JAKARTA - Penyakit jantung masih menjadi penyakit mematikan di Indonesia. Angka kejadian penyakit jantung pun terus meningkat setiap tahunnya.
Hal tersebut menjadi fokus utama bagi Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki). Pengurus Pusat (PP Perki) masa bakti 2012-2014 yang baru saja dilantik, sudah memiliki agenda besar berupa program promotif dan preventif dalam upaya menanggulangi penyakit kardiovaskular tersebut.
"Pada program kepemimpinan Perki periode 2012-2014, ada komitmen kami untuk melaksanakan program besar yang menyatu dengan program Pemerintah di Kemenkes, khususnya mengenai Penanggulangan Penyakit Tidak Menular. Dalam kaitan ini, kami akan menggerakkan program promotif dan preventif penyakit kardiovaskuler," urai Ketua PP Perki Prof DR D. Rochmad Romdoni SPPD,SPJP, usai acara pelantikan PP Perki 2012-2014 di Hotel Four Seasons, Jakarta kemarin (8/7).
Sebagai upaya merealisasikan program tersebut, Romdoni menuturkan, pihaknya menggandeng sejumlah pihak yang ditandai dengan penandatangan Nota Kesepahaman. Di antaranya, Kemendikbud, Kemenkes, Kemenkominfo, BKKBN, Rumah Sakit Harapan Kita, Yayasan Jantung Indonesia, dan Jawa Pos Group.
"Kami berharap, dengan kerjasama ini, program ini dapat dilakukan dengan maksimal. Dalam program ini nantinya akan meliputi upaya pendidikan, penyuluhan dan upaya-upaya lain yang bersifat preventif dan promotif pada penyakit kardiovaskuler," jelas dia.
Romdoni memaparkan, upaya promotif dan preventif memegang peranan penting dalam menanggulangi penyakit kardiovaskuler. Dia mencontohkan, angka kejadian penyakit jantung di Amerika turun 20 persen, sementara di "Australia hingga 30 persen penurunannya. Yang paling signifikan adalah penurunan angka kejadian penyakit jantung di Finlandia yang mencapai 40-50 persen.
"Semuanya dengan cara preventif dan promotif. Di Indonesia, justru sebaliknya, malah naik 20 persen karena preventifnya nggak jalan. Kita ngobati terus, sudah habis berapa saja itu biayanya. Nggak ada gunanya kalau tidak ada penekanan ke bawah tentang bagaimana bahaya penyakit jantung dan pencegahannya," papar Romdoni.
Untuk itu, lanjut dia, yang perlu dilakukan adalah terus melakukan sosialisasi mengenai upaya program pencegahan penyakit kardiovaskuler melalui kerjasama dengan pemerintah setempat dan pihak-pihak terkait, seperti Kemenkes, Kemendikbud, Kemenkominfo, BKKBN serta media. Selain itu, upaya tersebut juga harus ada intervensi dari pemerintah. Sekali lagi, dia mencontohkan di Amerika, sudah berlaku larangan menjual minuman manis dalam botol berukuran besar.
"Bolehnya yang berukuran kecil. Ini bukti pemerintahnya ikut intervensi. Intinya upaya pencegahan di Indonesia tidak berjalan maksimal. Karenanya, dibutuhkan campur tangan dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah untuk melakukan terobosan agar penderita penyakit jantung semakin menurun," imbuh Romdoni.
Wamenkes Ali Gufron Mukti menyatakan, pihaknya siap membantu menyosialisasikan program promosi dan preventif pada penyakit kardiovaskuler. Salah satunya melalui sosialisasi RPP Tembakau yang sebentar lagi disahkan.
"Semoga dengan RPP ini, ada perubahan perilaku menuju perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat. Karena rokok juga merupakan penyebab utama dari penyakit kardiovaskuler ini," jelas Ali. (ken/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Orangtua Harus Cerdas Pilih Tontonan untuk Anak
Redaktur : Tim Redaksi