Perlu Membentuk Koalisi Semipermanen Demi Wujudkan Cita-cita Indonesia Emas 2045

Senin, 25 Maret 2024 – 19:46 WIB
Pasangan Capres-Cawapres RI terpilih di Pilpres 2024 Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka. Foto: Arsip jpnn.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus peneliti senior Populi Center Usep Saepul Ahyar merespons hasil survey dari LSI Denny JA yang menyatakan mayoritas masyarakat sebesar 75,8 persen mendukung agar koalisi pemerintahan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memiliki koalisi semipermanen minimal selama 20 tahun yakni 2024-2045.

Menurut Usep, koalisi semipermanen dibutuhkan untuk melanjutkan kebijakan strategis pemerintah dalam rangka mendorong dan mewujudkan cetak biru Indonesia menjadi negara maju atau menyongsong Indonesia Emas 2045.

BACA JUGA: GBK Sebut Efek Jokowi Bikin Prabowo-Gibran Menang Mutlak di Jatim

“Survei itu kan persepsi masyarakat yang saya kira juga didasarkan mungkin pada pemikiran bahwa koalisi semi permanen itu untuk kontinuitas program atau kontinuitas menjalankan hal yang sifat strategis atau untuk hal-hal manajemen strategis sampai 2024, sehingga tidak bongkar pasang,” ujar Usep, Senin (25/3/2024).

Usep menyampaikan kebiasaan pemerintah ketika ganti pucuk pimpinan pemerintah maka akan ganti pula kebijakan yang diambil sehingga pembangunan tidak berjalan secara berkelanjutan.

BACA JUGA: PPP Beri Selamat Kepada Prabowo-Gibran

“Kebiasaan di kita begitu ganti jabatan ganti pejabat kemudian diubah tidak ada kontinuitas pembangunan padahal yang namanya pembangunan itu atau saat membangun peradaban atau infrastruktur saya kira butuh kontinuitas,” ucapnya.

Usep mencontohkan program pemindahan ibu kota negara (IKN) itu tidak bisa dikerjakan dalam satu periode yang hanya 5 tahun.

BACA JUGA: Kemenangan Prabowo-Gibran Didukung Peran Strategis Partai Golkar

Namun, harus juga konsisten dikerjakan meskipun IKN sudah menjadi amanat undang-undang.

Dia menyebut IKN akan berpotensi terhenti jika pemerintah penggantinya tidak memprioritaskan bisa beralasan keterbatasan anggara sehingga lebih mengutamakan kebijakan lain.

“Misalnya IKN, saya kira juga tidak bisa dibangun hanya satu rezim saja tapi juga dibangun oleh rezim yang lain baru bisa tercapai, kalau tidak misalnya prioritasnya sudah berbeda satu pemerintahan dengan pemerintahan yang lain mungkin fokusnya juga berbeda. Jadi, walaupun amanat undang-undang, tetapi kan ada juga capres yang kemarin ingin mengubah atau mengoreksi,” ucap Usep.

Lebih lanjut, Usep menyampaikan koalisi semipermanen pemerintahan Prabowo-Gibran juga dipercaya akan lebih gemuk dari pada yang oposisi.

Usep bercermin dari pilpres sebelumnya baik PKB, PPP, Nasdem yang saat ini masih di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM) diperkirakan akan merapat ke pemerintah kecuali kemungkinan besar PDIP dan PKS yang tetap berada di luar pemerintah.

“Karena hanya ada beberapa yang punya tradisi agak kuat menahan lapar di luar pemerintahan yang sudah terbukti kayak PDI Perjuangan itu pernah 10 tahun zaman SBY dia bertahan di luar dan mendapatkan simpati yang bagus di masyarakat. Kemudian, PKS juga di masa pemerintahan Jokowi selain itu saya kira tidak tahan godaan-godaan kekuasaan,” ungkapnya.

“PKB, PPP sama Nasdem juga belum pernah berada di luar pemerintah jadi selain dua itu saya kira potensinya sangat besar walaupun yang dua itu juga PKS, PDIP juga masih kemungkinan gabung karena pergaulan yang panjang juga dengan presiden terpilih Pak Prabowo,” imbuhnya.

Namun, Usep berharap meskipun nantinya terjadi koalisi pemerintahan yang gemuk dan semi permanen, harus tetap ada pihak oposisi yang mengontrol jalannya pemerintahan agar terjadi check and balances.

“Namun, jangan lupa ya demokrasi itu atau membangun koalisi semi permanen itu jangan sampai mematikan koalisi sehingga semuanya di satu sisi saja, justru adanya partai-partai itu untuk mengakomodasi berbagai kepentingan di masyarakat atau mengakomodasi kemajemukan di masyarakat baik kemajemukan latar belakang ataupun kemajemukan kepentingan,” paparnya.

“Jangan sampai akhirnya status quo jadi tidak ada check and balances, harus ada koalisi oposisi yang juga tetap mengontrol jalannya pemerintah jalannya eksekutif,” imbuhnya.

Menurut Usep, kestabilan pemerintahan Prabowo-Gibran perlu ditopang parlemen yang kuat dengan jumlah kursi koalisi yang lebih besar dari oposisi.

Namun, bagi pihak oposisi yang kalah jumlah kursi masih dapat berbuat banyak salah satunya dengan menjadi oposisi yang berkualitas untuk mengontrol setiap kebijakan pemerintah.

Dia menilai Prabowo kalau mau amannya memerintah harus merangkul minimal satu partai lagi yang punya kursi lebih banyak,” ujar Usep.

“Jadi, dalam hal ini misalnya Nasdem, tetapi lebih dari itu sebenarnya kalau menurut saya oposisinya itu harus lebih bermutu bukan sekadar jumlah, tetapi juga kualitas oposisinya atau sebaliknya juga kualitas kebijakan yang dihasilkan oleh eksekutif itu juga kemudian ukurannya lebih kepada mutu bukan hanya besar itu yang lebih substansi,” katanya

Dalam kontes politik, kata dia, jumlah juga penting akhirnya memang harus dipadukan di antara kedua itu soal kuantitas dan kualitas.

“Saya kira memang substansinya juga harus lebih diperkuat lagi program-programnya mungkin gagasan-gagasan itu juga harus lebih substantif lagi,” ujar Usep.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler