Penyelenggara Pemilu

Perppu, Solusi Mengatasi Kebuntuan di DPR

Jumat, 24 Maret 2017 – 20:30 WIB
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti menilai presiden lebih baik mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk memilih anggota penyelenggara pemilu. Perppu tersebut bukan memperpanjang masa jabatan.

Ray mengusulkan solusi tersebut sebagai respons atas sikap DPR yang tetap menunda proses fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) terhadap calon anggota KPU dan Bawaslu periode 2017-2022.

BACA JUGA: Dukung Anies, Keluarga Cendana Dinilai Lebih Untung

"Saya pikir itu lebih baik. Karena kalau seperti ini terus, KPU akan terlambat melaksanakan tugas-tugasnya. Pemerintah saya kira dapat secara sepihak memilih calon anggota KPU dan Bawaslu hasil seleksi, jika DPR tidak dapat memilih," ujar Ray di Jakarta, Jumat (24/3).

Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia ini juga menilai, usulan DPR agar dalam struktur keanggotaan penyelenggara pemilu terdapat unsur dari partai politik, kurang tepat. Pasalnya, baik KPU maupun Bawaslu telah ditetapkan sebagai lembaga independen. Karena itu tidak perlu diperdebatkan lagi.

BACA JUGA: Sepertinya Tak Ada Hal Istimewa dari Pilkada Serentak

Ray juga merespons alasan DPR memasukan unsur parpol berdasarkan hasil studi banding ke Jerman dan Meksiko.

Ray menilai sesungguhnya tidak perlu studi banding. Apalagi itu kan kajian usang. Dulu 1998-1999 sudah bicara begitu.

“intinya kan apakah KPU sebagai lembaga independen. Nah di 2004 ditetapkan KPU lembaga independen. Jadi sudah selesai, tidak perlu diperdebatkan lagi," ucap Ray.

Menurut Ray, DPR mestinya melakukan studi banding ke Jerman dan Meksiko di awal reformasi lalu, ketika pembahasan terkait status kelembagaan penyelenggara pemilu. Bukan malah kembali memperdebatkannya saat ini.

"Perlu diketahui, kita sampai pada model KPU sekarang, karena hasil eksperimen sebelumnya. Dibangun atas pemikiran agar hasil pemilu tidak disandera, dan untuk menghindari anggota KPU terlibat korupsi. Sehingga muncul ide penyelenggaraan pemilu diserahkan ke independen yang dipilih presiden," tutur Ray.

Ray menilai, sudah waktunya semua pihak menghentikan pola parpolisasi lembaga negara. Karena faktanya, menempatkan orang-orang partai di lembaga negara tidak membuat menjadi lebih baik.

"Contohnya kasus MK, dua perwakilan partai justru terlibat kasus suap. Jangan-jangan mereka nanti (anggota parpol, red) juga akan masuk ke Komnas HAM, atau juga ke KPK. Karena itu parpolisasi lembaga negara harus dihentikan," pungkas Ray.(gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler