jpnn.com - JPNN.com JATILUHUR - Direktur Materil Ditjen Kuathan Kementerian Pertahanan, Marsma TNI Darlis Pangaribuan menjadi saksi pengembangan program Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle), di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat, Selasa (19/5).
PTTA yang diberi nama OS-Wifanusa merupakan karya dari lembaga riset maritim Indonesia Maritime Institute (IMI) yang bekerja sama dengan PT Trimitra Wisesa Abadi. Secara resmi, IMI memperkenalkan OS-Wifanusa yang diproyeksikan untuk memantau perbatatasan Indonesia.
BACA JUGA: Jelajah Dunia 3D dengan Evercoss One X
Pengenalan OS-Wifanusa diwarnai dengan demo flight full system. Dalam demo tersebut, PTTA OS-WIfanusa take off dan landing dengan sempurna dan system UAV berjalan dengan baik.
Direktur Eksekutif IMI, Y Paonganan menerangkan bahwa PTTA ini merupakan kreasi anak bangsa. Meskipun kreasi lokal, ia menjamin PTTA ini memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan buatan negara lain..
BACA JUGA: Siswa SMK Bikin Alat, Tinggal Telepon, Motor yang Dirampas Begal Langsung Mati
"PTTA buatan anak bangsa ini memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan produksi dari negara-negara lain," ungkap Paonganan dalam acara demo flight kepada wartawan di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat, Selasa (19/5).
Pria yang akrab disapa Ongen ini menerangkan program ini merupakan salah satu bentuk pengabdian IMI kepada bangsa. Ia beralasan, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan tingkat geografis yang unik.
BACA JUGA: Profesor di Taiwan Temukan Jarum Suntik Antirasa Sakit
Tidak sedikit batas-batas negara Indonesia berada di titik-titik yang sulit dijangkau seperti laut luas hingga pulau kecil. Ia khawatir kurangnya pengawasan di daerah perbatasan maupun daerah yang sulit dijangkau dapat berakibat fatal bahkan sampai menggangu kedaulatan bangsa.
"Oleh karena itu, diperlukan inovasi teknologi anak bangsa untuk bisa menjadi solusi pengawasan wilayah perbatasan bahkan seluruh wilayah Indonesia," tuturnya.
Ongen menerangkan, OS-Wifanusa memiliki kemampuan lepas landas dan mendarat di berbagai medan, baik di sungai, danau, laut maupun di darat. Memiliki lebar sayap 4 meter dan panjang 3 meter dan dilengkapi dengan floating untuk memudahkan operasi di air dan landing gear untuk pengoperasian di darat.
Pesawat ini menggunakan mesin 2 tak berkapasitas 170 cc mampu mengangkat pesawat dengan beban hingga 60 – 70 kg. Untuk lepas landas di air, pesawat ini hanya membutuhkan jarak sejauh 50 meter, sedangkan di darat hanya butuh landasan tanah rata sejauh 30 – 40 meter.
Ia menambahkan, dari segi sistem kendali jarak jauh (UAV System), pesawat ini mampu dikendalikan hingga 100 kilo meter dan menerima gambar video secara real time. OS-Wifanusa pun mampu terbang pada ketinggian 300 meter hingga 5000 meter dengan waktu terbang (endurance) mencapai 5 jam.
Ongen menjelaskan, Wifanusa dilengkapi kamera video yang hasil rekamannya mampu diterima secara real time di ground control station sebagai stasiun pengendali di darat selama melakukan operasi pemantauan. Selain itu, pesawat ini juga dilengkapi kamera LIDAR untuk keperluan foto udara dan pemetaan.
"Kemampuan yang dimiliki PTTA ini sangat cocok dioperasikan di wilayah perbatasn terutama untuk kegiatan pengawasan (surveillance) karena di wilayah tersebut belum memiliki infrastruktur memadai untuk mengoperasikan PTTA sejenis yang butuh landasan khusus dan panjang untuk lepas landas dan mendarat," jelas Ongen.
Ketika ditanya tentang kesiapan untuk produksi, Ongen mengatakan sanggup memproduksi sebanyak 10-20 unit per tahun.
"Kami sudah siap memproduksi PTTA OS-Wifanusa sebanyak 10-20 unit per tahun jika ada yang pesan" pungkasnya. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Asyik, Flickr Semakin Memanjakan Penggunanya
Redaktur : Tim Redaksi