Menurut pakar Indonesia dari Universitas Nasional Australia (ANU), Profesor Greg Fealy, momen pergantian kabinet yang dilakukan Presiden Joko Widodo tak ada hubungannya dengan Australia. 

Para pengamat Indonesia di Australia mengatakan, Presiden Jokowi berusaha untuk meningkatkan kinerja Kabinet yang kurang berfungsi, dan Menteri Perdagangan yang baru terpilih dinilai memiliki rekam jejak yang baik.

BACA JUGA: Gara-Gara Penampakan Hiu, Pantai Bondi di Sydney Sempat Ditutup

Namun Pemerintah Indonesia masih bertekad untuk berprinsip swasembada, meskipun banyak menerima masukan dari para ahli ekonomi liberal.


Thomas Lembong (tampak sedang dilantik) adalah salah satu menteri baru yang dilantik. Ia menjabat Menteri Perdagangan. (Foto: George Roberts)

BACA JUGA: Industri Pertunjukkan Musik di Australia Sumbang Perekonomian Nasional

Tapi Profesor Greg mengatakan, mengganti Menteri Perdagangan Rahmat Gobel adalah langkah yang penting, karena ia tak memiliki kemampuan perencanaan dan membuat sejumlah kebijakan yang aneh.

"Ia adalah salah satu dari menteri perdagangan yang diejek banyak orang. Memang ia punya latar belakang bisnis yang bagus, dan bersekolah di Jepang. Ia dilihat sebagai pebisnis yang cerdas, tapi ternyata mengecewakan,” tuturnya.

BACA JUGA: Mahasiswa Ini Rela Tidur di Dalam Mobil Untuk Bantu Mereka yang Tidak Mampu

Sang Profesor lantas menerangkan, "Ia cukup acak-acakan di banyak pengambilan keputusan, dan menindak sejumlah masalah umum yang tampaknya menjadi perhatian publik, seperti melarang impor pakaian bekas, karena mungkin membawa HIV AIDS.”

"Apakah mungkin ketidakstabilan dalam jumlah ternak yang mereka impor dari Australia adalah contohnya?,” tanyanya.

Ia lantas menyambung, "Itu salah satu kesimpulan yang ditangkap masyarakat, bahwa ada kekacauan di Portofolio Perdagangan, tapi seberapa banyak dari masalah itu yang bisa dihubungkan ke kabinet itu, menjadi pertanyaan.”

"Ada kecenderungan umum, dimulai dari sang Presiden sendiri, bahwa Indonesia harus menjadi lebih mandiri dalam hal pangan. Dan siapa pun yang menyetujui target makanan impor yang tinggi akan membuat murka Presiden," jelasnya.

Menteri Perdagangan yang baru, Thomas Lembong

Profesor Greg mengatakan, Menteri Perdagangan Indonesia yang baru, Thomas Lembong, pernah menjadi penasihat ekonomi di belakang layar untuk Presiden Jokowi.

"Ia terlihat sangat bagus, seorang pemain yang mengesankan dan ia pernah melakukan pekerjaan untuk pemerintah," sebutnya.

"Satu-satunya pertanyaan adalah apakah ia bisa melalui birokrasi di posisi ini dan mengatasi kepentingan politik dan ekonomi yang menggurita, yang mengelilingi pemerintahan ini," utaranya.

Penambahan kuota impor

Tracey Hayes, dari Asosiasi Peternak Wilayah Utara Australia (NTCA), baru saja kembali dari kunjungan perdagangan ke Indonesia dan ditanya apakah delegasinya telah menyia-nyiakan waktu berbicara dengan Menteri Perdagangan Gobel, yang kemudian didepak dari Kabinet.

"Saya tak berpikir itu adalah buang-buang waktu. Pergantian kabinet itu bukanlah hal yang asing. Sama seperti di Australia,” kemukanya ketika ditemui di Darwin.

Ia mengatakan, delegasinya membahas penerapan sistem kuota tahunan dan jauh dari penerbitan kuota impor kuartalan yang berlaku saat ini.

"Ini berkaitan dengan langkah untuk membangun hubungan dan kepercayaan serta memahami situasi sebenarnya di Indonesia dan Australia," urainya.

Ia mengungkapkan, "Kami bertemu direktur ternak, dan membahas tantangan logistik dari rantai pasokan makanan di pihak kami, serta membahas manfaat dari sistem kuota impor tahunan."

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dijadwalkan Bicara di Acara Parpol, Seorang Hakim di Australia Dikecam

Berita Terkait