jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah ingin membangun pabrik minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak makan merah (red palm oil/RPO) mini berbasis koperasi. Hal itu dianggap sebagai solusi menyerap tandan buah segar (TBS) dari petani sawit yang terkadang sulit dijual, harganya rendah, atau petani tidak punya teknologi untuk mengolah sawitnya menjadi CPO dan RPO.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop-UKM) Teten Masduki dalam keterangannya setelah mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (18/7).
BACA JUGA: Perintah Pak Luhut Binsar: Percepat Ekspor CPO!
"Pak Presiden tadi sudah menyetujui untuk pembangunan minyak makan merah berbasis koperasi. Ini saya kira akan menjadi solusi karena 35 persen produksi sawit atau CPO ini berasal dari petani mandiri, petani swadaya. Kalau dilihat dari luas lahannya 41 persen lebih," kata Teten.
Menurut dia, pabrik itu juga bisa menjadi solusi bagi distribusi dan suplai minyak makan kepada masyarakat. Sebab, dia menilai minyak makan merah ini sudah diketahui sehat, kandungan proteinnya dan vitamin A-nya tinggi.
BACA JUGA: Mendag Sidak Pasar di Cirebon, Harga Minyak Goreng Aman, Daging Ampun-Ampunan
Teten menjelaskan, saat ini teknologi produksi untuk minyak makan merah sudah dirancang oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Kota Medan. Teten berharap PPKS dapat segera membuat detail engineering design (DED) sehingga mesin tersebut bisa segera diproduksi untuk menjadi proyek pilot.
"Kami akan putuskan (pilotnya di mana), tetapi salah satunya tentu Sumatra, Kalimantan. Tetapi ada koperasi-koperasi yang juga secara keuangan mereka bisa membangun sendiri dengan keuangan dan mereka juga, kan, koperasi ini punya anggota cukup besar dan anggotanya juga UMKM. Jadi saya optimistis minyak makan merah ini karena sehat dan juga bisa lebih murah, ini bisa diterima oleh pasar," ungkap Teten.
BACA JUGA: Cari Minyak Goreng Murah? Coba Cek Promo JSM Alfamart!
Menurut Teten, pihaknya mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar pada Januari 2023 pembangunan pabrik CPO dan RPO berbasis koperasi ini sudah dimulai. Teten menargetkan PPKS bisa menyelesaikan DED-nya paling lambat pada Agustus 2022 mendatang. Apabila telah selesai maka bisa langsung masuk ke tahap produksi dengan melibatkan BUMN maupun swasta.
Lebih lanjut, Teten menjelaskan satu pabrik CPO dan RPO mini membutuhkan investasi sebesar Rp 23 miliar dengan return of investment (ROI) 4,3 tahun. Menurutnya, investasi tersebut untuk produksi sebanyak 10 ton minyak makan merah per hari.
Adapun untuk investasinya bisa diintegrasikan dengan working capital, dengan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dengan bunga 5 persen, untuk mesinnya bisa dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan untuk pengembangan sawit di on-farm bisa dengan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Himbara.
"Jadi, dalam model kami si koperasi membeli tunai sawitnya, TBS-nya dari petani sehingga si petani itu tidak lagi dipusingkan harus menjual sawitnya ke mana. Lalu koperasi mengolahnya menjadi CPO dan menjadi RPO dan kemudian mereka pasarkan. Kalau ini terintegrasi dengan program (pengurangan) stunting, juga misalnya PTPN menjadi offtaker, ya, selain juga petani bisa menjual sendiri," lanjutnya.
Untuk mencapai target produksi 10 ton per hari, Teten menjelaskan sawit yang dibutuhkan sekitar 50 ton per hari atau seribu hektare. Untuk itu, pemerintah menargetkan setiap seribu hektare lahan sawit, ada satu pabrik CPO dan RPO mini ini.
"Sekarang sudah ada sebenarnya beberapa koperasi petani sawit yang luasan lahannya di atas seribu hektare. Ini sudah siap, baik yang di Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan. Tetapi Pak Presiden sekali lagi minta piloting dulu. Ini juga kami nanti akan kerja samakan juga dengan PTPN," ucapnya.
Di akhir keterangannya, Teten menegaskan kebijakan ini merupakan upaya yang dilakukan pemerintah sebagai solusi atas dua hal, yakni stabilitas harga TBS petani dan suplai minyak goreng. Teten berharap dengan adanya pabrik CPO dan RPO berbasis koperasi, kesejahteraan petani sawit bisa membaik.
"Ya, ini optimalisasi jadi hilirasi sawit rakyat yang selama ini mereka jual sawitnya ke industri. Mereka selalu ada problem dengan harga TBS yang tidak stabil, atau mereka terlambat diserap itu susut 20 persen kan semalam, sehingga petani dirugikan. Kalau sekarang petani mengolahnya sendiri dengan punya pabrik pengolahan CPO dan RPO-nya, saya kira nilai tukar petani akan baik, kesejahteraan petani akan lebih baik," tandasnya. (tan/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penjelasan Zulhas soal Bagi-Bagi Minyak Goreng saat Kampanye
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga