Pilihan Menikah Tanpa Anak Sangat Berisiko Bagi Wanita

Minggu, 05 September 2021 – 21:05 WIB
Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo menyebut pilihan menikah tanpa anak sangat berisiko, terutama bagi wanita.(ANTARA/TL/Arnidhya Nur Zhafira)

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dokter Hasto Wardoyo menyebut pilihan menikah tanpa anak (childfree) sangat berisiko, terutama bagi kaum wanita.

Menurut dokter Hasto, salah satu risiko yang kemungkinan terjadi terkait biologis.

BACA JUGA: Pasien Sembuh COVID-19 Bertambah, yang Terinfeksi Tetap Masih Banyak

"Seberapa kita mau memenuhi hak kita, tetap perlu diimbangi dengan seberapa dalam kita mempertimbangkan dan memutuskan hak tersebut dengan sudah tahu konsekuensi dan plus-minusnya," kata dokter Hasto dalam keterangannya, Minggu (5/9).

"Jangan hanya karena bebas menentukan, tetapi tidak mengetahui risikonya. Banyaklah membaca, karena lebih baik tahu duluan sebelum mengambil keputusan," ucapnya menambahkan.

BACA JUGA: Oknum Dokter Tak Percaya COVID-19 Viral di Medsos, MUI Angkat Suara

Dokter Hasto mengatakan dari sisi biologis kebanyakan para wanita yang mengidap tumor dan kanter rahim, adalah mereka yang tidak memiliki anak atau yang memiliki hanya satu orang anak.

Mengutip laman Cancer.org, kanker rahim dapat menyerang wanita tanpa memandang usia.

BACA JUGA: Sedih! Gegara Belajar dari Rumah Pengetahuan Anak Hilang

Namun, lebih sering menyerang mereka yang tidak pernah memiliki anak, atau mereka yang memiliki anak pertama setelah usia 35 tahun.

"Mereka yang mengidap tumor rahim, (risiko) lebih cenderung meningkat pada mereka yang nuliparitas (tidak punya anak, atau punya anak satu)," kata dokter Hasto.

Pun dengan tumor dan kanker payudara, di mengatakan tumor dan kanker payudara cenderung banyak menyerang wanita yang tidak menyusui.

Mengutip laman Cancer Center, wanita yang belum memiliki anak, atau yang memiliki anak pertama setelah usia 30 tahun mungkin memiliki peluang sedikit lebih tinggi terkena kanker payudara.

Itu karena jaringan payudara terpapar lebih banyak estrogen untuk jangka waktu yang lebih lama.

Selain itu, ada juga kista endrometrosis, di mana sekitar 30-50 persen wanita yang mengalami endometriosis biasanya juga mengalami gangguan kesuburan atau infertilitas.

Meski endometriosis dapat mengganggu kesuburan, ada beberapa solusi yang mungkin bisa dijalani pasien agar bisa hamil, tergantung usia dan tingkat keparahan endometriosisnya.

"Karena itu jangan anggap kalau tidak punya anak bebas dari risiko. Pengetahuan kesehatan reproduksi perlu dibangun, terlebih karena perempuan siklusnya jalan terus. Setiap bulan telurnya kecil, membesar, kemudian pecah dan menstruasi."

"Ketika wanita pernah hamil, siklus itu disetop selama 9 bulan, dan itu ada baiknya--mengistirahatkan rahim dari putaran siklus hormon itu," ucap mantan Bupati Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta tersebut menambahkan.

Lebih lanjut dr. Hasto mengatakan penting bagi wanita yang memutuskan childfree untuk memperkaya wawasan terkait dampak dan risiko bagi tubuhnya.

"Seandainya mereka ingin childfree dan tahu risikonya dan kontrol secara baik, seperti misalnya payudara dikontrol secara rutin, rahimnya di-scanning secara periodik dari penyakit-penyakit yang biasanya datang kepada mereka yang tidak hamil, itu berarti baik karena dilakukan dengan rutin."

"Hal-hal seperti itu perlu sebagai imbangan pendapat childfree karena terpengaruh oleh emosional, tapi kemudian tidak tahu risiko-risikonya. Itu perlu diingatkan," kata lulusan Fakultas Kedokteran UGM itu.

Dia juga mengusulkan bagi pasangan yang masih muda, sehat, dan mampu untuk melakukan adopsi anak.

"Usul saya, kalau mereka sehat dan mampu, mungkin bisa adopsi (anak). Karena banyak dari masyarakat yang anaknya banyak tetapi tidak mampu (memenuhi kebutuhan). Kalau punya rezeki, silakan," pungkas dokter Hasto.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler