Perlukah Pelabelan BPA Galon? Begini Kata Pakar Kimia ITB

Kamis, 04 November 2021 – 05:13 WIB
Air kemasan galon isi ulang. Ilustrasi Foto: JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat ini tengah mewacanakan pemberian label lolos uji keamanan pangan pada kemasan air minum dalam kemasan (AMDK).

Menanggapi hal itu, pakar kimia ITB Ahmad Zainal, meminta agar label itu tidak hanya diberlakukan kepada satu produk pangan saja, tapi untuk semua produk pangan.

BACA JUGA: Shandy Aulia Bakal Diperiksa Terkait Dugaan Kasus Judi Online

“BPOM harus fair juga terkait pelabelan itu, karena makanan dan minuman kan tidak cuma galon. Ini ada aturannya BPOM-nya yang menyebutkan bahwa jaminan keamanan pangan itu dilakukan pada semua produk pangan,” ujar Zainal.

Dia menuturkan keinginan BPOM untuk melakukan pelabelan itu berawal dari adanya kegelisahan masyarakat yang diakibatkan dihembuskannya isu soal bahaya Bisfenol A (BPA), yang ada di dalam galon berbahan Policarbonat (PC).

BACA JUGA: Pria Ini Gunakan Saham Perusahaan Apple Sebagai Mahar Pernikahan, Nilainya Wow!

Menurut Zainal, pelabelan itu secara scientific sebenarnya tidak perlu dilakukan karena sudah ada jaminan dari BPOM dan Kemenperin bahwa produk-produk air kemasan galon aman untuk digunakan.

Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan BPOM sudah terbukti migrasi BPA dalam galon itu masih dalam batas aman atau jauh di bawah ambang batas aman yang sudah ditetapkan BPOM.

BACA JUGA: Sepupuan Sama Vincent Verhaag, Celine Evangelista kok gak Diundang ke Pernikahannya dengan Jedar?

Produk-produk itu juga sudah berlabel SNI dan ada nomor HS-nya yang menandakan produk itu aman.

Bahkan, kata Zainal, Kemnekominfo juga sudah menyatakan bahwa isu BPA berbahaya galon itu hoaks.

“Jadi saya sampaikan waktu itu dari sisi scientific atau fakta ilmiah tidak perlu diberlakukan pelabelan itu. Cuma, BPOM waktu itu beranggapan bahwa psikologi masyarakat perlu diredam karena berita-berita hoaks yang sudah meresahkan di masyarakat,” katanya.

Kalau pelabelan itu diberlakukan, menurut Zainal, yang dirugikan justru para konsumen. Karena, pelabelan itu jelas akan menambah cost.

“Walaupun industri itu nambah biaya, tapi ujungnya itu akan dibebankan lagi kepada para konsumen. Kalau dari sisi itu, pasti aka nada penolakan nanti dari pihak konsumen,” tukasnya.

Berbicara soal berbahaya, Zainal mengungkapkan bahwa semua bahan kimia yang ada dalam kemasan pangan itu berbahaya, termasuk plastik berbahan PET atau sekali pakai yang mengandung etilen glikol yang bisa merusak otak manusia jika dikonsumsi secara berlebihan.

“Termasuk garam dapur pun itu bahan dasarnya yang berasal dari Klor dan Natrium sangat berbahaya. Tapi setelah menjadi garam dapur, kan malah digunakan untuk masakan. Jadi, sama saja dengan etilen glikol dan BPA itu, kalau sudah membentuk polimer bisa digunakan untuk kemasan pangan,” ujarnya.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo, juga mempertanyakan adanya wacana BPOM yang akan mengeluarkan kebijakan soal pelabelan itu.

Dia mengutarakan seharusnya BPOM perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum membuat wacana pelabelan itu.   

Seharusnya, kata Edy, BPOM  perlu lebih berhati-hati dalam melakukan setiap kebijakan yang akan berdampak luas terhadap masyarakat.

“Mestinya setiap kebijakan harus ada RIA (Risk Impact Analysis) yang mempertimbangkan berbagai dampak, antara lain teknis, kesehatan, keekonomian, sosial, dan lain-lain,” tutur Edy.(chi/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler