Jelang Sidang DK PBB, Tentara Assad Serbu Kota Homs, 260 Tewas
DAMASKUS Kekerasan di Syria belum kunjung reda. Pembantaian atas warga sipil dan oposisi yang menentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad juga terus terjadi. Dalam perkembangan baru, Assad kembali mengerahkan pasukannya ke Homs, kota di bagian tengah Syria dan berjarak sekitar 162 km utara Damaskus, dini hari kemarin (4/2).
Tentara Syria membombardir kota yang menjadi ajang pertempuran sengit di antara kubu oposisi dan pemerintah tersebut belakangan ini. Serangan mortir dan artileri pasukan Assad itu merenggut sedikitnya 260 jiwa. Kubu oposisi pun menyebut represi rezim Assad kemarin sebagai pembantaian dan serangan militer paling mematikan sejak revolusi sipil bergulir pada Maret tahun lalu.
Ironisnya, pembantaian tersebut terjadi menjelang pertemuan khusus Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) di markasnya, New York, AS. Sebanyak 15 anggota DK PBB (lima anggota tetap dan sepuluh tidak tetap) dijadwalkan bertemu kemarin pagi waktu AS atau tadi malam WIB untuk mengambil suara terkait resolusi yang mengutuk aksi kekerasan di Syria. Voting (pemungutan suara) belum juga berlangsung, korban jiwa warga sipil ternyata terus berjatuhan.
Serangan tanpa henti kemarin membuat kawasan Khaldiyeh, wilayah di Kota Homs yang didominasi warga Sunni, rusak parah. "Kami sedang duduk di rumah. Tiba-tiba serangan mortir dari berbagai arah menghajar gedung-gedung tinggi di sekitar rumah kami," terang Mohammad, warga Khaldiyeh.
Karena panik, dia pun mengajak seluruh anggota keluarganya berlindung di dalam rumah. Hal sama dilakukan para tetangga Mohammad. Mereka tidak berani ke luar rumah karena khawatir terkena peluru nyasar. "Ini serangan yang sangat tiba-tiba. Tak ada aksi seperti protes atau unjuk rasa yang memicunya. Kini, semua orang gemetar ketakutan," lanjutnya.
Menurut Mohammad, pasukan Assad melancarkan serangan ke Kota Homs menjelang tengah malam pada Jumat lalu (3/2). Selama beberapa jam, peluru dan mortir militer Syria tak berhenti membombardir kota berpenduduk sekitar 1,2 juta jiwa itu. Serangan tersebut baru berakhir beberapa saat sebelum fajar menyingsing. Sedikitnya, 140 warga Khaldiyeh tewas dalam serangan itu.
Setelah tidak terdengar lagi suara tembakan dan mortir, warga baru berani ke luar rumah. Mereka pun lantas melihat kerusakan yang terjadi sambil mencari sanak keluarga mereka yang hilang. "Ini malapetaka. Tak ada kata yang bisa melukiskan pemandangan di wilayah ini," ujar Mohammad sambil menunjukkan kekacauan di sekitar kawasan tempat tinggalnya.
Rekaman video amatir yang menunjukkan dampak serangan maut itu beredar di internet kemarin. Salah satu di antaranya adalah video yang memperlihatkan aktivitas pengobatan di sebuah masjid yang disulap menjadi klinik darurat. Selain menampung korban selamat yang kehilangan tangan dan kaki, masjid itu menjadi tempat penampungan mayat sementara.
Dalam video lain, beberapa warga tampak coba mematikan api yang melalap sedikitnya lima rumah di Khaldiyeh. Serangan mortir itu memang membuat sejumlah besar bangunan di Khaldiyeh dan beberapa sudut lain Kota Homs terbakar.
"Ini serangan paling mematikan selama 11 bulan terakhir," tutur Rami Abdul-Rahman, direktur Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), lembaga HAM yang beroposisi. Dari laporan yang dia himpun di lapangan dan tambahan data dari kelompok oposisi Local Coordination Committees (LCC), korban tewas di seluruh Homs mencapai lebih dari 200 orang. Sedangkan jumlah korban luka diperkirakan ratusan.
Data lain yang diperoleh Dewan Nasional Syria atau SNC (organisasi dan koalisi kelompok oposisi) menyebut bahwa korban tewas sedikitnya 260 jiwa.
Ammar, aktivis oposisi dari Distrik Bab Tadmur, juga menyatakan bahwa korban tewas sebenarnya tak hanya 200 orang. "Ada lebih dari 330 warga yang tewas dan ratusan lainnya terluka. Jika serangan ini berlanjut selama beberapa malam, Homs akan lenyap dari peta," tegasnya. Dia pun mendesak PBB segera bertindak dan mengakhiri kekejian rezim Assad.
Pemicu pembantaian dan serangan mematikan menjelang pemungutan suara DK PBB itu masih belum diketahui. Namun, ada laporan yang menyebut bahwa para tentara pembangkang yang tergabung dalam Free Syrian Army (FSA) sebagai pemicunya. Berdasar informasi, FSA sengaja mendirikan pos pemeriksaan di Khaldiyeh untuk mengonsolidasikan keamanan. Ini membuat militer pro-Assad berang.
Terpisah, dua aktivis oposisi mengatakan bahwa pembantaian kemarin dipicu serangan yang dilakukan anggota FSA atas pos militer Khaldiyeh pada Kamis malam (2/2) lalu. Dalam serangan itu, para mantan serdadu itu menculik sedikitnya 17 militer yang loyal terhadap rezim Assad. Aksi tersebut memicu baku tembak di Khaldiyeh dan disusul dengan serangan yang mematikan pada Jumat tengah malam.
Sementara itu, DK PBB sepertinya tetap belum berhasil mencapai kata sepakat soal resolusi Syria. Menjelang pemungutan suara tadi malam WIB, Rusia selaku sekutu dekat Syria masih menegaskan bahwa sikap mereka tidak berubah.
Bahkan, Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov menyatakan bahwa pihaknya siap menggunakan hak veto untuk menjegal sanksi yang dirumuskan Liga Arab bersama Jerman, Prancis, dan Inggris terhadap Syria. Namun, menyikapi pembantaian rezim Assad, dia berencana terbang ke Damaskus pada Selasa depan (7/2) untuk berbicara dengan pemerintah Syria. (AP/AFP/RTR/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polemik Kedatangan Pangeran William
Redaktur : Tim Redaksi