JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) yang masuk anggota Koalisi Tolak Kurikulum 2013, bersama orang tua murid, Jumat (15/3), mendatangi gedung Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Mereka datang untuk menyerahkan petisi Tolak Kurikulum 2013 yang telah ditandatangani 1.500-an warga negara Indonesia dari berbagai daerah.
Petisi ini menjadi salah satu simbol penolakan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, khususnya kemdikbud, yang dinilai mengeluarkan kebijakan yang tidak menjawab masalah pendidikan di Indonesia.
"Kedatangan kami untuk menyerahakan petisi online Tolak Kurikulum 2013. Tadi kita serahkan ke menteri melalui Kepala TU-nya, dan kepada kepala Balitbang Kemdikbud," kata Siti Juliantari Rachman, dari tim monitoring pelayanan publik ICW, di gedung kemdikbud.
Menurut Tari, petisi yang sudah digulirkan sejak 5 Desember 2012 ini selain menolak kurikulum 2013, juga memberikan banyak aspirasi dan masukan warga Indonesia dengan berbagai latar belakang, mulai dari praktisi pendidikan, guru, siswa, orang tua murid.
"Awalnya kami lihat ada hal-hal yang janggal, proses yang tidak sesuai dalam perubahan kurikulum. Ini bukan kami menentang ada perubahan, kami nilai perubahan yang dilakukan menteri bukan menjawab permasalahan pendidikan yang ada," jelasnya.
Harusnya, tambah Tari, pemerintah mengkaji lagi, melakukan evalusasi terhadap keberhasilan Kurikulum Tingakt Satuan Pendidikan (KTSP) yang dijalankan saat ini. Karena hasil penelusuran ICW sendiri, ternyata masih ada sekolah yang belum menerapkan KTSP, tapi sudah diganti lagi.
"Harusnya pemerintah tidak terburu-buru, harus ditelaah lagi. Harus ada mekanisme, indikator, hingga evaluasi KTSP sebelum mengubah kurikulum," tandas Tari.
Sementara itu, Jummy Paat dari Koalisi menilai perubahan kurikulum ini sama saja membodohkan guru karena guru-guru tidak lagi membuat silabus karena telah disiapkan oleh kemdikbud.
"Menyiapkan silabus sama saja membodohkan guru. Beda dengan KTSP yang memberikan kebebasan pada guru. Karena guru itu bukan operator, tapi kreator. Sedangkan dalam kurikulum 2013, guru hanya operator," tegas Jimmy.(fat/jpnn)
Mereka datang untuk menyerahkan petisi Tolak Kurikulum 2013 yang telah ditandatangani 1.500-an warga negara Indonesia dari berbagai daerah.
Petisi ini menjadi salah satu simbol penolakan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, khususnya kemdikbud, yang dinilai mengeluarkan kebijakan yang tidak menjawab masalah pendidikan di Indonesia.
"Kedatangan kami untuk menyerahakan petisi online Tolak Kurikulum 2013. Tadi kita serahkan ke menteri melalui Kepala TU-nya, dan kepada kepala Balitbang Kemdikbud," kata Siti Juliantari Rachman, dari tim monitoring pelayanan publik ICW, di gedung kemdikbud.
Menurut Tari, petisi yang sudah digulirkan sejak 5 Desember 2012 ini selain menolak kurikulum 2013, juga memberikan banyak aspirasi dan masukan warga Indonesia dengan berbagai latar belakang, mulai dari praktisi pendidikan, guru, siswa, orang tua murid.
"Awalnya kami lihat ada hal-hal yang janggal, proses yang tidak sesuai dalam perubahan kurikulum. Ini bukan kami menentang ada perubahan, kami nilai perubahan yang dilakukan menteri bukan menjawab permasalahan pendidikan yang ada," jelasnya.
Harusnya, tambah Tari, pemerintah mengkaji lagi, melakukan evalusasi terhadap keberhasilan Kurikulum Tingakt Satuan Pendidikan (KTSP) yang dijalankan saat ini. Karena hasil penelusuran ICW sendiri, ternyata masih ada sekolah yang belum menerapkan KTSP, tapi sudah diganti lagi.
"Harusnya pemerintah tidak terburu-buru, harus ditelaah lagi. Harus ada mekanisme, indikator, hingga evaluasi KTSP sebelum mengubah kurikulum," tandas Tari.
Sementara itu, Jummy Paat dari Koalisi menilai perubahan kurikulum ini sama saja membodohkan guru karena guru-guru tidak lagi membuat silabus karena telah disiapkan oleh kemdikbud.
"Menyiapkan silabus sama saja membodohkan guru. Beda dengan KTSP yang memberikan kebebasan pada guru. Karena guru itu bukan operator, tapi kreator. Sedangkan dalam kurikulum 2013, guru hanya operator," tegas Jimmy.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PB PGRI Adukan Masalah TPP Guru ke Presiden
Redaktur : Tim Redaksi