Persoalkan Status Tersangka, Dahlan Ajukan Praperadilan

Jumat, 10 Juli 2015 – 05:01 WIB
Yusril Ihza Mahendra. Foto: dok.JPNN

JAKARTA - Kuasa hukum Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra, resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Kejati DKI Jakarta. Gugatan itu diajukan atas penetapan kliennya sebagai tersangka proyek gardu induk. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun mulai menyidangkan gugatan tersebut 27 Juli mendatang.
 
"Ketua PN Jaksel telah menunjuk hakim tunggal Lendriaty Janis," ujar Humas PN Jaksel Made Sutisna kemarin (9/7).
 
Berkas gugatan bernomor 67/PID.PRAP/2015/PN.JKT.SEL itu diajukan Jumat pekan lalu dengan termohon Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Penetapan tersangka memang sudah masuk dalam objek praperadilan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 21/PUU-XII/2014.
 
MK memang membuat putusan atas pengujian UU No 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam putusannya, hakim MK menegaskan, ketentuan praperadilan yang tertuang dalam pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
 
Pertimbangan penetapan tersangka dimasukkan sebagai objek praperadilan, KUHAP dinilai tidak memiliki check and balance system. Selama ini, tidak ada mekanisme pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti dalam penetapan seseorang sebagai tersangka.

Padahal, dalam penetapan tersangka, tidak tertutup kemungkinan terjadi tindakan sewenang-wenang oleh penyidik yang bisa dikategorikan perampasan hak asasi seseorang.
 
"Sebenarnya, banyak hal yang kami ajukan dalam gugatan. Namun, ringkasnya, yang kami permasalahkan penetapan tersangka," ujar Yusril.
 
Dia mempertanyakan apakah penetapan tersebut sudah sesuai dengan KUHAP atau tidak. Terutama terkait dengan alat bukti permulaan yang dimiliki penyidik Kejati DKI Jakarta.

BACA JUGA: Pengacara yang Dibekuk Sempat Berupaya Kabur

"Putusan MK kan juga menyebutkan, alat bukti yang cukup itu berupa alat bukti yang sesungguhnya, sesuai pasal 184 KUHAP," terang Yusril.
 
Selain memasukkan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan, MK mengatur masalah bukti permulaan. Frasa "bukti permulaan", "bukti permulaan yang cukup", dan "bukti yang cukup" dalam pasal 1 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh MK dinyatakan harus dimaknai sebagai "minimal dua alat bukti" sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
 
"Jadi, kami ingin tahu apakah alat bukti yang dimiliki kejati itu didapat melalui satu proses penyidikan (pro-justitia) atau masih mencari tahu tentang sesuatu," lanjut mantan menteri sekretaris negara itu.
 
Dahlan Iskan memang ditetapkan sebagai tersangka dalam proyek pembangunan gardu induk PLN. Proyek itu dilakukan untuk mengatasi krisis listrik di Indonesia. Saat proyek berjalan, Dahlan sudah tidak menjabat Dirut PLN. (gun/c5/kim)

BACA JUGA: Itulah, THR ala Mafia Peradilan

BACA JUGA: Nawacita Hanya Sebatas Retorika

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sampai Kiamat Daerah akan Menjadi Kerajaan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler