JAKARTA - Kasus suap dalam praktek uji kompetensi akhir (UKA) guru calon peserta sertifikasi mendapat respon keras dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Ogranisasi profesi guru tertua di republik ini mengatakan, guru bukan menyuap. Sebaliknya, mereka menjadi korban pemerasan.
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PGRI Sulistyo mengatakan, mencuatnya praktek pemerasan ini, membuat pemerintah terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) wajib mengoreksi kebijakan ini. "Sejak awal, PGRI tegas keberatan dengan UKA ini," ucapnya.
Ujian yang dilaksanakan 25 Februari lalu itu diikuti sekitar 285 ribu guru dan pengawas sekolah. Sementara kuota kelulusan hanya 250 ribu kursi.
"Sikap PGRI tegas, yang terjadi bukan guru menyuap. Tetapi mereka dipalak," ujar pria yang juga menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu. Pemberitaan yang menyatakan telah terjadi praktek suap oleh guru kepada oknum dinas pendidikan, menurut Sulistyo kian memojokkan posisi guru.
Menurut Sulistyo, seluruh guru yang mengikuti UKA ini diliputi kegelisahan. Sulistyo bersikap jika UKA ini tidak sesuai dengan undang-undang guru dan dosen. Sebab, posisi UKA ini bisa menjegal kesempatan guru untuk memperoleh sertifikat pendidik.
Dengan munculnya laporan transaksi uang dibalik pelaksanaan UKA, dengan tegas mengatakan UKA tidak perlu dilanjutkan lagi. Dia meminta penentuan peserta sertifikasi guru tidak perlu melalui saringan UKA. "Sebaiknya kembali seperti dulu. Yaitu dengan sistem NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Red)," kata dia.
Dengan sistem NUPTK ini, kata Sulistyo, penentuan calon peserta sertifikasi bila lebih transparan. Para guru sendiri bisa melihat peluangnya untuk lolos dan berhak mengikuti sertifikasi. Sedangkan dalam UKA ini, PGRI menilai Kemendikbud belum memiliki ketegasan alat evaluasi kelulusan peserta UKA. Kondisi ini mengakibatkan, rawan terjadi penyimpangan dalam penetapan kelulusan peserta UKA.
Seperti diketahui, muncul laporan sejumlah guru peserta yang menyetor uang hingga Rp 2 juta per orang kepada oknum dinas pendidikan daerah di kawasan Sumatera Utara. Motivasi di balik setoran ini masih misteri. Muncul dua dugaan terkait praktek kotor ini.
Pertama, oknum dinas pendidikan memanfaatkan kegelisihan guru menghadapi UKA. Ujung-ujungnya, mereka menjanjikan kelulusan UKA kepada para peserta ujian asalkan telah menyetor uang.
Dugaan lainnya adalah, para guru peserta UKA memang sengaja nyogok atau menyuap oknum dinas pendidikan daerah. Tujuannya, supaya nama mereka bisa diluluskan dalam seleksi UKA ini. Sehingga, mereka bisa ikut program sertifikasi guru. Fenomena ini muncul karena para guru kurang mendapatkan informasi yang benar. Di antaranya informasi jika yang mengoreksi dan menetapkan kelulusan adalah pemerintah daerah. Bukan dinas pendidikan daerah.
Pihak Kemendikbud sendiri belum menentukan sikap tegas terhadap laporan guru peserta UKA yang menyetor uang ke oknum dinas pendidikan di Sumatera Utara ini. Kepala Badan Sumber Daya Manusia dan Penjamin Mutu Pendidikan (BPSDM-PMP) Syawal Gultom meminta guru yang telah setor uang untuk buka mulut. Para guru ini diminta untuk terang-terangan menyebut oknum dinas pendidikan yang telah mereka beri duit. Kemendikbud belum berencana menerjunkan tim khusus untuk mengklarifikasi kasus ini. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prodi Akupuntur Kurang Diminati
Redaktur : Tim Redaksi