jpnn.com, JAKARTA - Petani padi khususnya di wilayah Food Estate Kalimantan Tengah kini tengah bersiap melakukan panen.
Menurut Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalteng Syamsuddin, rata-rata hasil panen akan mendapatkan 4 ton-6 ton per hektare.
BACA JUGA: Food Estate Kesempatan Emas, Menko Luhut: Jangan Impor-impor Lagi
“Kami sudah melihat kondisi lahan dan pertanaman, dan siap dilakukan panen pada minggu pertama Februari sekitar 200 hektare-250 hektare,” ujarnya saat ditemui di lokasi Food Estate, Sabtu (30/1).
Sementara, beberapa petani telah melakukan panen dengan hasil cukup memuaskan.
BACA JUGA: Mentan Syahrul Dorong Provinsi Kalteng Kembangkan Food Estate
Contohnya pertanaman padi milik Taufik, petani di Desa Belanti Siam, yang mampu memperoleh hasil sekitar 6,4 ton per hektare.
“Varietas yang kami tanam Inpari 42 dan alhamdulillah hasilnya meningkat daripada kemarin. Hasil panen ini juga siap kami gunakan sebagai benih," ungkapnya.
Taufik tergabung dalam kelompok tani Karya Makmur dengan total lahan yang digarap mencapai hektare.
Edi Subairi, petugas pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT) Desa Belanti Siam menambahkan bahwa di wilayah ini total lahan yang ada mencapai 1000 hektare dengan hasil yang sangat memuaskan, rata-rata 5,5 ton-5,6 ton per hektare.
“Memang ada di beberapa titik hasil kurang memuaskan, karena faktor iklim yaitu padi roboh sehingga petani panen di awal dan hasil tidak maksimal," tambahnya.
Terkait robohnya tanaman padi di beberapa titik tersebut, Syamsuddin menjelaskan bahwa pihaknya telah memberikan rekomendasi kepada petani untuk melakukan tanam pindah yang dapat memperkuat perakaran tanaman sehingga memperkecil kemungkinan tersebut.
"Namun beberapa masih terbiasa dengan cara tanam tabur sehingga tanaman tidak mampu menahan terpaan angin sehingga tanaman roboh dan panen harus dipercepat,” lanjutnya.
Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry menyampaikan bahwa sejak awal dimulainya program Food Estate, pihaknya telah menerjunkan tim terbaiknya dalam melakukan pengkajian, memberikan rekomendasi, dan pendampingan baik kepada pemerintah daerah setempat ataupun langsung ke petani.
“Food Estate adalah program superprioritas. Di sini kami juga telah membangun center of excellent yaitu model ideal Food Estate yang sesuai dengan kondisi petani serta peluang industri. Lokasi tersebut yang akan menjadi pusat percontohan bagi kawasan di sekitarnya," tambah Fadjry.
Pada beberapa kesempatan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan optimismenya terhadap program Food Estate, meskipun terjadi dinamika di lapangan.
"Ini lahan yang sangat dinamis, tidak seperti di Jawa, Sumatera, atau Sulawesi. Di sini lahan rawa, kontur tanahnya ada yang dalam, sedang, datar, dan cukup bagus. Oleh karena itu, dinamika lapangan juga ada," ungkap Mentan saat meninjau lokasi, Rabu (16/12/2020) lalu.
Penggunaan teknologi menjadi salah satu dasar optimisme itu.
Mentan SYL juga mengungkapkan dalam program ini penerapan mekanisasi serta teknologi pertanian, diharapkan dapat mengoptimalkan rawa menjadi lahan pertanian produktif dan meningkatkan produksi.
Terkait hal tersebut, Kepala Balitbangtan menyatakan bahwa pihaknya sudah menerapkan teknologi budidaya Rawa Intensif, Super dan Aktual (RAISA) yang dapat mendukung produksi padi pada lahan dengan kandungan zat besi dan natrium yang tinggi.
“Dengan aplikasi teknologi ini akan dapat meningkatkan produktivitas padi serta diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman dari IP 100 menjadi IP 200 atau bahkan IP 300 dalam setahun," lanjut Fadjry.
BPTP sebagai kepanjangan tangan Balitbangtan di daerah, kata Syamsuddin, akan terus memberikan pendampingan kepada petani sehingga seluruh wilayah yang menjadi lokasi Food Estate dapat mencapai hasil yang maksimal.
“Kami akan terus mengawal dan memberikan pendampingan sesuai rekomendasi tim, seperti perlakuan lahan, cara tanam dan budidaya sehingga hasil dari pertanaman dapat optimal," ujarnya.
Syamsuddin menambahkan bahwa pemilihan varietas yang ditanam di lokasi tersebut adalah preferensi dari para petani, seperti varietas Inpari 32 dan Inpari 42 yang sudah cukup lama dikenal dan ditanam para petani di wilayah tersebut.
"Varietas tersebut menjadi primadona karena memiliki rendemen beras tinggi dan saat ini harga gabah konsumsi mencapai Rp. 5.300 per kilogram," tambah Syamsuddin.
Terkait gerakan percepatan tanam, Syamsuddin menjelaskan bahwa hal tersebut sudah berdasarkan hasil kajian khususnya dalam hal kecukupan air.
"Percepatan tanam karena air cukup, dan tanaman padi sangat memerlukan air," ucapnya.
Wasis Haryanto, petani dari kelompok tani Rukun Santosa Desa Belanti Siam mengungkapkan bahwa dengan mengikuti program Food Estate ini hasil panennya mencapai 5,1 ton per hektare yang menggunakan varietas Inpari 42, dan sebagian akan digunakan untuk benih.
Petani berusia 35 tahun ini juga berharap pemerintah terus memberikan pendampingan pada para petani di wilayahnya.
“Saya senang dengan adanya program Food Estate ini, dan kami ingin terus didampingi supaya hasilnya bisa lebih baik lagi,” tutupnya. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy