jpnn.com, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo soal tidak ada larangan seorang kepala negara memihak terhadap calon tertentu dalam pemilu.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menilai dari pernyataan tersebut Jokowi hanya membaca Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu secara sepotong-sepotong, yakni hanya pada pasal 281, 299, dan 300, tanpa melihat konstruksi hukum kepemiluan secara utuh.
BACA JUGA: Yang Terhormat Presiden Jokowi, Tolong Simak Kritik Keras Perludem
Padahal, kata Khoirunnisa, pasal-pasal itu mengatur bahwa presiden dan wakil presiden memang berhak berkampanye dengan tetap memperhatikan tugas-tugas pemerintahan, asal menjalani cuti di luar tanggungan negara serta tidak menggunakan fasilitas jabatan.
Kemudian, pada pasal 282, undang-undang yang sama melarang pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
BACA JUGA: Perludem Merespons Soal Dinasti Politik di Pilpres 2024, Simak
Dia juga menjelaskan Pasal 283, UU Pemilu juga melarang para pejabat negara hingga ASN untuk melakukan kegiatan yang berpihak pada peserta pemilu tertentu, baik sebelum, saat, dan setelah kampanye.
"Dalam konteks ini, Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas adalah pejabat negara. Sehingga ada batasan bagi presiden dan pejabat negara lain, termasuk menteri untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, apalagi dilakukan di dalam masa kampanye," terang Khoirunnisa, Rabu (21/1).
BACA JUGA: Ada Indikasi Kecurangan Menguat, Perludem Minta Publik Bergerak Kawal Pemilu
Oleh karena itu, pernyataan Jokowi dinilai dangkal dan berpotensi menjadi pembenaran bagi presiden, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan di dalam Pemilu 2024.
"Apalagi, Presiden Jokowi jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024, sebab, anak kandungnya Gibran Rakabuming Raka adalah calon wakil presiden nomor urut 2, mendampingi Prabowo Subianto," kata Khoirunnisa Nur Agustyati.
Perludem menegaskan netralitas aparatur negara merupakan salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.
Dia juga menyebutkan jika tindakan presiden, apapun itu bentuknya dilakukan tidak dalam keadaan cuti, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu jelas adalah pelanggaran pemilu.
"Termasuk juga tindakan menteri, yang melakukan tindakan tertentu yang menguntungkan peserta pemilu tertentu," ungkapnya.
Perludem pun mendesak Jokowi untuk menarik pernyataan terkait kampanye tersebut.
"Pernyataan itu berpotensi menjadi alasan pembenar untuk pejabat negara dan seluruh aparatur negara untuk menunjukkan keberpihakan politik di dalam penyelenggaraan pemilu," kata Khoirunnisa.
Pernyataan Jokowi itu juga berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu dipenuhi dengan kecurangan, dan menimbulkan penyelenggaraan pemilu yang tidak fair dan tidak demokratis.
Perludem juga mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk secara tegas dan bertanggungjawab menyelesaikan dan menindak seluruh bentuk ketidaknetralan dan keberpihakan aparatur negara dan pejabat negara.
"Kerangka hukum di dalam UU Pemilu dapat disimpulkan ingin memastikan semua pejabat negara yang punya akses terhadap program, anggaran, dan fasilitas negara untuk tidak menyalahgunakan jabatannya dengan menguntungkan peserta pemilu tertentu," pungkas Khoirunnisa.(mcr8/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra