jpnn.com, JAKARTA - Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti Radian Syam menilai perpanjangan kontrak konsentrat tembaga antara Indonesia dan PT Freeport Indonesia sudah sesuai aturan.
Menurutnya, tak ada aturan yang dilanggar oleh pemerintah.
BACA JUGA: Tinjau RSMM Timika, Komisi IX DPR Apresiasi CSR Bidang Kesehatan Freeport Indonesia
Sesuai dengan Pasal 33 Ayat (3) menentukan bahwa 'bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Cipta Kerja yang telah disahkan, maka, pemerintah wajib menjaga iklim investasi.
"Berbekal undang-undang yang dimiliki dan aturan yang dimiliki oleh pamerintah, itu yang bisa dilakukan. Karena, di dalam UU Cipta Kerja pemerintah berkewajiban menjaga investasi dan mengelola sumber daya alam untuk rakyat," jelas Radian di Jakarta, Rabu (10/5).
BACA JUGA: Freeport Punya Rayuan Maut, Pak Presiden Jangan Tergoda, Ya!
Namun, Radian berpesan agar ke depan Freeport Indonesia dan pemerintah perlu membangun infrastruktur hukum yang saling menguntungkan, sehingga investasi lancar.
"Investor butuh kepastian hukum, tetapi pemerintah juga harus memiliki penegakkan hukum. Sehingga sama sama menguntungkan," kata dia.
Radian menambahkan perpanjangan kontrak konsentrat tembaga positif dan akan berdampak baik bagi kedua belah pihak.
Pemerintah telah memberikan izin ekspor konsentrat tembaga kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) 10 Juni 2023 hingga Mei 2024.
Awalnya, mulai 10 Juni 2023 ekspor konsentrat tembaha dilarang sesuai dengan UU nomor 3 tahun 2020 tentang UU Minerba.
Menurut Menteri ESDM Arifin Tasrif keputusan memberikan izin merupakan force majeure karena pandemi Covid-19 tanpa melanggar undang-undang apapun.
Pemberian izin ekspor konsentrat tembaga karena alasan pendapatan dan setoran kepada Indonesia.
Arifin menyebut jika dihentikan komoditas tembaga hingga emas dari tambang Grasberg di Papua perusahaan bisa kehilangan pendapatan hingga USD 8 miliar atau sekitar Rp 120 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.000 per USD per tahun.
Adapun potensi kehilangan pendapatan tersebut dengan asumsi harga tembaga sebesar USD 4,5 per pon.
"Cukup besar ya (potential loss), hitung saja kalau harganya USD 4,5 per pon tembaga, itu revenue nya setahun bisa USD 8 miliar," ujarnya.
Jika mengacu pada laporan sepanjang 2022 lalu, kontribusi PTFI untuk penerimaan negara telah mencapai USD 3,586 miliar atau Rp 54,15 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.101/USD.
Penerimaan tersebut dalam bentuk pajak dividen dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul