dona (27), (rambut dikuncir) diperiksa di Unit PPA Polresta Pontianak, Senin (16/1) siang. Foto: OCSYA ADE CP/Rakyat Kalbar/JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Rusmiati alias Dona (27), wanita yang bermotor tanpa busana sehelai benang pun, dibawa penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polresta Pontianak ke RS Bhayangkara Anton Soedjarwo Polda Kalbar, Senin (16/1) malam. Dia menjalani tes urine.

Dua perempuan dan seorang lelaki yang diketahui merupakan rekan Dona menemaninya menjalani proses uji air seni.

BACA JUGA: Wanita Bermotor Tanpa Busana ke Bandara Itu Ternyata..

Pemeriksaan urine dilakukan dalam mobil warna putih milik rekan Dona di parkiran RS Bhayangkara.

Lantaran perempuan kelahiran 1989, Sukabumi, Jawa Barat, tersebut tidak mau turun dari mobil.

BACA JUGA: Lihat! Wanita Tanpa Busana Kendarai Motor ke Bandara

Hasilnya? Dalam urine Dona tidak terkandung obat-obatan terlarang.

Meski dari pengakuannya, dua hari sebelum mengendarai sepeda motor tanpa busana di Jalan Ahmad Yani Pontianak hingga ke Jalan Arteri Supadio Kubu Raya pada Minggu (15/1) siang, ia mengkonsumsi sabu.

“Hasil urinenya negatif. Artinya, yang bersangkutan tidak mengonsumsi narkoba hingga saat ini,” tutur Arif Budiman, Staf Urin Dokpol, Urusan Pelayanan Dokpol RS RS Bhayangkara Anton Soedjarwo Polda Kalbar, Senin malam.

Untuk memastikan kejiwaan dan psikis Dona, ia segera dibawa ke RS Jiwa Daerah Sungai Bangkong Pontianak oleh Dinas Sosial Pontianak, pada malam itu juga.

Hasil pemantauan dan pemeriksaan awal, Dona sebatas dicurigai mengalami gangguan jiwa.

“Saat tiba di ruang gawat darurat, dilakukan pemeriksaan oleh dokter jaga. Oleh dokter jaga diputuskan pasien perlu dirawat inap untuk dipantau perkembangan kondisi psikis atau kejiwaannya,” kata dr. Ferry Safariadi, Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong kepada Rakyat Kalbar (Jawa Pos Group), ditemui di ruangannya, Selasa (17/1).

Dia menjelaskan, informasi terakhir dari perawat yang menangani, kondisi kejiwaan Dona sudah mulai membaik setelah diberikan penanganan awal. Sudah ada perubahan.

“Respons yang bersangkutan baik, tutur bicaranya juga sudah baik,” ujarnya.

Tetapi, Ferry melanjutkan, kondisi saat ini tidak memastikan suasana kejiwaan Dona seutuhnya.

Karena dalam menguji kondisi kejiwaan seseorang perlu waktu pemeriksaan atau pemantauan yang cukup lama. Perlu tempo sekitar dua minggu untuk pemantauan dan pemeriksaan untuk bisa menentukan apakah Dona punya gangguan jiwa berat, ringan, sedang, atau tidak sama sekali.

“Bisa saja hari ini membaik, besok berubah lagi. Makanya perlu waktu untuk memantau pasien ini,” tegasnya.

Namun, ia tak memungkiri kemungkinan Dona mengalami gangguan jiwa jika dilihat dari gejala atau kecurigaan sementara.

Faktor kecurigaan itu dilihat dari aksi heboh yang dilakukan Dona di luar batas kewajaran orang normal beberapa hari lalu.

Termasuk dari tutur bicaranya, perilakunya, dan rasa ketakutan atau halusinasinya saat dokter memeriksanya.

“Rasanya tidak mungkin orang normal bisa berkelakuan seperti itu (bermotor tanpa kenakan busana). Ini menjadi salah satu faktor kecurigaan kita bahwa dia sudah mengalami gangguan jiwa. Karena dia melawan kaedah-kaedah masyarakat. Ada hal lain menjadi faktor kecurigaan kita,” ucap Ferry.

Hasil tes urine Dona di RSJ juga negatif. Sama halnya dengan tes di RS Bhayangkara.

Artinya, aksi tanapa busana mengendarai bermotor ang dilakukan Dona bukan karena pengaruh zat narkotika pada saat itu juga.

Tapi, bisa saja zat-zat narkotika yang sudah lama mendarah daging kembali mempengaruhi dan mengganggu kejiwaan Dona.

“Kondisi penggunaan narkoba dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya akan menimbulkan gangguan jiwa. Gambarannya ya seperti kasus (Dona, red) ini. Tapi saya tidak mengatakan kasus ini ada hubungannya dengan narkoba. Namun, kecurigaan kita ada ke arah situ,” paparnya.

Tambah Ferry, “Kita hanya sebatas curiga ya bahwa yang bersangkutan ada gangguan jiwa”.

Artinya, ia menegaskan kembali, perlu observasi lebih dalam. Sebab, gangguan jiwa tidak seperti gangguan fisik yang bisa cepat didiagnosa dan ditangani.

“Gangguan jiwa ini yang terganggu adalah alam pikiran. Jadi membutuhkan waktu lama untuk memunculkan kondisi alam pikirannya sampai timbullah kesimpulan akhir,” tekannya.

Lantas, bisakah orang dengan gangguan jiwa mengendarai sepeda motor dan menaati aturan berlalu lintas?

