JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan kemarin (Selasa, 22/1) telah memutuskan tingkat pengembalian investasi (IRR) sebesar 14 persen. Keputusan itu juga disetujui PT Pertamina Persero dan PT PLN Persero. Sehingga sembilan proyek panas bumi yang sempat mandek, akhirnya menemukan titik terang.
"Kemarin malam (22/1), ada pertemuan khusus membahas mengapa proyek geothermal belum juga jalan. Ternyata belum ada kesepakatan antara Pertamina dan PLN, sehingga saya usulkan dan mereka sepakat," ujar Dahlan di kantornya, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (23/1).
Menurut Dahlan, angka IRR sebesar 14 persen itu wajar untuk kedua belah pihak, sebab bisnis geothermal memiliki resiko yang besar. Selanjutnya, Pertamina dapat segera mengerjakan sembilan proyek panas bumi tersebut.
Adapun sembilan proyek geothermal tersebut, antara lain PLTU Lumut Balai tahap I dan II berkapasitas 110 megawatt (MW), PLTP Lumut Balai tahap III dan IV kapasitas 110 MW, PLTP Ulu Belu berkapasitas 110 MW, PLTP Lahendong kapasitas 40 MW, PLTP Kamojang berkapasitas 30 MW, PLTP Kotamobagu dengan kapitas 40 MW, PLTP Hululais 110 MW, PLTP Sungai Penuh berkapasitas 55 MW, dan PLTP Karaha kapasitas 50 MW.
"Secara keseluruhan proyek geothermal ini memiliki kapasitas 600 MW senilai Rp 15 triliun," papar Dahlan.
Kata Dahlan, dalam kesepakatan tersebut, Pertamina berkewajiban memberikan informasi kepada PLN tentang biaya pengembangan proyek geothermal. Selanjutnya, biaya yang telah dikeluarkan Pertamina akan diaudit oleh lembaga internasional independen yang berasal dari Selandia Baru. Dan lembaga independen ini ditunjuk oleh kedua belah pihak.
"Contohnya, Pertamina mengerjakan satu sumur dan menghabiskan Rp 1 triliun. Nantinya, dana tersebut akan diaudit oleh lembaga internasional itu untuk menilai apakah biaya tersebut relevan dengan sumur yang dikerjakan," papar Mantan Dirut PLN ini.
Setelah mendapatkan persentase IRR, selanjutnya akan ditentukan harga per kWh dari proyek geothermal tersebut. Pasalnya, selama ini, Pertamina dan PLN mematok masing-masing harga per kWh proyek geothermal tersebut. Pertamina menetapkan harga USD 9,7 sen per kWH, sedangkan PLN sebesar USD 9,1 sen per kWh.
"Nantinya, harga per kWh tersebut akan ditandatangani dalam tiga bulan mendatang setelah lembaga internasional independen mengaudit keseluruhan biaya pengerjaan proyek tersebut," pungkas Dahlan. (chi/jpnn)
"Kemarin malam (22/1), ada pertemuan khusus membahas mengapa proyek geothermal belum juga jalan. Ternyata belum ada kesepakatan antara Pertamina dan PLN, sehingga saya usulkan dan mereka sepakat," ujar Dahlan di kantornya, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (23/1).
Menurut Dahlan, angka IRR sebesar 14 persen itu wajar untuk kedua belah pihak, sebab bisnis geothermal memiliki resiko yang besar. Selanjutnya, Pertamina dapat segera mengerjakan sembilan proyek panas bumi tersebut.
Adapun sembilan proyek geothermal tersebut, antara lain PLTU Lumut Balai tahap I dan II berkapasitas 110 megawatt (MW), PLTP Lumut Balai tahap III dan IV kapasitas 110 MW, PLTP Ulu Belu berkapasitas 110 MW, PLTP Lahendong kapasitas 40 MW, PLTP Kamojang berkapasitas 30 MW, PLTP Kotamobagu dengan kapitas 40 MW, PLTP Hululais 110 MW, PLTP Sungai Penuh berkapasitas 55 MW, dan PLTP Karaha kapasitas 50 MW.
"Secara keseluruhan proyek geothermal ini memiliki kapasitas 600 MW senilai Rp 15 triliun," papar Dahlan.
Kata Dahlan, dalam kesepakatan tersebut, Pertamina berkewajiban memberikan informasi kepada PLN tentang biaya pengembangan proyek geothermal. Selanjutnya, biaya yang telah dikeluarkan Pertamina akan diaudit oleh lembaga internasional independen yang berasal dari Selandia Baru. Dan lembaga independen ini ditunjuk oleh kedua belah pihak.
"Contohnya, Pertamina mengerjakan satu sumur dan menghabiskan Rp 1 triliun. Nantinya, dana tersebut akan diaudit oleh lembaga internasional itu untuk menilai apakah biaya tersebut relevan dengan sumur yang dikerjakan," papar Mantan Dirut PLN ini.
Setelah mendapatkan persentase IRR, selanjutnya akan ditentukan harga per kWh dari proyek geothermal tersebut. Pasalnya, selama ini, Pertamina dan PLN mematok masing-masing harga per kWh proyek geothermal tersebut. Pertamina menetapkan harga USD 9,7 sen per kWH, sedangkan PLN sebesar USD 9,1 sen per kWh.
"Nantinya, harga per kWh tersebut akan ditandatangani dalam tiga bulan mendatang setelah lembaga internasional independen mengaudit keseluruhan biaya pengerjaan proyek tersebut," pungkas Dahlan. (chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Targetkan 80 Persen Pelanggan Data
Redaktur : Tim Redaksi