Pernyataan Terbaru Helena Lim Saat Sidang Kasus Korupsi Timah

Sabtu, 14 Desember 2024 – 11:11 WIB
Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis dan selebgram, Helena Lim di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (22/7/2024). Foto: ANTARA/Luthfia Miranda Putri

jpnn.com, JAKARTA - Selebgram Helena Lim kembali menjalani sidang karus korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (12/12).

Dalam sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi itu, dia menyampaikan sejumlah pernyataan penting.

BACA JUGA: Helena Lim Ceritakan Jadi Yatim Hingga Jualan Nasi & Keripik saat Bacakan Pleidoi

Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) itu membantah jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung yang menyebut bahwa QSE merupakan alat pengumpul dana keuntungan kerja sama smelter.

"Saya menyatakan penolakan keras," kata Helena Lim dilansir Antara.

BACA JUGA: Sidang Kasus Korupsi Timah, Helena Lim Bantah Soal Ini

Perempuan yang kerap disapa Crazy Rich PIK itu menjelaskan, pembelian valuta asing oleh terdakwa Harvey Moeis dan terdakwa lainnya bukan transaksi fiktif serta bukan merupakan tindakan bantuan alat pengumpulan dana, melainkan transaksi pembelian valuta asing.

Helena Lim menyatakan valuta asing yang dibeli oleh para terdakwa pun sudah diterima dengan lengkap dan sudah diakui. Adapun keuntungannya kurang lebih sama dengan keuntungan jasa money changer atau penukaran uang lainnya.

BACA JUGA: Soal Stigma Crazy Rich PIK, Helena Lim: Saya Membayar dengan Harga Diri

"Tidak ada suatu keuntungan lebih sehingga dapat dianggap sebagai dasar argumentasi bahwa saya dan/atau PT QSE berperan sebagai alat pengumpul dana keuntungan kerja sama smelter," jelas Helena Lim.

Pada sidang terakhir, Helena Lim mengakui sudah melakukan kelalaian administrasi sebelum mengenal Harvey Moeis dan terdakwa lainnya.

Meski demikian, dia mengeklaim tidak ada urusan dan tidak mau tahu soal smelter Harvey Moeis dengan PT Timah Tbk.

"Saya merasa sangat tidak adil dan sangat dizalimi oleh jaksa penuntut umum. Hanya karena saya seorang figur publik, dijadikan chopping board, talenan oleh jaksa penuntut umum," lanjut Helena Lim.

Pada sidang Kamis (5/12) lalu, jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung Ardito Muwardi dalam Pengadilan Tipikor Jakarta menuntut Helena Lim untuk dijatuhi pidana selama 8 tahun penjara terkait dengan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015–2022.

JPU menilai Helena melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 56 ke-1 KUHP.

Selain itu, JPU turut menuntut agar majelis hakim menghukum Helena Lim dengan denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

Helena Lim kemudian dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti Rp210 miliar dengan memperhitungkan aset yang telah dilakukan penyitaan.

Dalam kasus korupsi timah, Helena Lim didakwa membantu Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin untuk menampung uang hasil korupsi timah sebesar 30 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp420 miliar.

Uang korupsi diduga berasal dari biaya pengamanan alat processing atau pengolahan untuk penglogaman timah sebesar 500 dolar AS hingga 750 dolar AS per ton, yang seolah-olah merupakan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) empat smelter swasta dari hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Keempat smelter swasta dimaksud yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.

Helena Lim juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas keuntungan pengelolaan dana biaya pengamanan sebesar Rp900 juta, dengan membeli 29 tas mewah, mobil, tanah, hingga rumah untuk menyembunyikan asal-usul uang haram tersebut.

Atas perbuatannya, Helena Lim didakwa merugikan negara senilai total Rp300 triliun dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah pada tahun 2015-2022. (antara/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler