jpnn.com, JAKARTA - Berbagai ujaran di media sosial terkait pilkada DKI Jakarta diyakini sangat berpotensi membelah masyarakat. Apalagi aksi saling bully dan caci maki sangat kentara di berbagai jenis media sosial.
Hal itu terungkap dari survei Developing Countries Studies Center (DCSC) terhadap para warganet selama periode 1-14 April 2017. Ada 300 warganet yang menjadi responden survei secara online itu.
BACA JUGA: Besok Pencoblosan, Pengusaha Berharap Jakarta Tetap Aman
Peneliti DSCS Rika Kartika mengatakan, merujuk hasil survei itu ternyata 70,4 persen responden menganggap kampanye atau diskusi pilkada di media sosial berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat.
“Ini saya kira fenomena puncak gunung es yang sudah lama dikeluhkan masyarakat, dimana aksi saling bully dan caci-maki di medsos yang tidak mendidik terus terjadi”, ujar Rika melalui rilisnya, Selasa (18/4).
BACA JUGA: Pak Prabowo, Tolong Ingat Pilkada Rakyat bukan Pilkada Survei
Rika menambahkan, hal yang mengejutkan dari survei itu adalah tanggapan responden atas pertanyaan tentang perlu atau tidaknya pemerintah mengatur aktivitas di dunia maya agar warganet bijak menggunakan media sosial. Ternyata mayoritas atau 85,1 persen responden mengaku setuju.
“Padahal sejatinya kita sudah memiliki UU ITE (UU Informasi dan Transaksi Elektronik, red) yang sebenarnya sudah mengatur mengenai kemungkinan munculnya hate speech (ujaran kebencian, red) di internet. Selain itu juga ada KUHP yang mengatur sanksi hukum bila terjadi pencemaran nama baik,” sebutnya.
BACA JUGA: Fadli Zon Tampilkan Sosok Sang Penista Berbaju Kotak-Kotak
Dosen di Universitas MH Thamrin itu menambahkan, kondisi tersebut merupakan hal paradoks. Sebab, warganet justru menginginkan campur tangan yang lebih dari pemerintah meski sudah ada UU ITE.
Menurut Rika, hal itu menunjukkan sansk kepada para pelanggar aturan di media sosial selama ini kurang tegas. “Kalau UU ITE dan KUHP ditegakkan, tidak mungkin persepsi publik demikian tinggi menginginkan pengaturan lebih jauh oleh pemerintah,” ulasnya.
Faktanya, sambung Rika, media sosial masih menjadi ajang saling hujat sampai saat ini, yang hanya menimbulkan kegaduhan, tanpa ada nilai pendidikan politik yang berguna bagi pemilih. “Sanksinya sejauh ini kurang tegas,” pungkasnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bang Ongen Kerahkan 10 Ribu Anak Buah demi Menangkan Ahok
Redaktur : Tim Redaksi