jpnn.com - Lagi-lagi kejutan. Dari negara itu lagi.
Diumumkannya: tanggal 19 Juni lalu. Badan Administrasi Obat Nasional menyetujui penemuan vaksin jenis baru lagi. Untuk imunisasi Covid-19. Yang, kata penemunya, lebih canggih.
BACA JUGA: Transaksi Virus
Namanya: vaksin mRNA (messenger ribonucleic acid).
Penemunya: Institut Penelitian Medis Militer.
BACA JUGA: Tirani Minoritas
Pimpinan proyek penelitian: Qin Chengfeng.
Vaksin mRNA itu sudah mencapai tahap berhasil bagi seorang ilmuwan. Yakni sudah disetujui untuk dilakukan uji klinis.
BACA JUGA: Santo Purnama
Itu berarti sudah lolos uji-uji yang lain. Termasuk sudah diuji ke tikus dan monyet. Saatnya diujikan ke manusia. Itu yang disebut uji klinis.
Seperti juga penemuan obat pada umumnya, uji klinis itu perlu tiga tahap: disuntikkan ke sejumlah orang untuk mengetahui manjur tidaknya. Di tahap ini diperlukan 50 sampai 100 orang relawan. Agar bisa diperoleh variasi umur, variasi dosis dan variasi waktu yang cukup.
Kalau fase pertama itu lolos masuk fase kedua. Diperlukan relawan dengan jumlah yang setara. Fase kedua ini untuk mengetahui efek samping dari obat baru.
Fase terakhir diperlukan lebih banyak lagi relawan. Untuk mendapatkan bahan evaluasi yang lebih luas.
Temuan baru ini tidak sama dengan temuan tim Mayjen Chen Wei yang lalu.
Temuan tim Chen Wei sudah berada di tahap terakhir. Tinggal menunggu hasilnya. Sekitar sebulan lagi.
Setelah itu, mestinya, tinggal mengajukan izin produksi dan izin edar. Maka tidak lama lagi vaksin Covid-19 temuan peneliti militer di Wuhan itu mestinya bisa mulai dipakai. Perkiraan saya sekitar bulan September atau Oktober.
Sudah jelas, kata Chen Wei, hasil uji klinis tahap 1 dan 2 sangat gemilang.
Ternyata ada penemuan baru lagi. Dan masih tetap mengejutkan. Setidaknya secara keilmuan.
Di Tiongkok sendiri temuan terbaru ini disebut sebagai varietas vaksin teknologi tinggi.
Vaksin mRNA ini disebut sampai bisa menginduksi respons T-cell pelindung. Apa itu sel T?
Tubuh manusia terbentuk dari bermiliar-miliar sel. Atau bahkan triliunan. Jenis sel-nya pun macam-macam. Salah satunya disebut sel T.
Saya pernah mendapat penjelasan detail tentang peran sel T ini dalam tubuh manusia. Yakni saat saya menjalani stem cell.
Waktu itu saya menyediakan diri sebagai pejabat tinggi pertama yang mau menjalani stem cell oleh dokter putra bangsa sendiri: Dr. dr. Purwati. Peneliti dari Universitas Airlangga Surabaya.
Setelah tiga kali menjalani peremajaan sel itu, saya menghadiri ceramah Dr Mahathir Mohamad. Saya kaget melihat kesegaran fisiknya. Beda sekali dengan dua tahun sebelumnya. Saat saya bertemu beliau di Kuala Lumpur. Saat itu beliau sakit-sakitan. Bahkan perlu dipapah.
Melihat kesegaran Pak Mahathir saya pun menginformasikannya ke Dokter Purwati. Termasuk info yang saya peroleh di Kuala Lumpur. Bahwa Pak Mahathir bisa segar begitu karena menjalani stem cell khusus: stem cell sel T.
Saya pikir itu baru. Ternyata Dokter Purwati juga sudah mendalami sel T itu.
”Saya juga bisa melakukannya,” ujar Dokter Purwati. ”Mau?” tanyanyi.
Saya pun mau. Saya pun menjalani stem cell khusus untuk sel T.
Saat itulah saya mendapat penjelasan apa itu sel T. Itulah sel yang tugasnya mengatur keseimbangan antar sel. Agar jumlah sel di tubuh kita proporsional. Termasuk jumlah sel yang membentuk imunitas.
Kalau sel T yang ada di tubuh seseorang sudah banyak yang menua berarti kemampuan ”petugas” pengatur sel itu juga sudah berkurang.
Saya ingin sel T saya berfungsi dengan baik.
Maka darah saya diambil. Dokter Pur memilah-milah sel yang ada di darah itu. Jutaan sel yang bukan sel T disingkirkan.
Dia hanya memilih satu sel T saja. Yang paling sehat dan bentuknya paling sempurna. Sel sehat itu lantas dibiakkan di dalam laboratoriumnyi.
Setelah sel T itu dibiakkan menjadi 200 juta --yang semuanya sel muda dan sehat-- dimasukkan ke tubuh saya.
Enam bulan kemudian saya menjalani stem cell T sekali lagi. Dan sekali lagi.
Dalam dua tahun terakhir sekitar 1 miliar sel T yang muda sudah dimasukkan ke tubuh saya.
Sampai hari ini saya sudah melakukan lebih 10 kali stem cell. Tidak satu kali pun di luar negeri.
Kalau temuan vaksin mRNA itu sampai bisa menginduksi sel T, berarti penemuan tim Qing Chengfeng itu memang baru.
Menurut Cheng-feng, vaksin baru itu nanti sekaligus bisa mengatasi replikasi virus.
Yang juga baru adalah pengaturan rute teknis vaksin itu. Agar bisa mencapai sasaran dengan jalan pintas yang lebih cepat.
Uraiannya sangat teknis. Termasuk bagaimana mengekspresikan protein. Sampai tubuh memiliki kekebalan pada Covid-19.
Saya menjadi bingung.
Pilih cepat tapi dapat vaksin temuan Mayjen Chen Wei dari Wuhan itu atau menunggu lebih lama untuk dapat vaksin dari Chengfeng ini.
Saya pilih yang lain: mempersiapkan Harian DI's Way.(*)
Redaktur & Reporter : Antoni