“Orang yang mengalami gangguan jiwa bisa membawa motor. Tetapi mungkin rambu-rambu lalu lintas tidak ditaati, termasuk hal berpakaian yang mungkin tidak sesuai dengan kondisi normal. Seperti pasien yang ini,” jawabnya.

Hingga kini, Dona masih dirawat di ruangan Melati RSJ. Selama masa observasi, ia tak boleh dijenguk.

Bahkan, pihak keluarga pun tidak bisa bertemu jika belum ada keputusan dari dokter yang menangani Dona.

“Nanti, jika kondisi yang bersangkutan sudah normal, maka kita akan kembalikan kepada siapa yang menyerahkan. Dalam hal ini, ya Dinsos Kota Pontianak,” pungkas Ferry.

Soal penggunaan Narkoba yang mempengaruhi kondisi psikologis dalam waktu lama ini diamini Maria Nofaola.

Ia seorang psikolog yang kini berkerja di klinik psikologis RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie.

"Dalam jangka waktu yang panjang, penggunaan narkoba bisa mempengaruhi syaraf otak, yang kemudian akan menimbulkan gangguan kejiwaan,” terang dia ketika Rakyat Kalbar meminta pendapatnya.

Lanjutnya, gangguan kejiwaan apa yang muncul itu bergantung banyak faktor. Mulai dari berapa lama menggunakan, berapa dosisnya, apa yang dia alami, kepribadiannya, dan sebagainya.

Apakah bisa sampai berkendara bugil? “Ya, bisa saja terjadi. Tapi tidak semua pengguna narkoba akan melakukan dan mengalami hal itu ya", terang Maria.

Pada umumnya, ia menyebut, seseorang yang tanpa busana di depan publik bisa karena stres berat atau karena gangguan jiwa berat (psikotik).

“Kalau pengguna narkoba sampai telanjang, berarti dosis obatnya sudah sampai merusak kesadaran dan dia tidak dapat mengontrol perilakunya,” paparnya.

Imbuh Maria, "Sebenarnya, berdasarkan kode etik psikolog, saya tidak boleh menjelaskan sesuatu yang tidak ditangani langsung. Jadi, untuk tahu kenapa si perempuan itu naik motor tanpa busana, harus ada pemeriksaan psikologi juga”.

Di sisi lain, Kasat Reskrim Polresta Pontianak, melalui Kanit Ekonomi Iptu Siko menduga Dona mengalami depresi.

“Ada tekanan pada diri yang bersangkutan. Yang bersangkutan saat bicara belum stabil,” tutur Siko, kemarin.

Meski begitu, proses hukum kasus asusila yang ditimpakan ke Dona tetap berlanjut. Ia dikenakan pelanggaran pasal 281 KUHP tentang tindak pidana merusak kesopanan di muka umum.

“Kasus tetap lanjut, kita tinggal menunggunya kembali sadar. Mungkin butuh waktu seminggu yang bersangkutan akan kembali normal,” ujarnya.

Dona, lanjut dia, tidak ditahan mengingat ancaman hukumannya di bawah lima tahun penjara. “Maksimal dua tahun delapan bulan,” tegas Siko.

Sementara itu, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Barat, Nasrullah menyebut, yang terjadi pada Dona bukan sesuatu yang umum terjadi.
“Itu kasuistik ya, karena jika benar pengakuannya kalau dia pakai narkoba dua hari sebelumnya, harusnya masih bisa dideteksi dengan tes urine,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya di kantor BNNP Kalbar, jalan Parit H. Husin II, Pontianak, kemarin.

Lanjut dia, tes urine harusnya masih bisa mendeteksi seseorang telah terpapar narkotika hingga 7 hari setelah ia menggunakannya.

“Tapi jika hasil pemeriksaannya negatif, ya kita tidak berani berandai-andai,” paparnya.

Apakah efek narkoba dapat memberi efek seperti yang terjadi pada Dona, Nasrullah menyatakan bahwa ia tidak bisa memastikan karena bukan pihaknya yang melakukan pemeriksaan.

“Ya, semua narkoba, tidak hanya sabu yang merusak kesadaran. Jadi bisa saja aksi itu merupakan dampak narkoba yang dipakainya, tapi kan hasilnya negatif,” terang Nasrullah.

Tapi apakah seorang yang sedang menggunakan narkoba masih bisa berkendara dengan lancar?

“Itu kembali lagi tergantung orang dan kasusnya, berapa lama dia sudah makai, apa barang yang dipakai, dan kapan dia makainya? Itu semua kan harus dilihat, jadi sulit digeneralisir,” tukasnya.

“Secara umum, narkoba jenis apapun ya seperti itu, tapi reaksinya pada masing-masing orang akan berbeda-beda,” tegas Nasrullah.

Ia menyatakan, polisi sebaiknya mencari kemungkinan penyebab lain dari perilaku abnormal yang ditunjukkan Dona berhubung hasil tes urinnya yang berseberangan dengan pengakuan yang bersangkutan.

“Entah itu hanya alibi, atau bisa juga mabuknya karena minuman keras, atau dia mengalami depresi, itu harus ditanyakan ke psikiater,” tegasnya.

BACA: Lihat! Wanita Tanpa Busana Kendarai Motor ke Bandara

Yang pasti, BNN tidak punya peran dalam penanganan kasus tersebut.

“Kalau hasilnya tadi positif, kita bisa turun, bisa tawarkan rehabilitasi kepada dia. Tapi hasilnya negatif, ya kita tidak bisa,” pungkas Nasrullah. (ocs/ach/kha/man)

 


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler