jpnn.com, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menilai ego sektoral masih menjadi salah satu tantangan utama dalam percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy.
Oleh karena itu, dia meminta Kementerian/Lembaga bekerja sama untuk berkolaborasi dalam menyelesaikan tumpang tindih lahan di lapangan karena penting bagi kawasan hutan dan di luar hutan.
BACA JUGA: Kebijakan Satu Peta Memberikan Manfaat yang Baik untuk Sektor Ekonomi
"Saya mohon dengan sangat antara kementerian dengan lembaga, antara pusat dan daerah untuk menanggalkan egonya masing-masing," kata Moeldoko, dalam keteerangannya, Jumat (12/7).
Kebijakan Satu Peta merupakan sebuah arahan strategis untuk mewujudkan satu peta nasional yang akurat, terintegrasi, dan menjadi dasar bagi pengambilan keputusan yang tepat dan akuntabel dalam mempercepat pembangunan nasional.
BACA JUGA: INDEF: Kebijakan Satu Peta Dorong Percepatan Pemulihan Ekonomi
Kebijakan ini diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.
Moeldoko mengatakan Kantor Staf Presiden bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Satuan Tugas Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) KPK, mengawal ketat Kebijakan Satu Peta melalui monitoring dan evaluasi rencana aksi.
BACA JUGA: Moeldoko Dorong Pesantren Jadi Pilar Ketahanan Pangan Nasional
Dia pun mengapresiasi Kemenko Perekonomian yang telah menindaklanjuti rencana aksi tersebut dengan pelaksanaan teknis di lapangan melalui proyek-proyek percontohan di beberapa daerah, seperti Kotawaringin Baru dan Pasuruan.
Hasilnya, kata Moeldoko, selama 2019 hingga 2024 terjadi penurunan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang (tumpang tindih) secara siginifikan, yakni dari 77,38 juta hektare atau 40,6% dari luas daratan nasional menjadi 57,41 juta hektare atau 30,1% dari luas daratan nasional.
"Proyek percontohan ini bisa jadi tolok ukur bagi daerah lainnya," tutur Moeldoko.
Panglima TNI 2013-2015 ini juga menyampaikan tiga gagasannya untuk percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.
Pertama, pemanfaatan Geoportal Satu Peta untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih tata ruang, kawasan hutan, batas wilayah, izin, dan hak atas tanah, khususnya dalam Proyek Strategis Nasional, sehingga perselisihan terkait peta yang digunakan bisa diminimalisir.
Kedua, melakukan integrasi data agar tidak terjadi lagi tumpang tindih data dan tercipta perencanaan yang efektif bagi pelaksanaan suatu program. Ketiga, keterlibatan publik dari lembaga non–pemerintah, seperti akademisi, masyarakat sipil, dan asosiasi bisnis.
"Khususnya dalam konteks penyelesaian konflik pertanahan, bisnis, dan investasi," ungkap Moeldoko. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh