jpnn.com - JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU PNBP) dan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Permohonan ini diajukan oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII).
"Menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seleruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Arief Hidayat saat membacakan amar putusan, di ruang sidang Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (19/3).
BACA JUGA: Telisik Aset Fuad Amin, KPK Geledah Rumah Pengusaha Besi Tua
Mahkamah berkesimpulan bahwa pengaturan PNBP melalui peraturan di bawah UU adalah konstitusional. Karena itu, peraturan pemerintah (PP) tentang jenis dan tarif pungutan PNBP dapat dibenarkan.
Ditemui usai sidang, pemohon yang juga Ketua Umum APJII, Samuel Abrijani Pangerapan mengaku tidak kecewa dengan putusan MK. Menurutnya, tujuan dari gugatan ini adalah untuk mencari kepastian hukum terkait BNPB dan bukan kemenangan.
BACA JUGA: KPI Minta Ahok Jangan Omongan di Televisi
Dikatakannya, selama ini pemerintah dapat seenaknya menguba jenis pungutan dan cara penghitungan BNPB melalui PP. Akibatnya, banyak pelaku industri internet yang kebingungan dengan peraturan pungutan PNBP.
"Pengalamannya setiap tahun terjadi perubahan (peraturan), dari cara penghitungannya. Kita bukan tidak ingin membayar, yang ingin kita pastikan dalam berbisnis," ucap dia.
BACA JUGA: Lacak Pengancam Bunuh Jokowi
Selanjutnya, sambung Samuel, APJII akan fokus dalam mengawal UU BNBP yang sudah masuk dalam daftar prolegnas di DPR RI. Pihaknya akan mendesak agar penetapan jenis PNBP diatur secara tegas di dalam undang undang.
"Sehingga tidak tiba-tiba ada jenis (pungutan) baru, bila ada maka harus seijin DPR dulu. Nah ini yang akan kami kawal di DPR mengenai revisi BNBP itu sendiri," pungkasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berapa DPD Golkar Gabung Agung? Ini Klaim yang Angkanya Wow
Redaktur : Tim Redaksi