JAKARTA - Ketua Komisi II DPR, Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan pernyataan maaf Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Singapura dan Malaysia terkait asap kebakaran hutan di Riau merupakan tindakan salah kaprah.
"Pernyataan maaf dari Presiden SBY itu salah kaprah. Mestinya diselesaikan dengan cara-cara yang lebih terhormat menggunakan jalur diplomasi yang didasari prinsip ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian dan keadilan sosial," kata Agun Gunanjar Sudarsa, dalam Dialog Pilar Negara bertema 'Asap dan Jatidiri Bangsa', di gedung Nusantara IV, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (1/7).
Andai diperlukan juga pernyataan maaf lanjut politisi Partai Golkar, cukup disampaikan oleh seorang direktur di Kementerian Kehutanan saja. Pernyataan maaf dari seorang Presiden RI atas sampainya asap Riau ke Singapore dan Malaysia terlalu merendahkan harkat dan martabat bangsa ini di mata internasional.
"Mestinya kan dinegosiasi saja dalam kerangka ikut serta melaksanakan kemerdekaan, ketertiban dunia berdasarkan perdamaian dan keadilan sosial. Tidak ada kaitannya dengan minta maaf," tegas Agun.
Melalui panggung negosiasi tersebut lanjutnya, Indonesia mestinya juga mempertanyakan kebijakan Malaysia terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI). "Terhadap Singapore, Indonesia juga bisa mengkritisi kenapa hingga saat ini mereka tidak memiliki undang-undang pencucian uang sehingga ratusan triliun uang haram Indonesia mengalir ke Singapore," ujar Agun.
Terakhir dia menegaskan, permintaan maaf tidak akan pernah mengatasi masalah. Tapi harus berdasarkan konstitusi antara negara. Apalagi soal hutan yang dalam prakteknya menjadi paru-paru dunia.
"Ini intinya negosiasi saja. Malaysia dan Singapore jangan hanya bisa teriak-teriak agar hutan jangan dibabat, tapi tidak mau secara bersama-sama ikut memeliharnya," kata Agun Gunandjar Sudarsa. (fas/jpnn)
"Pernyataan maaf dari Presiden SBY itu salah kaprah. Mestinya diselesaikan dengan cara-cara yang lebih terhormat menggunakan jalur diplomasi yang didasari prinsip ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian dan keadilan sosial," kata Agun Gunanjar Sudarsa, dalam Dialog Pilar Negara bertema 'Asap dan Jatidiri Bangsa', di gedung Nusantara IV, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (1/7).
Andai diperlukan juga pernyataan maaf lanjut politisi Partai Golkar, cukup disampaikan oleh seorang direktur di Kementerian Kehutanan saja. Pernyataan maaf dari seorang Presiden RI atas sampainya asap Riau ke Singapore dan Malaysia terlalu merendahkan harkat dan martabat bangsa ini di mata internasional.
"Mestinya kan dinegosiasi saja dalam kerangka ikut serta melaksanakan kemerdekaan, ketertiban dunia berdasarkan perdamaian dan keadilan sosial. Tidak ada kaitannya dengan minta maaf," tegas Agun.
Melalui panggung negosiasi tersebut lanjutnya, Indonesia mestinya juga mempertanyakan kebijakan Malaysia terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI). "Terhadap Singapore, Indonesia juga bisa mengkritisi kenapa hingga saat ini mereka tidak memiliki undang-undang pencucian uang sehingga ratusan triliun uang haram Indonesia mengalir ke Singapore," ujar Agun.
Terakhir dia menegaskan, permintaan maaf tidak akan pernah mengatasi masalah. Tapi harus berdasarkan konstitusi antara negara. Apalagi soal hutan yang dalam prakteknya menjadi paru-paru dunia.
"Ini intinya negosiasi saja. Malaysia dan Singapore jangan hanya bisa teriak-teriak agar hutan jangan dibabat, tapi tidak mau secara bersama-sama ikut memeliharnya," kata Agun Gunandjar Sudarsa. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaksa Janji Hadirkan Mantan Menkes di Sidang Korupsi Alkes
Redaktur : Tim Redaksi