Pilpres AS 2020: Pakar Hukum Nilai Upaya Trump Bakal Sia-Sia

Kamis, 05 November 2020 – 14:27 WIB
Presiden AS Donald Trump mendengarkan saat rapat dengan eksekutif bidang kesehatan di Cabinet Room Gedung Putih, di Washington, Selasa (14/4/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis/AWW/djo

jpnn.com, OHIO - Demi menyelamatkan jabatan, Donald Trump berusaha menyeret Pilpres AS 2020 ke Mahkamah Agung Amerika Serikat. Namun, beberapa pakar hukum Negeri Paman Sam menilai langkah politikus Partai Republik itu bakal sia-sia.

Para ahli ragu bahwa pengadilan-pengadilan akan mendukung upaya Trump untuk menghentikan penghitungan surat suara yang diterima sebelum atau pada Hari Pemilihan.

BACA JUGA: Update Pilpres AS: Biden di Ambang Kemenangan, Trump Bisa Bikin Kejutan

Mereka juga meragukan setiap perselisihan yang mungkin ditangani pengadilan akan mengubah arah persaingan di negara-negara bagian yang diperebutkan dengan ketat, seperti Michigan dan Pennsylvania.

Ned Foley, seorang ahli hukum pemilu di Universitas Negara Bagian Ohio, mengatakan bahwa pemilu saat ini tidak memiliki cukup materi untuk menciptakan situasi seperti dalam pemilihan presiden tahun 2000.

BACA JUGA: Pilpres AS: Kubu Donald Trump Melakukan Langkah Mengejutkan

Ketika itu Mahkamah Agung mengakhiri penghitungan ulang dengan hasil George W Bush menang atas Al Gore dari Demokrat.

"Ini masih sangat awal, tetapi sampai sekarang belum terlihat indikasi hal ini (Pilpres AS) akan berakhir dengan keputusan Mahkamah Agung AS," kata Foley.

BACA JUGA: Klaim Menang Pilpres, Donald Trump Sebut Rakyat Amerika Dicurangi

Baik Partai Republik dan Demokrat telah mengumpulkan pasukan pengacara yang siap berdebat sengit.

Tim Biden termasuk Marc Elias, seorang pengacara pemilu terkemuka di firma Perkins Coie, serta dua mantan solicitor general, Donald Verrilli dan Walter Dellinger.

Para pengacara Trump antara lain adalah Matt Morgan, penasihat umum kampanye presiden, William Consovoy, pengacara spesialis gugatan Mahkamah Agung, serta Justin Clark, penasihat senior kampanye.

Pengacara Trump Jenna Ellis pada Rabu membela upaya sang petahana untuk menentang penghitungan suara dan mengevaluasi opsi hukumnya.

"Jika kita harus melalui tantangan hukum ini, itu belum pernah terjadi sebelumnya," kata Ellis kepada Fox Business Network saat wawancara. "Beliau ingin memastikan bahwa pemilu tidak dicurangi."

Kasus paling mungkin yang sedang ditangani Mahkamah Agung adalah sengketa Pennsylvania, yaitu Partai Republik mengajukan banding terhadap keputusan pada September oleh pengadilan tinggi Pennsylvania --yang mengizinkan surat suara dengan cap pos pada Hari Pemilihan, serta diterima hingga tiga hari kemudian, untuk dihitung.

Mahkamah Agung sebelumnya menolak untuk mempercepat banding oleh Partai Republik. Tetapi, tiga hakim konservatif tetap membuka kemungkinan untuk mengangkat kasus ini lagi setelah Hari Pemilu.

Bahkan jika pengadilan akan menangani kasus dan aturan untuk Partai Republik, pengadilan mungkin tidak menentukan pemungutan suara akhir di Pennsylvania, karena kasus ini hanya menyangkut surat suara yang diterima setelah 3 November.

David Boies, yang mewakili Gore pada 2000, mengatakan tidak mungkin tim kampanye Trump akan berhasil dalam upayanya yang ketiga kali untuk memblokir tenggat waktu yang diperpanjang.

"Saya pikir ini lebih merupakan harapan," kata Boies. Ia menambahkan bahwa hasil Pennsylvania bahkan bisa menjadi tidak relevan, tergantung pada hasil di Michigan dan Wisconsin.

Dalam kasus Pennsylvania yang diajukan ke pengadilan federal di Philadelphia, Partai Republik menuduh pejabat di pinggiran kota Montgomery County menghitung secara ilegal surat suara lebih awal dan memberi kesempatan kepada pemilih yang menyerahkan surat suara yang rusak untuk memilih ulang.

Jika Biden mengamankan 270 suara elektoral tanpa membutuhkan Pennsylvania, kemungkinan perselisihan hukum di negara bagian itu berkurang, kata para ahli hukum.

Dan adanya penolakan juga harus melalui hierarki pengadilan yang biasa.

"Menurut saya, Mahkamah akan segera menolak segala upaya Presiden atau tim kampanyenya untuk memperpendek proses hukum biasa," kata Steve Vladeck, profesor di University Texas di Austin School of Law.

"Bahkan Bush v. Gore melalui pengadilan Negara Bagian Florida lebih dulu," katanya. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler