JAKARTA - PT Pertamina (Persero) diminta lebih memprioritaskan pengelolaan minyak dari ladangnya sendiri daripada berencana mengelola minyak mentah dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Pengelolaan minyak mentah dari hasil ladang yang saat ini banyak terbengkalai dinilai bisa memberikan nilai yang lebih besar.
Menurut anggota DPR Komisi VII Fraksi Partai Demokrat (FPD) Asfihani, rencana Pertamina mengolah semua minyak mentah dalam negeri dan siap memberikan penawaran terbaik bagi KKKS agar menjual minyak mentahnya, perlu diberikan apresiasi. Namun, itu selayaknya sudah dilakukan jauh-jauh hari oleh Pertamina jika ingin mengantisipasi kemungkinan krisis minyak ataupun menjaga ketahanan energi nasional.
’’Kita apresiasi jika Pertamina akan melakukan pembelian minyak mentah dari KKKS untuk diolah di kilangnya. Tapi itu seharusnya jauh-jauh hari dulu dan bukan sekarang. Daripada Pertamina beli dari KKKS mendingan dia melakukan eksplorasi di ladangnya sendiri yang jumlahnya ratusan itu,’’ kata Asfihani di Jakarta, Selasa (24/1).
Untuk mewujudkan ketahanan energi nasional, lanjutnya, sudah saatnya Pertamina mempersiapkan diri semaksimal mungkin mengelola ladang-ladang minyaknya. Dengan pemaksimalan pengelolaan ladang minyak yang telah ada, dipastikan hasil yang diperoleh jauh lebih besar. Berdasarkan itu, DPR melalui Komisi VII segera melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihak Pertamina dan pihak terkait lainnya untuk membahas masalah tersebut.
’’Pertamina kalau hanya kerja sama dengan KKKS yang sudah menghasilkan itu pasti hasilnya tidak maksimal. Dia itu sudah ada blok, dan saya harap Pertamina optimalkan itu. Kalau dibilang semua perlu dana atau waktu itu bisa dihitung semua, tapi untuk jangka panjang itu sangat bagus sekali,’’ ujarnya.
Terpisah, Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas Gde Pradnyana mengakui, untuk meningkatan ketahanan minyak nasional, BP Migas telah berupaya mendorong KKKS menjual minyak bagiannya ke kilang domestik. Tetapi sesuai dengan konsep dasar kontrak PSC bahwa yang dibagi adalah produksinya. Maka KKKS diperkenankan mengambil bagiannya tersebut bentuk inkind, dalam bentuk minyak dan gas hasil produksi.
Hasil produksi yang menjadi bagian KKKS ini kemudian dijual ke tujuan yang telah ditentukan sendiri, bisa dijual ke kilang domestik seperti Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan sebagainya. Namun juga bisa saja dijual ke kilang di luar negeri misalnya di Singapura, Australia, ataupun China.
’’Pertimbangan mereka lebih ke pertimbangan bisnis komersial saja. Misalnya pertimbangan harga maupun volume angkut. Untuk volume kecil, mungkin lebih ekonomis dijual ke kilang terdekat dengan tempat minyak tersebut dihasilkan. Jadi sebetulnya tanpa diregulasi pun KKKS akan menjual minyak bagiannya ke kilang Pertamina jika minyak dapat diambil dengan harga internasional sesuai dengan yang dijanjikan Pertamina.
Tapi sebenarnya selain soal harga dan volume, soal spesifikasi teknis (kualitas) minyak yang dihasilkan. Tidak semua jenis minyak yang diproduksi dalam negeri dapat diolah oleh kilang domestik, terutama jenis minyak yang mengandung merkuri,’’ tuturnya dalam surat elektroniknya.
Gde juga mengungkapkan, jika melihat dari pertimbangan tersebut, untuk meningkatkan ketahanan minyak nasional, yang sebetulnya lebih penting harus dilakukan oleh Pertamina adalah memperbesar jumlah cadangannya. Sebagaimana diketahui, cadangan minyak hanya dapat ditingkatkan jika kegiatan eksplorasi dapat lebih digencarkan.
’’Saat sidak (inspeksi mendadak, Red) yang kami lakukan awal Januari 2012 ke beberapa daerah, misalnya saat kunjungan Kepala BP Migas ke Sorong, Papua Barat, kami mendapatkan gambaran betapa minimnya kegiatan eksplorasi Pertamina di sana. Keinginan Pertamina untuk menaikkan produksi minyak bumi juga perlu dibuktikan dengan mengaktifkan program-program eksplorasi di lapangan Klamono yang potensinya masih sangat besar,’’ terangnya.
Sehingga, dijelaskan Gde, BP Migas mengharapkan Pertamina dapat menghidupkan lagi kilang minyak Kasim dengan kapasitas 10.000 BOPD di Sorong, di mana crude-nya tersedia di Papua, baik dari JOB, Petrochina, maupun dari Pertamina sendiri.
Sementara VP Corporate Communication PT Pertamina M Harun mengungkapkan, rencana perusahaan membeli minyak mentah dari KKKS menggunakan harga pasar itu hanya dimaksudkan untuk antisipasi krisis di Selat Hormuz saja. Di samping sebagai bentuk komitmen dalam menjaga ketahanan energi nasional.
Dijelaskan, penyerapan minyak mentah domestik oleh Pertamina selama ini telah terbukti sangat menguntungkan bagi negara. Selain memberikan penerimaan yang lebih tinggi, pembelian minyak mentah domestik juga dapat mempertahankan harga minyak mentah Indonesia tetap pada level tinggi dan kompetitif.
Saat ini, kilang-kilang Pertamina telah mengolah seluruh minyak mentah produksi Pertamina dan bagian pemerintah yaitu sebanyak 534 ribu barel per hari (bph). Selain itu, Pertamina juga membeli langsung bagian KKKS sebanyak 3.500 bph. Jumlah ini dirasakan masih jauh dari mencukupi, mengingat kapasitas kilang Pertamina yang mencapai satu juta bph.
Berdasarkan hal itulah Pertamina berencana menyerap seluruh hasil produksi minyak mentah yang menjadi bagian KKKS. ’’Jumlah minyak mentah bagian KKKS yang diekspor selama ini mencapai sekitar 210 ribu bph,’’ terangnya. (gce)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BUMN Incar Inalum
Redaktur : Tim Redaksi