Tapi, kabar bahagia bagi kaum buruh se Bogor itu bisa berujung nestapa. Pasalnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bogor berancang-ancang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Informasi yang dihimpun Radar Bogor (Grup JPNN), pengaruh peningkatan UMK akan dirasakan langsung oleh 258 perusahaan anggota Apindo Bogor. Jika tetap memaksakan memberikan upah sesusai ketentuan anyar, estimasi rata-ratanya yakni setiap perusahaan bakal melakukan efisiensi sumber daya manusia (SDM) sebanyak 233 pekerja. Sehingga total PHK pada 258 perusahaan itu bisa lebih dari 60 ribu pekerja.
“Seharusnya tidak sembarang mengikuti daerah lain. UMK itu otonom. Harus ada pertimbangan tersendiri di tiap daerah. Dan, untuk industri padat karya, harus ada UMK khusus. Kalau begini ancaman bangkrut dan PHK di depan mata,” kata Ketua Apindo Kabupaten Bogor, Alexander Frans kepada Radar Bogor, kemarin.
Estimasi PHK sekitar 60 ribu pekerja itu dinilai logis. Pasalnya, sebagian besar industri di wilayah Bogor dan sekitarnya didominasi pengusaha padat karya dan UKM, seperti pakaian, boneka, sepatu. Berbeda dengan Kabupaten Bekasi yang dipadati pabrik dari industri berat dan teknologi tinggi.
Setelah ditetapkan, Alex meminta para pengusaha untuk tak ragu-ragu melakukan efisiensi sebagai pertimbangan untung rugi perusahaan. Jika sudah mulai terlihat mulai merugi, Alex mengimbau ke seluruh anggota Apindo untuk tak ragu melakukan PHK, sebagai bukti bahwa penetapan UMK tersebut benar-benar memberatkan dunia usaha.
“Sebelumnya kami juga meminta rekan buruh agar mempertimbangkan semua resiko dan potensi. Seharusnya pengusaha dan buruh bersatu. Buruh juga harus menganggap perusahaan sebagai ladang mereka,” ungkapnya.
Sekretaris Eksekutif Apindo Kabupaten Bogor, Sabeni Endik menambahkan, seluruh perusahaan menyatakan menolak kenaikan UMK karena dianggap mengenyampingkan undang-undang tentang ketenagakerjaan. “Jadi tidak bisa dong UMK-nya disamakan. Apapun nanti keputusan akhir, langkah akhir kami akan menempuh jalur hukum,” tandasnya.
Sementara itu, sektor pariwisata diproyeksi bakal terguncang hebat akibat peningkatan UMK 2013 secara signifikan. Dari 430 perusahaan anggota Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor, lebih dari 80 persen perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi UMK sebesar Rp 2.002.000.
Artinya, lebih dari 350 pelaku usaha di bidang perhotelan dan kuliner akan menghadapi situasi keuangan yang pelik. Padahal, sebanyak 10.050 perkerja menggantungkan nasibnya pada 350 tersebut.
"Rata-rata 30 pekerja satu perusahaan, bisa lebih, bisa kurang. Yang keberatan memenuhi UMK Rp 2 juta, merupakan kalangan pengusaha perhotelan kelas melati," kata Ketua PHRI Kabupaten Bogor, Agus Bayu.
Agus mengatakan, keuangan perusahaan di sektor pariwisata sangat tergantung pada tingkat hunian yang fluktuatif. "Jadi tidak stabil. Kalau saat huniannya rendah, bagaimana? Untuk itu, kami sedang melakukan kajian untuk menentukan langkah-langkah ke depan," jelasnya.
Menurut Agus, ketidakmampuan perusahaan membayar UMK merupakan permasalahan serius. Bukan hanya PHK, tapi ancaman gulir tikar atau kebangkrutan bisa terjadi. "Padahal, pariwisata tengah berkembang. Tahun lalu saja, sebanyak Rp43 miliar pendapatan asli daerah didatangkan dari sektor tersebut," tegasnya.
Tetap Diteken
Sejatinya saat ini buruh Bogor bisa bernafas lega. Kendati Apindo Kota dan Kabupaten Bogor tak membubuhkan tanda tangan dalam berita acara penetapan Dewan Pengupahan, namun pengusulan dari Walikota Bogor Diani Budiarto dan Bupati Bogor Rachmat Yasin tetap melenggang ke meja Gubernur.
“Sah. Itu memenuhi unsur untuk masuk ke dalam pembahasan, karena pemerintah dan buruh sudah setuju, sudah korum, 2:1. Pada dasarnya usulan dari daerah tidak dikoreksi. Hanya dipastikan secara administratif, apakah unsur-unsurnya sudah dipenuhi atau belum,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat, Hening Widyatmoko kepada Radar Bogor, kemarin.
Hening menyadari adanya ancaman PHK secara massal akibat peningkatan UMK signifikan. "Tapi kan perusahaan yang merasa tidak mampu bisa mengajukan penangguhan. Pengajuannya diterima paling lambat 21 Desember 2012, sepuluh hari sebelum diberlakukan," terangnya.
Meski demikian, pengajuan penangguhan pengupahan sesuai UMK sangat sulit untuk disetujui. Pasalnya, harus mendapat persetujuan buruh dan membuktikan ketidakmampuan perusahaan dengan melampirkan laporan keuangan selama dua tahun terakhir masa produksi.
"Ada konsekuensinya memang. Pertama, banyaknya pengajuan penangguhan. Kedua, relokasi pabrik ke daerah dengan UMK lebih rendah. Ketiga, baru muncul ancaman PHK karena ketidakmampuan perusahaan," jelas Hening.
Peningkatan UMK 2013 secara signifikan akan menguji sejauhmana daya pikat Jawa Barat sebagai lumbung industri. "Jangan sampai, derasnya investasi hanya karena buruhnya dinilai murah. Kami juga akan melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan UMK 2013," ucapnya.
Seperti diketahui, bila penetapan final sebesar Rp2.002.000, maka peningkatan UMK tahun depan cukup fantastis. Untuk Kota Bogor, peningkatannya sebesar 70,4 persen, dari UMK 2012 Rp1.174.200 menjadi Rp2.002.000. Sementara untuk Kabupaten Bogor peningkatannya sebesar 57,7 persen dari UMK 2012 Rp1.269.320. Para buruh jelas bersyukur, sementara pengusaha bisa tersungkur.
Kepala Disnakertrans Kota Bogor, Bambang Budiyanto menjelaskan, ancaman PHK massal yang dilancarkan pengusaha sangat mungkin terjadi. "Tapi kami berharap ada solusi lain, seperti meningkatkan produktivitas," katanya.
Bambang mengatakan, Walikota Diani Budiarto sudah barang tentu tak sembron dalam menandatangani pengusulan UMK 2013 kepada Gubernur. "Bagaimana pun, kesejahteraan buruh perlu diperhatikan, karena UMK 2012 sebesar Rp 1,1 juta memang sangat minim," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Kabupaten Bogor, Nuradi pun memberikan tanggapan serupa. Ia menilai, peningkatan UMK 2013 sudah dipertimbangkan dengan memperhatikan dua kepentingan, baik buruh maupun pengusaha.
"Adapun mengenai upaya hukum yang akan ditempuh oleh Apindo setelah penetapan UMK 2012, itu sah-sah saja, hak mereka untuk melakukan hugatan. Kami akan mengikuti prosesnya saja," tandasnya.
Terpisah, anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Hendrayana menilai besaran UMK yang telah ditetapkan Dewan Pengupahan Kabupaten sebesar Rp2.002.000 sudah mendekati angka ideal. Itu mengacu pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 13 tahun 2012, terkait komponen hidup layak (KHL) yang bertambah dari 46 item menjadi 60 item.
“Selain KHL, UMK yang sudah ditetapkan telah mempertimbangkan inflasi dan laju pertembuhan ekonomi. Tepi, saya juga mendengar dari pihak Apindo sangat keberatan dengan besaran UMK tersebut. Saya pikir seandainya Apindo tidak sanggup melaksanakan, ada mekanisme yang dapat ditempuh dan memungkinkan mengajukan penangguhan,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua Serikat Pekerja Indonesia (FSPIN) Kabupaten Bogor, Edi Purwanto mengaku gembira atas ketetapan UMK tersebut. Ia mengatakan, kesepakatan bersama sesuai dengan tuntutan dan harapan buruh selama ini.
“Alhamdulillah sudah disepakati via rapat Depekab, Pemkab dan Serikat Pekerja dan buruh. Meski Apindo walk out. Usai rapat penetapan bersama, surat rekomendasi UMK tersebut sedianya langsung dikirim ke Gubernur Jawa Barat untuk ditindaklanjuti. Serikat Pekerja dan Buruh akan mengawal proses ini untuk menghindari adanya upaya-upaya pembatalan menghambat realisasi rekomendasi tersebut,” tandasnya. (cr2/ric)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Idolakan Jokowi, Rela Jalan Kaki Surabaya-Jakarta
Redaktur : Tim Redaksi