Perlu Intervensi Pemerintah untuk Pengembangan Obat Modern Asli Indonesia

Kamis, 09 Januari 2020 – 17:07 WIB
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro saat meninjau proses pembuatan OMAI. Foto: Humas Kemenristek/BRIN

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendukung adanya hilirisasi riset Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) atau fitofarmaka.

Menurut Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro, untuk mendorong pengembangan OMAI, perlu ada intervensi pemerintah.

BACA JUGA: Bambang Brodjonegoro Ingin Ada Sinergitas Peneliti ABG

"Kami intinya akan mendorong inovasi dan hilirisasi OMAI agar lebih kuat lagi. Dan memberikan semangat kepada para peneliti kita untuk benar-benar menjadikan produknya sebagai produk komersial," kata Bambang saat kunjungan ke Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DBLS), Rabu (8/1).

Salah satu bentuk intervensi pemerintah adalah dengan melakukan pembelian produk-produk OMAI ini. Nah pembelian pemerintah, salah satunya selain pengadaan barang dan jasa ada juga lewat e-katalog. Jadi kalau ingin mendorong produk dalam negeri, yang ada tinggal langsung e-katalog tersebut.

BACA JUGA: Obat-obatan Fitofarmaka Diusulkan Masuk Program JKN

"Kami sedang bicara dengan LKPP nanti kami akan lakukan seleksi pada inovasi dalam negeri apapun, termasuk produk farmasi," ujarnya.

Dia mengapresiasi produsen obat yang berhasil membuat produk OMAI yang dihasilkan dari bahan baku dalam negeri. Langkah ini merupakan wujud hilirisasi industri seperti yang diharapkan oleh pemerintah.

BACA JUGA: BNPB Meyakini Bakal ada Bencana Besar, Siapkan Bekal

"Saya apresiasi Dexa Group yang telah menghasilkan produk riset dan teknologi yang inovatif berbahan baku keanekaragaman sumber daya biodiversitas asli Indonesia. Tentunya ini menjadi peran pemerintah untuk membantu hilirisasi industri agar semakin banyak dikonsumsi, dalam hal ini kami akan mengusulkan penggunaan obat-obatan fitofarmaka di program kesehatan pemerintah,” bebernya.

Menteri Bambang menyampaikan arahan khusus terkait pengembangan obat fitofarmaka di industri farmasi Indonesia. Salah satunya fokus dalam pengembangan obat fitofarmaka pada penyakit yang banyak ada di Indonesia. Dengan adanya pengelompokan penyakit bisa difokuskan kebutuhan riset obat yang dibutuhkan.

Direktur Eksekutif DLBS Raymond Tjandrawinata mengatakan, sebagai organiasi riset bahan alam saat ini DLBS sudah menghasilkan 18 produk berizin edar Fitofarmaka dari 26 produk fitofarmaka di Indonesia. Upaya itu merupakan langkah mendorong kemandirian bahan baku obat nasional sekaligus memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia.

"Melalui DLBS, Dexa Group melakukan kegiatan riset di tingkat hulu dengan mengembangkan ketersediaan farmasi dan memproduksi Active Pharmaceutical Ingredients (API) yang berasal dari makhluk hidup. Di tingkat hilir, inovasi pengembangan dari DLBS ini menghasilkan 18 produk berizin edar fitofarmaka dari 26 produk berizin edar Fitofarmaka di Indonesia," kata Raymond.

Saat ini DBLS sendiri telah menghasilkan OMAI di antaranya Inlacin yakni produk obat diabetes fitofarmaka berbahan baku bungur dan kayu manis yang telah diekspor ke Kamboja dan Filipina. Selain itu, produk fitofarmaka lainnya adalah Redacid berbahan baku kayu manis yang bermanfaat untuk mengatasi gangguan lambung. (esy/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler