JAKARTA--Mulai tahun ini pengelola Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) akan mendata secara rinci penyakit masyarakat yang muncul akibat rokok. Sejalan dengan munculnya pertimbangan apakah perokok layak mendapatkan layanan ini atau tidak.
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, mengatakan sejauh ini pihaknya tidak memiliki data detil dari berapa banyak masyarakat yang jatuh sakit murni akibat produk rokok. Padahal data ini diperlukan seiring dengan mulai munculnya wacana apakah perokok layak mendapatkan fasilitas Jamkesmas atau tidak.
Nafsiah menegaskan hal ini memang sangat layak untuk dipertimbangkan. Meskipun akan terbentur hal lain karena dalam Peraturan Pemerintah 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau, tidak ada larangan merokok. Sehingga akan ada tarik ulur dalam konteks hak asasi.
"Tetapi sebagai sebuah isu moral, ini perlu dipertimbangkan. Silakan masyarakat dulu yang menilai. Dana Jamkesmas tahun ini kan sebesar Rp 7,4 triliun. Katakan lah ada Rp 2 triliun di antaranya untuk penyakit akibat rokok, luar biasa besar kan?" pikirnya saat sosialisasi PP 109 tahun 2012 di kantornya, Rabu (23/1).
Dana sebesar Rp 2 triliun diasumsikan Nafsiah itu mengacu kepada data Litbang Kemenkes seperti dipaparkan Koordinator Unit Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Kemenkes, Soewarta Kosen. Pada 2010, pembelian rokok menembus Rp 138 triliun. Biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan mencapai Rp 2,11 triliun; Rp 1,85 triliun di antaranya rawat inap dan Rp 0,26 triliun rawat jalan.
Kehilangan produktivitas karena kematian prematur dan morbiditas-disabilitas sebesar Rp 105,3 triliun, sehingga total beban ekonomi mencapai Rp 245,41 triliun. Sementara total pendapatan negara dari cukai tembakau sepanjang tahun ini sebesar Rp 55 triliun pada 2010.
Indonesia tercatat sebagai negara ketiga dengan jumlah perokok tertingi di dunia mencapai 67,4 juta orang atau di bawah Tiongkok dan India. Perokok pasif terutama perempuan sebanyak 62 juta orang dan laki-laki perokok pasif sebanyak 30 juta orang. Anak usia nol sampai 4 tahun terpapar asap rokok disebut sebanyak 11,4 juta anak.
Pada 2010, perokok dengan latar belakang pendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD sebanyak 34,9 juta jiwa dan tamat perguruan tinggi sebanyak 25,5 juta jiwa.
"Jadi, apakah seseorang yang sudah tahun dan mau memilih rokok masih berhak mendapatkan Jamkesmas. Undang Undang nomor 36 tahun 2009 memang mengatakan setiap orang berhak mendapatkan layanan kesehatan tanpa diskriminasi. Tetapi jika berperilaku untuk tidak melakukan kegiatan yang tidak menyebabkan kesehatan, bagaimana?" ungkapnya.
Atas dasar itu, Nafsiah meminta kepada semua pengelola Program Jamkesmas agar mulai tahun benar-benar melakukan pendataan akurat tentang penyakit dari masyarakat akibat rokok. Sehingga pemerintah bisa melakukan penilaian secara objektif. "Mulai tahun 2013 ini akan benar-benar dicatat," tegasnya.(gen)
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, mengatakan sejauh ini pihaknya tidak memiliki data detil dari berapa banyak masyarakat yang jatuh sakit murni akibat produk rokok. Padahal data ini diperlukan seiring dengan mulai munculnya wacana apakah perokok layak mendapatkan fasilitas Jamkesmas atau tidak.
Nafsiah menegaskan hal ini memang sangat layak untuk dipertimbangkan. Meskipun akan terbentur hal lain karena dalam Peraturan Pemerintah 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau, tidak ada larangan merokok. Sehingga akan ada tarik ulur dalam konteks hak asasi.
"Tetapi sebagai sebuah isu moral, ini perlu dipertimbangkan. Silakan masyarakat dulu yang menilai. Dana Jamkesmas tahun ini kan sebesar Rp 7,4 triliun. Katakan lah ada Rp 2 triliun di antaranya untuk penyakit akibat rokok, luar biasa besar kan?" pikirnya saat sosialisasi PP 109 tahun 2012 di kantornya, Rabu (23/1).
Dana sebesar Rp 2 triliun diasumsikan Nafsiah itu mengacu kepada data Litbang Kemenkes seperti dipaparkan Koordinator Unit Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Kemenkes, Soewarta Kosen. Pada 2010, pembelian rokok menembus Rp 138 triliun. Biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan mencapai Rp 2,11 triliun; Rp 1,85 triliun di antaranya rawat inap dan Rp 0,26 triliun rawat jalan.
Kehilangan produktivitas karena kematian prematur dan morbiditas-disabilitas sebesar Rp 105,3 triliun, sehingga total beban ekonomi mencapai Rp 245,41 triliun. Sementara total pendapatan negara dari cukai tembakau sepanjang tahun ini sebesar Rp 55 triliun pada 2010.
Indonesia tercatat sebagai negara ketiga dengan jumlah perokok tertingi di dunia mencapai 67,4 juta orang atau di bawah Tiongkok dan India. Perokok pasif terutama perempuan sebanyak 62 juta orang dan laki-laki perokok pasif sebanyak 30 juta orang. Anak usia nol sampai 4 tahun terpapar asap rokok disebut sebanyak 11,4 juta anak.
Pada 2010, perokok dengan latar belakang pendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD sebanyak 34,9 juta jiwa dan tamat perguruan tinggi sebanyak 25,5 juta jiwa.
"Jadi, apakah seseorang yang sudah tahun dan mau memilih rokok masih berhak mendapatkan Jamkesmas. Undang Undang nomor 36 tahun 2009 memang mengatakan setiap orang berhak mendapatkan layanan kesehatan tanpa diskriminasi. Tetapi jika berperilaku untuk tidak melakukan kegiatan yang tidak menyebabkan kesehatan, bagaimana?" ungkapnya.
Atas dasar itu, Nafsiah meminta kepada semua pengelola Program Jamkesmas agar mulai tahun benar-benar melakukan pendataan akurat tentang penyakit dari masyarakat akibat rokok. Sehingga pemerintah bisa melakukan penilaian secara objektif. "Mulai tahun 2013 ini akan benar-benar dicatat," tegasnya.(gen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 14.300 Warga Jakarta Masih Mengungsi di 90 Lokasi
Redaktur : Tim Redaksi