Perusahaan Minyak Saudi Anggap China Klien Nomor Wahid, Prioritas Tertinggi

Senin, 22 Maret 2021 – 18:23 WIB
Kilang minyak. Foto: Reuters

jpnn.com, RIYADH - Saudi Aramco akan memastikan keamanan energi China tetap menjadi prioritas tertinggi selama 50 tahun ke depan dan seterusnya karena sumber energi baru dan yang ada berjalan paralel untuk beberapa waktu.

CEO Saudi Aramco Amin Nasser mengatakan hal itu pada China Development Forum, Minggu (21/3).

BACA JUGA: Tim Medis China Bantu Perangi Covid-19 di Arab Saudi

Arab Saudi yang dikenal sebagai pengekspor minyak terbesar dunia mempertahankan posisinya sebagai pemasok utama bagi China dalam dua bulan pertama tahun ini. Data bea cukai China per Sabtu (20/3) menunjukkan volume pasokan minyak dari Arab Saudi naik 2,1 persen menjadi 1,86 juta barel per hari (bph).

Negeri kerajaan itu mengungguli Rusia dalam daftar peringkat pemasok minyak mentah teratas untuk China pada tahun 2020.

BACA JUGA: Kabar Buruk dari Arab Saudi, yang Berniat Umrah Habis Lebaran Wajib Baca

Meskipun ada pemotongan produksi yang belum pernah terjadi sebelumnya di antara Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk menyeimbangkan pasar global setelah permintaan anjlok selama pandemi COVID-19, Arab Saudi tetap menjadi produsen terbesar.

"Memastikan keamanan berkelanjutan dari kebutuhan energi China tetap menjadi prioritas tertinggi kami, tidak hanya untuk lima tahun ke depan tetapi untuk 50 tahun ke depan dan seterusnya,” kata Nasser.

BACA JUGA: Ini Sejumlah Aturan Baru di Arab Saudi, Pesta Pernikahan Dilarang

"Kami menghargai bahwa solusi energi berkelanjutan sangat penting untuk transisi energi global yang lebih cepat dan lancar ... tetapi secara realistis, ini akan memakan waktu karena hanya ada sedikit alternatif selain minyak di banyak bidang," ujar Nasser.

Selain menjadi pemasok utama kebutuhan energi China, Aramco juga berada di posisi yang tepat untuk membantu negeri dengan populasi terbeesar di dunia itu mencapai tujuan seratus tahun keduanya dalam transisi energi.

Presiden China Xi Jinping mengumumkan pada bulan September bahwa negerinya akan meningkatkan emisi karbonnya sebelum tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2060. Janji itu diharapkan bisa menciptakan pergeseran tektonik di sektor energi dan manufaktur.

Dengan adanya janji dari Xi Jinping itu, para ahli dari lembaga penelitian China National Petroleum Corp (CNPC) memerkirakan permintaan minyak China akan dibatasi pada 730 juta ton pada sekitar tahun 2025.

Nasser menambahkan bahwa Saudi Aramco juga mengharapkan peluang investasi lebih lanjut dalam proyek-proyek hilir untuk membantu memenuhi kebutuhan China akan transportasi berat dan bahan kimia, serta pelumas dan bahan non-logam.

Menurut dia, Aramco bekerja dengan universitas dan perusahaan China dalam sistem dan teknologi bahan bakar mesin yang lebih bersih untuk mengubah minyak mentah menjadi bahan kimia guna mengurangi emisi gas rumah kaca dari sumber energi yang ada.

"Faktanya, kami memiliki ambisi yang lebih berani untuk memperluas dan mengintensifkan kolaborasi penelitian kami dengan China," kata Nasser seraya menambahkan bahwa kolaborasi tambahan kemungkinan besar terjadi pada teknologi hidrogen biru, amonia, dan penangkapan karbon.(antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler