Persiapan Para Peserta Lombok Audax Menghadapi Tantangan Gowes 300 Km

Terobos Bundaran HI yang Belum Pulih dari Banjir

Senin, 21 Januari 2013 – 07:56 WIB
(kiri ke kanan) Farley Sumanti, A Krisnamurti, Daryatmo, dan Denny Ramdan yang tergabung dalam komunitas Sewog Sliwer berfoto bersama usai bersepeda melintas di bundaran HI dalam rangka latihan jelang Lombok Audax , kemarin (20/1). FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos
Bersepeda ratusan kilometer dalam sehari jelas bukan pekerjaan enteng. Butuh persiapan ekstra. Hal itulah yang dilakukan para peserta Lombok Audax menjelang beraksi pada 25-27 Januari mendatang.

AGUNG PUTU ISKANDAR, Jakarta

JAKARTA belum benar-benar bersih dari banjir. Termasuk di kawasan bundaran Hotel Indonesia (HI) pagi kemarin (20/1). Beberapa ruas jalan di daerah yang menjadi ikon Jakarta itu masih bersaput lumpur. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat rombongan pesepeda dari komunitas Sewog Sliwer untuk melintasi kawasan itu.

Jalanan utama yang membelah pusat Kota Jakarta itu memang baru pertama dibuka untuk car free day pasca tergenang banjir sejak Kamis (17/1). Aspal jalanan masih terlihat kotor dan berdebu karena lumpur yang mengering. Namun, para cyclist tetap nekat melewatinya.

"Kalau nggak dipaksa begini, nggak latihan-latihan. Padahal, Lombok Audax tinggal hitungan hari," kata Daryatmo Djojosoegito, salah seorang anggota Sewog. Lelaki yang akrab dipanggil Yayie itu nggowes bersama rekan "setim" di Sewog. Yaitu, A. Krisnamurti, Denny Ramdan, dan Farley Sumanti.

Dalam latihan pagi tersebut, hanya Yayie yang akan mengikuti Lombok Audax pada 25"27 Januari mendatang. Sementara itu, Krisna, Denny, dan Farley ikut Lombok Audax yang digelar April mendatang dengan jarak 400 kilometer yang ditempuh dalam dua hari. Dua event tersebut juga menjadi bagian dari event besar Audax yang didukung Jawa Pos Cycling.

"Dulu saya ikut Bali Audax dan Lombok Audax pada 2012. Saat itu, jarak 400 kilometer ditempuh dalam waktu dua hari dengan jarak per hari rata-rata 200 km. Sekarang 300 km ditempuh hanya dalam sehari! Nggak tahu ini namanya "gila" atau apa," ujar Yayie lantas terkekeh.

Lombok Audax memang diagendakan pada 25"27 Januari. Dalam tiga hari itu, acara gowes baru digelar pada Sabtu (26/1) atau pada hari kedua. Pada hari pertama, para peserta akan sibuk untuk loading sepeda dari bandara dan merakitnya di kamar hotel. Demikian pula pada hari ketiga.

Audax merupakan format bersepeda jarak jauh yang pelaksanaannya terdaftar di L"Union Des Audax Francais (UAF) di Prancis. Jarak tempuh yang berhasil dirampungkan peserta akan didaftarkan di Prancis. Audax memiliki moto start together, ride together, finish together. Hal itu membuat peserta harus bersepeda secara berkelompok hingga tiba di finis.

Audax bukan acara fun bike yang hanya having fun. Para peserta adalah orang-orang yang serius bersepeda karena jarak yang harus ditaklukkan tidak main-main. Apalagi, jalur pegunungan Pusuk di Lombok melewati tubir jurang.

Mereka juga wajib menempuh kecepatan rata-rata 22,5 kilometer per jam atau 30 kilometer per jam untuk rombongan cepat. Tentu saja aturan kecepatan itu tidak bisa ketat lantaran seorang cyclist bisa mencapai 50 km per jam di turunan.

Karena jarak yang edan itu, banyak rekan Yayie yang mengundurkan diri. Padahal, mereka sangat ingin ikut. Rata-rata mereka ngeri atas tantangan sehari penuh harus melahap 300 kilometer yang di mana-mana selalu digelar dalam dua hari. Itu membuat mereka harus mengayuh sepeda sejak pukul 04.00 dini hari hingga 21.00.

Tiga rekan Yayie yang ikut latihan rutin bersama itu juga termasuk yang mundur dan memilih Lombok Audax 400 kilometer. Mereka ingin rute yang lebih "moderat" daripada yang "radikal". "Kalau saya sih yang penting latihannya saja yang rutin," papar Yayie.

Bundaran HI merupakan salah satu menu mingguan bagi para pesepeda Sewog. Rutenya diawali dari kawasan Monas, bundaran HI, Sudirman, SCBD, hingga bablas ke kawasan Kemang di Jakarta Selatan. Jalur itu biasanya dilalui bolak-balik hingga mencapai 100 kilometer. Rata-rata mereka melakukannya tiga kali dalam seminggu.

Karena selama seminggu belakangan Jakarta dikurung hujan dan banjir, mereka tak bisa leluasa berlatih. Bahkan, kata Yayie, persiapan mengikuti Lombok Audax sejak sebulan lalu terbengkalai selama dua minggu gara-gara hujan dan banjir yang mengepung ibu kota.

"Setelah dua minggu tidak berlatih, sekarang harus mulai nol lagi. Praktis, kini persiapan saya tinggal seminggu," kata lelaki 55 tahun tersebut.

Kediaman Yayie tidak terkena banjir karena berada di kawasan yang cukup tinggi di Ragunan, Jakarta Selatan. Namun, rute tengah kota yang biasa dipakai sebagai arena latihan praktis lumpuh. Karena itu, beberapa alternatif latihan harus dia jalani.

Salah satunya adalah melakoni cyclo gear motor. Dengan alat yang biasa dipakai pembalap sepeda berlatih rolling tersebut, Yayie bisa berlatih di dalam ruangan alias indoor. Ada dua macam latihan dengan cara begitu. Satu, melatih kerja jantung. Kedua, melatih kekuatan kaki.

Untuk melatih kerja jantung, caranya adalah menggeber mesin hingga mencapai 90 rpm. Untuk melatih kaki, kecepatan kayuhan hanya 60 rpm, namun gear yang dipakai berat.

"Kami di Sewog punya pelatih khusus yang memantau latihan dengan cyclo. Seminggu dua kali dan masing-masing ada tujuan apakah untuk jantung atau untuk kekuatan kaki. Menjelang Lombok Audax, kami semakin rutin," kata Denny.

Selain itu, arena latihan yang biasanya di tengah kota dialihkan ke kawasan Foresta di Bumi Serpong Damai (BSD). Di perumahan tersebut terdapat lintasan jalan yang bisa dipakai latihan. Biasanya mereka loading sepeda ke mobil, kemudian baru bersepeda setelah tiba di kawasan elite di pinggiran Jakarta tersebut.

Hal serupa dilakukan Rahman Pasaman, peserta Lombok Audax lainnya dari Jakarta. Dari kediamannya di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, dia biasanya nggowes dengan menjalani beberapa rute. Jika Yayie cenderung di tengah kota, Rahman cenderung di daerah Jakarta Selatan dan Foresta yang tidak terkendala banjir.

Namun, masalah muncul ketika hujan datang. Beruntung, Rahman bersiap sejak beberapa hari sebelum banjir menggenangi Jakarta. Saat ini dia tinggal berlatih ringan. "Kalau menjelang hari H, jangan latihan berat. Nanti malah nggak kuat pada hari pelaksanaannya," ungkapnya.

Krisna menambahkan, pilihan latihan sejatinya beragam. Bersepeda tetap menjadi pilihan utama. Namun, yang tetap harus dijaga adalah kebugaran. Dia mengaku membikin variasi tidak hanya gowes, tapi juga berlatih di gym.

"Menu latihannya jangan yang high impact. Kalau bisa yang low impact. Selain menyesuaikan usia, kita harus berorientasi ke endurance daripada ke speed," katanya. (*/c5/ca)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lewat Bahasa, Prof Mahsun Jaga Indonesia Timur dari Perpecahan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler