Pilot Capek, Jangan Gunakan Narkoba, Seringlah Berdoa

Minggu, 14 April 2013 – 11:00 WIB
JAKARTA - Ahli biomedik penerbangan DR dr Wawan Mulyawan SpBS FS kembali berkomentar terkait nyemplungnya pesawat Lion Air di laut dekat Bandara Ngurah Rai, Bali, Sabtu (13/4).

Wawan mengatakan, di dunia selebritas, sudah menjadi rahasia umum, bahwa untuk merespons tingginya beban kerja dan jam kerja yang sangat mengganggu irama tidur yang terus berubah,  sejumlah artis menggunakan narkoba jenis stimulan agar tetap fit, tidak mudah ngantuk, dan tetap "konsentrasi" saat shooting.

Apakah di dunia penerbangan juga demikian? Menurut Wawan, ketika beberapa waktu lalu seorang pilot tetangkap basah di Jakarta sedang nyabu oleh BNN hanya beberapa jam sebelum menerbangkan pesawatnya dari Jakarta ke Makassar, banyak orang heran.

"Kok berani-beraninya mengkonsumsi narkoba, teler, dan setelah itu kemudian mengemudikan pesawat, mempertaruhkan nyawa ratusan penumpang di tangannya. Orang-orang lalu berpendapat, seharusnya perusahaan penerbangan tidak mempekerjakan seorang pilot yang suka dugem dan nyabu seperti ini," kata Wawan, dalam keterangannya, Minggu (14/4).

Benarkah tidak ada hubungan antara perilaku mengkonsumsi narkoba seorang pilot dengan beban kerja yang dialaminya?

Dijelaskan, saat perusahaan penerbangan kekurangan pilot, maka mau tidak mau pilot yang dimilikinya akan dimaksimalkan jam terbangnya. Bahkan bisa saja melebihi jumlah jam terbang maksimal dan jumlah take-off landing yang disarankan oleh kesehatan penerbangan.

Lalu apa akibatnya? Sang pilot, kata Wawan, mengalami kelelahan (fatigue), baik karena kelelahan fisik, mau pun kelelahan psikis (stress).

"Pada saat kelelahan kronis mulai muncul dan beban kerja tetap sangat tinggi seperti itu, mau tidak mau pilot-pilot harus berusaha tetap fit, konsentrasi, tidak ngantuk saat bertugas," ulas Wawan.

Solusi sehat untuk ini tentu saja, olahraga yang teratur, makan makanan yang sehat, tidur yang cukup atau selalu memanfaatkan istirahat kapan pun ada waktu untuk istirahat, dan melakukan "self therapy" psikologis seperti beribadah dan berdoa rutin, sesering mungkin berkumpul dan berinteraksi sosial positif dengan keluarga dan teman-teman dekat, dan lain-lain.

Tapi apakah semua pilot bisa melakukan ini, dan waktu yang dimilikinya masih memungkinkan untuk melakukan solusi sehat ini? "Belum tentu," ujarnya.

Beberapa orang mungkin saja memilih jalan pintas / short cut untuk tetap fit,  tidak ngantuk, dan tetap konsentrasi saat menerbangkan pesawat. Maka pilihannya, kata Wawan, bisa saja dengan mengkonsumsi narkoba jenis stimulan. Tentu saja efek positif stimulan membuatnya selalu terjaga, tidak ngantuk, dan konsentrasi.

Tapi apakah demikian? "Tentu saja efek sampingnya juga ada. Saat kita telah mengkonsumsi narkoba jenis stimulan seperti ini, sistem di otak yang dinamakan ascending reticular  activating system (ARAS) yang menjaga kita tetap terjaga dan siaga, juga menjadi rentan terhadap "rasa konsentrasi palsu" oleh stimulan narkoba," paparnya.

Efek-efek halusinasi, dan ketidakmampuan mempertahankan orientasi spasial, dan lain-lain  bisa saja muncul tanpa diketahui oleh sekelilingnya, bahkan oleh dirinya sendiri. Apa akibatnya? Pilot bisa salah melihat horizon di depannya, sehingga jika  di ketinggian bisa saja  menabrak gunung, menukik tajam ke laut, atau jika saat mendarat terjadi overshoot / undershoot

"Kita berharap, pilot Gazali yang menerbangkan Lion Air yang jatuh di laut tepi bandara Ngurah Rai kemarin tidaklah berperilaku demikian, seperti telah dibantah juga oleh manajemen Lion Air," kata Wawan.

Tapi anjuran tes narkoba yang diminta anggota DPR, masih kata Wawan, tentu ada baiknya, walau pun jika telah melewati tenggang waktu positif berada di dalam darah dan di urin /air kencing,  tes itu kemudian menjadi sia-sia belaka. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berbagi Tugas Kunci Bahagia Rumah Tangga

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler