jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemulihan ekonomi domestik terus bergerak cepat di tengah perlambatan ekonomi global yang sedang berlangsung.
Hal ini terlihat dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terkini mencatat Pertumbuhan Ekonomi kuartal III mencapai 5,72 persen.
BACA JUGA: Pemerintah Dituntut Bekerja Ekstra Demi Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen di 2023
“Berbagai upaya ini diharapkan bisa menjadi langkah kita untuk menghindari resesi global di tahun 2023. OECD, IMF, EDB, dan World Bank memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 4,8-5,1%, artinya beberapa lembaga juga sepakat dengan Indonesia bahwa Indonesia bisa menjadi the bright spot in the dark. Jadi, masih bisa keluar dari resesi di tahun depan,” ungkap Menko Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan capaian pertumbuhan ekonomi di Kuartal III sebesar 5,72 persen benar-benar di luar prediksi dan patut diapresiasi.
BACA JUGA: BPS Catat Pertumbuhan Ekonomi Mencapai 5,72 Persen pada Triwulan III 2022
“Saya kira pada kuartal III, faktor best year effort sangat besar. Pada saat itu kita mengalami lompatan mobility indeks, dari negative sekarang sudah cukup tinggi,“ ungkap Tauhid, Selasa (8/11/2022).
Dengan keberhasilan pemerintah menangani pandemi, kini masyarakat bergerak maka perekonomian juga bergerak.
BACA JUGA: Kapal Terbesar Dunia Sandar di JICT, Budi Cahyono: Berdampak pada Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Dua sektor pendorong pertumbuhan ekonomi, yaitu dari transportasi dan pergudangan, dimana wisatawan mulai masuk dan kebutuhan belanja terus meningkat.
Namun, dirinya mengingatkan, tantangan di Kuartal ke IV “Tantangan ekonomi di Kuartal IV akan lebih berat. Best year effect sudah tidak terasa, dampak kenaikan harga mulai dirasakan masyarakat,“ sebut Tauhid.
INDEF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen di Kuartal IV mendatang. Jika pemerintah ingin kembali mencetak rekor, ada tiga yang bisa dilakukan.
“Pertama mempercepat belanja modal dan barang. Perlu ada terobosan yang cukup strategis, dengan waktu yang sangat terbatas dalam dua bulan bisa diselesaikan, kalau tidak sangat sia-sia SILPA yang besar tidak berarti pada masyarakat yang membutuhkan,” kata Tauhid.
Yang kedua, penyesuaian yang lebih moderat Suku Bunga Bank Indonesia mengikuti perkembangan inflasi yang sangat terpengaruh kondisi global.
“Yang terakhir, agar memang perlambatan ekonomi tidak terjadi, maka perlu penguatan pasar domestik untuk berbagai produk-produk yang memiliki daya saing di pasar global dan mempercepat industri substitusi impor di tengah kuatnya arus importasi beragam produk industri,” tegas Tauhid.
Kurangi Tekanan Inflasi
Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengungkapkan pertumbuhan 5,72 persen di Kuartal III 2022 (yoy) merupakan ekspansi kuartal keenam berturut-turut dan laju terkuat sejak Kuartal II 2021 meski di bawah perkiraan.
"Angka realisasi tersebut di bawah perkiraan kami sebesar 6,0 persen yoy dan di atas konsensus pasar sebesar 5,6 persen," terangnya.
Faisal mengungkapkan peningkatan itu didasarkan pada sejumlah faktor seperti tingginya harga komoditas yang berdampak positif pada sektor eksternal dan APBN, penguatan konsumsi rumah tangga seiring membaiknya permintaan dan mobilitas masyarakat berkat keberhasilan pemerintah dalam penanggulangan covid-19.
Faisal memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh di angka 5,17 persen pada 2022 dengan inflasi sebesar 6,27 persen.
"Dengan permintaan domestik yang sehat, pertumbuhan ekspor yang kuat, kondisi fiskal, dan manajemen covid-19 yang solid, kami mempertahankan perkiraan kami bahwa ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh sebesar 5,17% pada tahun 2022, meningkat dari 3,69% pada tahun 2021," tambah Faisal.
Menurutnya, pemerintah terbukti mampu mengurangi tekanan inflasi terhadap konsumsi secara keseluruhan akibat kenaikan harga BBM bersubsidi pada 22 September.
Kinerja ekspor komoditas utama juga terus menghasilkan pendapatan ekspor dan pendapatan fiskal, sehingga memungkinkan pemerintah untuk mempertahankan bantuan sosial dan transfer tunai, sambil tetap mengurangi defisit anggaran menuju konsolidasi fiskal pada tahun 2023.
"Dengan fundamental ekonomi Indonesia yang tetap kokoh dengan latar belakang meningkatnya risiko resesi ekonomi global tahun depan. Di tengah normalisasi moneter global yang agresif untuk memerangi inflasi yang masih tinggi, kami melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia turun tipis menjadi 5,04% pada tahun 2023," pungkas Faisal.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari