PGRI Ingin Berdiri Sendiri?

Selasa, 08 Januari 2013 – 06:51 WIB
BOGOR-Rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74/2008 tentang Guru, membuat gusar para guru yang tergabung dalam organisasi selain Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Sejumlah organisasi guru seperti Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) dan Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengaku keberatan dengan rencana pemerintah itu.

Menurut Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listyarti, revisi PP Nomor 74/2008, merupakan upaya untuk memberangus organisasi guru selain PGRI. Terlebih, mereka selama ini dikenal berani menyuarakan pendapat berbeda terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak sesuai. Berbeda dengan PGRI yang identik dekat dengan pemerintah.

“Undang-Undang Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang punya semangat reformasi dan demokrasi, akan dicederai oleh rencana perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 74/2008 tentang Guru,” ungkapnya kepada wartawan.

Salah satu poin perubahan yang sangat mendasar adalah, organisasi profesi guru harus memiliki anggota sebagaimana aturan dalam Undang-Undang Pemilu khususnya dalam persyaratan organisasi peserta pemilu. Padahal, aturan untuk organisasi guru semestinya merujuk pada Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya syarat mendirikan serikat pekerja.

Praktisi Organisasi Pendidikan Gema Mathla"ul Anwar, Abdul Aziz menilai, hal itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjamin kebebasan untuk berserikat dan mengeluarkan pendapat. Ia tidak sepakat jika pemerintah membatasi atau memberangus organisasi atau LSM guru itu. Sebab, para guru juga memiliki hak untuk berserikat dan berkumpul.

“Jangan sampai muncul isu adanya konspirasi untuk memberangus organsasi profesi guru dan LSM guru. Bebas berkumpul dan memiliki aspirasi sebagai serikat,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua PGRI Kota Bogor H Basuki membantah jika pengajuan revisi PP Nomor 74/2008 bertujuan untuk memberangus organisasi profesi guru, selain PGRI. Ia juga tak sependapat jika hal itu dianggap sebagai konspirasi atau memonopoli organisasi keguruan oleh PGRI.

“Tidak seperti itu (memberangus). Justru PGRI akan menjadi induk bagi oraganisasi-organisasi keguruan yang ada. Jadi induknya PGRI, kemudian di dalamnya ada persatuan guru olahraga misalnya,” papar Basuki.

Selain itu, Basuki juga memastikan organisasi di dalam tubuh PGRI tetap memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) sendiri. PGRI tidak akan ikut campur dalam internal organisasi. Namun ia tidak berdalih jika ada organisasi yang bisa tutup usia dengan adanya revisi tersebut. Hal itu dinilainya sebagai konsekuensi logis, mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, yang menyebutkan bahwa semua organisasi keguruan masuk ke dalam PGRI.

“Usulan PGRI yang telah berdiri selama 67 tahun tentunya sudah dipertimbangkan matang-matang. Justru revisi ini akan berdampak baik. Mencegah perpecahan dan nantinya akan satu aspirasi,” tukasnya.

Hal senada diutarakan Ketua PGRI Kabupaten Bogor, Dadang Suntana. Menurutnya, revisi itu justru akan memberikan payung hukum bagi organisasi profesi guru. Dengan adanya revisi PP74, PGRI ingin seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang merupakan induk dari semua organisasi di bidangnya. Mengingat, IDI pun memiliki pengurus dan anggota hingga ke pelosok desa.

“PGRI adalah unitaristik. Anggota PGRI sampai tingkat ranting desa. Ada AD/ART dan anggota meluas dari semua satuan pendidikan. Tidak mengenal ijazah dan tidak boleh terlibat politik praktis,” tegasnya.

Sementara itu, menanggapi polemik ini, anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor Ida Farida Darwi meminta pemerintah merangkul semua elemen organisasi profesi guru dan PGRI untuk berdiskusi sebelum merevisi peraturan tersebut. Sehingga, apabila revisi sudah berjalan, tidak ada kegaduhan di masyarakat dan menjadi PP yang menguntungkan bagi seluruh organisasi keguruan.

“Terutama dalam pasal-pasal yang mengundang pro dan kontra. Seharusnya pemerintah juga mendengarkan keluhan organisasi buruh dan tidak hanya mengakomodir PGRI saja. Apalagi organisasi guru itu sifatnya profesi yang lebih mengutamakan fungsi. Beda dengan ormas,” kata dia.

Sekadar informasi, anggota PGRI di Bogor mencapai 42 ribu orang. Terdiri dari 36 ribu guru di Kabupaten Bogor dan delapan ribu di Kota Bogor. Biaya operasional dari organisasi ini didapatkan dari iuran anggota, sebesar Rp2 ribu hingga Rp3 ribu per bulan. PGRI juga sesekali mendapat bantuan dari pemerintah. Selain untuk biaya operasional organisasi, dana tersebut juga digunakan untuk tunjangan sosial pada anggota atau salah satu keluarga anggota yang meninggal.

“Besarannya berbeda-beda. Dana sosial kematian Rp750 ribu dan kalau keluarga Rp500 ribu. Ada bantuan juga dari pemda. Tahun ini kami mendapat Rp300 juta,” tutup Ketua PGRI Kota Bogor, H Basuki. (ric)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Semangat RSBI Harus Dipertahankan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler