JAKARTA - PT Pertamina langsung bergerak cepat mengatasi kenaikan harga elpiji kemasan 12 kg di sejumlah daerah. Harga elpiji di pasaran merangkak naik gara-gara suplai langka pasca Pertamina menyatakan bakal menaikkan harga. Karena itu, BUMN migas tersebut mencoba menanggulangi situasi tersebut dengan menggelontorkan tambahan pasokan elpiji tabung 12 kg.
Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menyatakan, pihaknya mencoba mengendalikan harga dengan mengadakan operasi pasar elpiji di wilayah Jawa Barat pada Sabtu (15/6). Dalam kegiatan tersebut, pihaknya bekerja sama dengan 130 agen resmi menyalurkan 12.500 tabung elpiji 12 kg. Tabung-tabung tersebut langsung ditawarkan kepada konsumen akhir di masing-masing wilayah agen.
Kegiatan tersebut merupakan finalisasi dari kegiatan operasi pasar elpiji 12 kg yang dilakukan di Jabodetabek pada Jumat (14/6). Dalam kegiatan tersebut, Pertamina memasok 3.500 tabung atau 28 persen dari total pasokan tambahan. "Tujuan operasi pasar elpiji 12 kg adalah memulihkan harga di pasaran. Sebab, laporan dari masyarakat dan media ada yang membeli hingga Rp 90 ribu atau Rp 100 ribu dari harga Rp 70-an ribu. Jadi kami ingin memastikan kebutuhan masyarakat tercukupi," jelasnya di Jakarta kemarin (16/6).
Ali menyebut dari hasil evaluasi operasi pasar tak menunjukkan overdemand (permintaan berlebihan) dari konsumen. Hal tersebut ditunjukkan dari realisasi penyerapan operasi pasar yang dilakukan. Dia mengambil contoh dari realisasi operasi pasar elpiji 12 kg di Jabodetabek. Dari 3.500 tabung yang sudah ditawarkan, hanya 410 tabung atau 12 persen yang dibeli.
"Yang perlu diketahui, elpiji itu beda dengan beras atau minyak goreng. Kalau bahan pokok kan bisa ditimbun. Jadi meskipun tak seberapa butuh, masyarakat bisa saja menyerap pasokan yang harganya murah. Tapi kalau elpiji 12 kg harus menukarkan tabung. Jadi kalau memang belum habis, tak mungkin membeli. Kesimpulannya, kelangkaan yang katanya membuat harga naik itu tidak ada," tuturnya.
Dia menilai, kenaikan harga tersebut kemungkinan terjadi di mata rantai pihak pengecer. Sebab, pihaknya masih bisa memantau distribusi dan harga jual di tingkat agen. "Kami tidak tahu apakah ada pengecer yang memanfaatkan situasi untuk mencari untung. Ataukah mereka menjual produk yang dibeli saat ada masalah distribusi. Yang jelas, kami mengimbau kepada konsumen untuk melaporkan jika ada pengecer yang menjual LPG dengan harga yang tak wajar," imbuhnya.
Pengamat industri energi Komaidi Notonegoro menyarankan Pertamina segera mengevaluasi sistem distribusi. Menurut dia, sistem penyaluran elpiji 12 kg masih terhitung ruwet. Untuk sampai ke konsumen, elpiji 12 kg harus melalui agen resmi, distributor, atau ke pengecer.
"Kalau BBM kan lebih mudah, awasi saja SPBU. Tapi kalau LPG, setiap mata rantai bisa bermain spekulasi dan menimbun. Apalagi elpiji 12 kg dikonsumsi masyarakat menengah atas. Konsumen pun bisa secara tak sadar menimbun," ungkapnya. (bil/oki)
Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menyatakan, pihaknya mencoba mengendalikan harga dengan mengadakan operasi pasar elpiji di wilayah Jawa Barat pada Sabtu (15/6). Dalam kegiatan tersebut, pihaknya bekerja sama dengan 130 agen resmi menyalurkan 12.500 tabung elpiji 12 kg. Tabung-tabung tersebut langsung ditawarkan kepada konsumen akhir di masing-masing wilayah agen.
Kegiatan tersebut merupakan finalisasi dari kegiatan operasi pasar elpiji 12 kg yang dilakukan di Jabodetabek pada Jumat (14/6). Dalam kegiatan tersebut, Pertamina memasok 3.500 tabung atau 28 persen dari total pasokan tambahan. "Tujuan operasi pasar elpiji 12 kg adalah memulihkan harga di pasaran. Sebab, laporan dari masyarakat dan media ada yang membeli hingga Rp 90 ribu atau Rp 100 ribu dari harga Rp 70-an ribu. Jadi kami ingin memastikan kebutuhan masyarakat tercukupi," jelasnya di Jakarta kemarin (16/6).
Ali menyebut dari hasil evaluasi operasi pasar tak menunjukkan overdemand (permintaan berlebihan) dari konsumen. Hal tersebut ditunjukkan dari realisasi penyerapan operasi pasar yang dilakukan. Dia mengambil contoh dari realisasi operasi pasar elpiji 12 kg di Jabodetabek. Dari 3.500 tabung yang sudah ditawarkan, hanya 410 tabung atau 12 persen yang dibeli.
"Yang perlu diketahui, elpiji itu beda dengan beras atau minyak goreng. Kalau bahan pokok kan bisa ditimbun. Jadi meskipun tak seberapa butuh, masyarakat bisa saja menyerap pasokan yang harganya murah. Tapi kalau elpiji 12 kg harus menukarkan tabung. Jadi kalau memang belum habis, tak mungkin membeli. Kesimpulannya, kelangkaan yang katanya membuat harga naik itu tidak ada," tuturnya.
Dia menilai, kenaikan harga tersebut kemungkinan terjadi di mata rantai pihak pengecer. Sebab, pihaknya masih bisa memantau distribusi dan harga jual di tingkat agen. "Kami tidak tahu apakah ada pengecer yang memanfaatkan situasi untuk mencari untung. Ataukah mereka menjual produk yang dibeli saat ada masalah distribusi. Yang jelas, kami mengimbau kepada konsumen untuk melaporkan jika ada pengecer yang menjual LPG dengan harga yang tak wajar," imbuhnya.
Pengamat industri energi Komaidi Notonegoro menyarankan Pertamina segera mengevaluasi sistem distribusi. Menurut dia, sistem penyaluran elpiji 12 kg masih terhitung ruwet. Untuk sampai ke konsumen, elpiji 12 kg harus melalui agen resmi, distributor, atau ke pengecer.
"Kalau BBM kan lebih mudah, awasi saja SPBU. Tapi kalau LPG, setiap mata rantai bisa bermain spekulasi dan menimbun. Apalagi elpiji 12 kg dikonsumsi masyarakat menengah atas. Konsumen pun bisa secara tak sadar menimbun," ungkapnya. (bil/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertumbuhan Pemakaian Listrik Tumbuh Signifikan
Redaktur : Tim Redaksi