jpnn.com, JAKARTA - Upaya memberikan perlindungan anak pada masa pandemi harus dilakukan lebih ekstra lagi bukan saja karena tren angka kasus eksploitasi anak di Indonesia makin meningkat tetapi juga karena posisi anak yang lebih rentan selama masa pandemi Covid-19.
Hal tersebut disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani dalam Webinar bertajuk ‘Optimalisasi Literasi Digital: Eksploitasi Anak di Masa Pandemi’ di Jakarta, Jumat (23/7).
BACA JUGA: Komisi I DPR Gelar Uji Kepatutan dan Kelayakan Terhadap 33 Calon Dubes, Begini Harapan Aryani
Christina menegaskan angka kasus eksploitasi anak di Indonesia selama masa pandemi naik 2,5 kali lipat.
Simfoni PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) mencatat sebelum pandemi Covid 19 kasus kekerasan anak berada di angka 2.851 kasus. Namun saat pandemi meningkat drastis mencapai 7.190 kasus.
BACA JUGA: RS Kewalahan Tangani Pasien, KPAI Minta Ketersediaan Rujukan Perlindungan Anak
“Tentunya masih banyak yang luput dari pemantauan sehingga diperkirakan angkanya jauh lebih tinggi. Situasinya tidak bisa kita bilang biasa, kita perlu memberi perhatian lebih agar perlindungan anak di masa pandemi lebih ekstra lagi kita lakukan,” ungkap Christina.
Christina menjelaskan anak sering kali mengalami eksploitasi seksual dan ekonomi. Bentuk bujukan kepada anak untuk terlibat dalam aktivitas pornografi, perdagangan anak dan prostitusi menjadi ancaman besar anak Indonesia. Anak-anak juga sering dipekerjakan oleh orang dewasa untuk mendapat keuntungan ekonomi.
Menurut Christina bentuk-bentuk eksploitasi anak seperti ini sangat marak terjadi. Kondisi himpitan ekonomi pada ujungnya mengorbankan anak-anak. Ini sangat terbuka kita lihat di jalan-jalan. Termasuk di media sosial banyak sekali anak dimanfaatkan untuk aktivitas seksual.
“Jadi, isu ini terjadi di sekitar kita, dekat dengan keseharian kita dan membutuhkan perhatian agar kasus-kasus kekerasan anak bisa kita tekan,” kata politikus Golkar itu.
Christina juga melihat saat pandemi Covid -19 banyak anak Indonesia yang menjadi yatim-piatu karena orangtuanya meninggal akibat Covid. Situasi ini membuat kondisi anak sangat rentan eksploitasi dan karenanya perlu penanganan khusus.
“Pihak Rumah Sakit misalnya bisa melakukan pemilahan angka-angka kematian orang tua akibat Covid yang menjadikan anak mereka yatim piatu. Juga pihak RT/RW atau pemerintah bisa membuka aduan khusus agar anak-anak ini mendapat perhatian. Baru-baru ini KPAI juga mengingatkan ini dan kami mendukung agar ada perhatian,” kata Christina.
Dia berharap pandemi Covid-19 cepat usai dan meminta masyarakat disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Christina juga mendorong agar edukasi perlindungan anak selama masa pandemi dilakukan lebih gencar.
“Situasi krisis banyak melahirkan krisis baru jika kita tidak waspada. Demikian halnya Covid-19 yang telah melahirkan banyak krisis baru yang salah satunya berupa eksploitasi yang tengah mengancam anak Indonesia," ujar Christina.
Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, media, masyarakat umum dan juga DPR RI perlu bahu-membahu mengupayakan perlindungan anak Indonesia dilakukan lebih maksimal.
Selain Christina, Webinar yang merupakan kerja sama dengan BAKTI Kominfo ini juga menghadirkan narasumber lain yaitu Pakar Kehumasan Widodo Muktiyo dan Koordinator Advokasi dan Layanan Hukum ECPAT Indonesia Rio Hendra.(fri/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Friederich