Pesepeda Indonesia Dzaki Wardana Taklukkan Event Ultra Cycling Paling Bergengsi di Dunia

Senin, 26 Juni 2023 – 00:02 WIB
Dzaki Wardana berhasil menaklukkan Trans Am Bike Race. Foto: DBL Indonesia

jpnn.com - Seorang pelajar Indonesia sekaligus pesepeda bernama Dzaki Wardana berhasil mengukir prestasi membanggakan saat menyelesaikan tantangan Trans Am Bike Race (TABR), Minggu (25/6/2023) dini hari waktu Amerika Serikat.

TABR adalah salah satu event ultra cycling (bersepeda jarak jauh) bergengsi di dunia. Ajang yang beken disebut Trans America ini mengharuskan pesertanya mengayuh sepeda sejauh 6.720 km, membela bagian tengah Amerika Serikat, yakni dari ujung barat ke ujung timur.

BACA JUGA: Bernard Van Aert, Salah Satu Pesepeda Andalan Indonesia di UCI Track Nations Cup 2023

Kompetisi dimulai dari Astoria, Oregon, dan finis ke Yorktown, Virginia.

Dzaki merupakan satu-satunya pesepeda asal Indonesia yang mengikuti event ini. Dia termasuk dalam salah satu 46 peserta TABR.

BACA JUGA: Lintasan Jakarta International Velodrome Bikin Pesepeda Kanada Penasaran

Setiap peserta diberi waktu menyelesaikan tantangan dalam 30 hari, di mana Dzaki sukses melakukan itu dengan finis 20 hari, 18 jam, dan 15 menit.

Luar biasanya, Dzaki berhasil masuk lima besar, persis finis di urutan kelima. Dia juga bisa disebut debutan di event ini, sedangkan peserta lain banyak yang sebelumnya sudah mencoba TABR.

BACA JUGA: UCI Track Nations Cup 2023: Pesepeda Internasional Bakal Meramaikan Jakarta International Velodrome

Selain itu, tang membuat bangga, sepanjang perjalanan Dzaki juga mengampanyekan brand-brand Indonesia. Dzaky bersepeda menggunakan brand sepeda lokal, Wdnsdy, yang dimiliki Presiden Persebaya, Azrul Ananda.

Dzaki juga sepanjang perjalanan menggunakan jersei buatan lokal, SUB Jersey, dan dIa hanya mengkonsumsi suplemen asal Indonesia, yakni Strive, Antangin, serta Herbamojo.

Dzaki memulai tantangan TABR dari Astoria, Oregon pada 4 Juni lalu. Dia finis sekaligus mengibarkan bendera Indonesia di Yorktown, Virginia, Minggu (25/6/2023) dini hari pukul 03.00 waktu setempat (sekitar pukul 15.00 WIB).

Dalam sehari, Dzaki rata-rata menggowes sejauh 323 km, dengan kecepatan rata-rata 23,1 km per jam dan elevation gain 30.471 meter.

Saat sampai di titik finis, cyclist asal Tangerang itu sempat menangis menceritakan pengalamannya selama mengikuti TABR. Dzaky mengaku cobaan di jalan hampir tiap hari dia temui.

"Saya tidak hentinya nangis. Tidak kuat sebenarnya, tetapi karena ingat misinya membawa bendera merah putih untuk finis, ya saya kuat-kuatkan dan akhirnya bisa tercapai," ujarnya dalam keterangan yang diterima JPNN.com.

Dzaky merasa kuat karena dukungan dan doa dari semua pihak, termasuk dari orang tua maupun teman-temannya.

"Juga doa orang-orang yang saya temui di jalan," imbuhnya.

"Cobaanya ngeri sekali, saya merasa kecil di sini. Semua karena Allah saya bisa finis dan membawa nama Indonesia, menjadi salah satu finisher di acara paling sulit di dunia ultra cycling ini," ungkapnya.

Perjalanan Dzaki di TABR memang penuh tantangan. Dia, bahkan mengaku nyaris mati ketika tak kuat menahan cuaca ekstrem saat menanjak di pegunungan di Colorado. Ketika itu, Dzaki disambut hujan es.

Sejak awal, Dzaky memang mengaku tantangan tersulit mengikuti TABR adalah cuaca. Tidak mudah bagi orang dari negara tropis mengikuti event ultra cycling dengan cuaca yang dinginnya ekstrem.

Tak hanya itu, perbedaan kultur juga dia rasakan. Ujian ketahanan mengikuti event ultra cycling di Indonesia dan di luar negeri jauh berbeda.

Cyclist Indonesia yang mengikuti event ultra cycling di luar negeri harus pandai mengatur strategi perbekalan. Sebab, tidak seperti di Indonesia yang di sepanjang rute ada warung atau swalayan.

Dzaki juga harus pintar-pintar mengatur strategi menginap. Awalnya, dia sempat ingin beristirahat di tempat-tempat seadanya meski itu outdoor. Namun, dengan tantangan cuaca, strategi itu dibatalkan.

Dzaki akhirnya memilih banyak beristirahat di motel. Itu pun dia tak bisa leluasa memilih. Tentu pertimbangan utama Dzaki ialah lokasi penginapan harus tidak boleh jauh dari rute TABR.

Beruntung, Dzaki tak sendiri selama menjalani tantangan “menaklukkan Amerika”. Dia banyak didukung para warga negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat.

Dukungan itu, bahkan mengalir sejak Dzaki mendarat di Amerika Serikat, awal Juni lalu. Tak hanya disambut, para WNI di Seattle membantu menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan Dzaki, mulai dari mencari rute pemanasan, mencari peralatan tambahan, hingga mengurus barang-barang Dzaki yang ditinggal di Seattle sebelum memulai perjalanannya di TABR.

Pun demikian di titik finis. Banyak WNI yang tinggal di Virginia maupun di sekitarnya turut menyambut Dzaky, dan menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan sang pembalap.

Salah satu WNI, yakni Gatut Ahmad yang menetap di daerah Virginia Utara membawakan nasi rames spesial untuk Dzaki. Nasi rames untuk Dzaki itu berisi ikan goreng, tempe cabe hijau, dan lalapan.

"Yang masak istri saya sendiri," ucap Gatut

Gatut bersama sejumlah sahabat-sahabat WNI, bahkan rela menunggu Dzaki hingga dini hari. Ada Haris Koentjoro, Sonny, Gunawan Ardiwidjaja, Djaya Hasran, Ratna Cary, dan sejumlah perwakilan dari KBRI Washington.

Mereka terlihat guyup menunggu Dzaki di pinggir jalan. Ada yang membawa van besar yang di dalamnya bisa dibuat tidur.

"Rencana nanti saya akan bawa mas Dzaki tinggal di rumah saya sampai saat harus meninggalkan DC. Saya dengar Dubes RI Pak Rosan Roeslani juga akan menemui Mas Dzaki. Warga Indonesia yang aktif bersepeda di sini juga ingin mengadakan semacam meet and greet," kata Ratna.(mcr15/jpnn)


Redaktur & Reporter : Dhiya Muhammad El-Labib

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler