Pindah Agama dan Ganti Nama Ungkap Dugaan Benih Radikalisme di Sikka

Oleh: Petrus Selestinus - Koordinator TPDI dan Advokat PERADI

Senin, 13 Juli 2020 – 02:05 WIB
Petrus Selestinus. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com - Gerardus Gili ayah kandung Yohanes San Salvador Lado Gili atau dipanggil (San), laki-laki, umur 19 tahun, Mahasiswa IKIP Muhammadyah, Maumere, Kabupaten Sikka Provinsi NTT telah mengirim Surat Laporan yang ditujukan kepada Presiden RI, Kapolri, Gubernur NTT, Kapolda NTT, Kapolres Sikka dan lainnya. Dalam surat tersebut mengungkap dugaan pengajaran aliran sesat (Radikalisme dan Intoleransi) atau HTI yang anti-Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.

Dalam Laporan Gerardus Gili, disebutkan bahwa ajaran sesat yang diberikan kepada San, Mahasiswa IKIP Muhammadyah Maumere, sudah mengarah kepada perilaku Radikalisme dan Intoleransi, yang dilakukan oleh sejumlah oknum dengan berlindung di balik aktivitas keagamaan di Kampus IKIP Muhammadyah dan Masjid Darussalam di Waioti, Maumere.

BACA JUGA: 3 Berita Artis Terheboh: Manohara Pindah Agama, Ustaz Solmed Prihatin

Gerardus Gili, menguraikan perilaku San sebagai Mahasiswa IKIP Muhammadyah, yang telah berubah drastis, menunjukkan sikap ketidaksukaan terhadap orang tua serta seluruh keluarga besarnya, hanya karena San telah berbeda keyakinan dengan orang tuanya (pindah agama) dan sudàh berganti nama sehingga San membenci simbol-simbol dan iman Katolik yang dianut kedua orang tua dan keluarga besarnya.

Peristiwa ini jelas melukai perasaan keluarga besar Gerardus Gili, karena sudah mempercayakan San, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang baik di Kampus IKIP Muhammadyah, namun yang didapat justru kerusakan mental dan kejiwaan akibat ulah oknum-oknum tertentu di lingkungan Kampus IKIP Muhammadyah dan Masjid Darussalam sebagai institusi yang memiliki keluhuran yang harus dijaga dan dihormati oleh siapa pun juga.

BACA JUGA: Manohara Benarkan Sudah Pindah Agama

Terdapat dugaan kuat ada tangan oknum HTI sedang membangun sel-sel radikalisme dan intoleransi, menggunakan Kampus dan Masjid sebagai media untuk melahirkan generasi terdidik yang radikal dan intoleran di Sikka. Karena itu aparat Polda dan Kabinda NTT, bekerja sama dengan Pimpinan Kampus IKIP Muhammadyah, UNIPA dan Masjid Darussalam, harus diselamatkan dari terpaparnya Radikalisme, Intoleransi dan HTI sebagai ormas terlarang.

Kampus dan Masjid Korban Terpapar Radikalisme

BACA JUGA: KNPI Yakin PKI Maupun Radikalisme Agama Takkan Bisa Gantikan Pancasila

Sikap tidak lazim yang dipertontonkan oleh sekelompok orang dalam proses pindah agama dan ganti nama San, dilakukan secara sangat tertutup ketika San direkrut. Padahal umumnya seorang penganut Kristen atau agama lain yang ingin pindah keyakinan menjadi Muslim, senantiasa tetap menaruh hormat terhadap orang tua dan keyakinan agama orang tuanya, budaya masyarakat setempat, tetap toleran dan hidup berdampingan secara damai.

Dalam proses pindah agama hingga ganti nama San menjadi Muhammad Ihsan Hidayat, sikap hormat San pada orang tua, tidak tampak, malah yang muncul adalah sikap benci dan intoleran, sehingga dikhawatirkan Kampus IKIP Muhammadyah, Masjid Darussalam dan Kampus UNIPA di Sikka, telah menjadi korban terpapar Radikalisme, melalui oknum Mahasiswa antar-Kampus dalam jaringan HTI. 

Situasi ini diperkuat oleh pesan San kepada orang tuanya agar informasi tentang keberadaan HTI di Waioti yang sempat diceritakan kepada orang tuanya, untuk dirahasiakan atau tidak boleh diceritakan kepada siapa pun agar keberadaan HTI di Sikka tidak terbongkar. Dan pesan itu dipastikan bersumber dari beberapa aktor yang diduga sebagai jaringan HTI di Waioti yang berhasil merekrut San saat pidah agama dan ganti nama menjadi Mohammad Ihsan Hidayat. 

Polres Sikka Tumpul dan Tidak Berdaya

Sejumlah nama telah disebut dalam Laporan Gerardus Gili, sehingga perlu mendapat perhatian dari Kepolisian dan Kabinda NTT. Mereka adalah Moh. Ihsan Wahab, San (Muhammad Ihsan Hidayat), Adril, Yumandi Ahwam, Fitra, Dini, Rahman, Bahrim, Nadya Febrianti dan Dimas, karena diduga kuat, menjadi bagian dari sel jaringan penyebar radikalisme di Sikka dengan modus pindah agama dan ganti nama, yang jaringannya sudah menguasai Kampus-Kampus di Sikka.

Keluarga besar Gerardus Gili dan warga Sikka akan sangat marah karena proses pindah agama dan ganti nama, dilakukan dengan mengabaikan bahkan tidak menghormati hak-hak orang tua San dan kultur masyarakat Sikka. Karena sesungguhnya persoalan ganti nama dan pindah agama dalam Kultur Sikka senantiasa dilalui dengan proses adat dan dilakukan secara terbuka dengan tetap saling menghormati satu dengan yang lain.

Apapun masalahnya, masyarakat Sikka memiliki kultur dan karena itu kultur masyarakat Sikka harus dihormati dan dijunjung tinggi. Seperti pepatah menyatakan, di mana bumi di pijak, di situ langit di junjung. Artinya hormatilah adat istiadat tempat di mana Anda tinggal atau berdiam. Jangan menginjak-injak kultur masyarakat Sikka, ketika Anda ingin hidup di Sikka yang toleran dan berbudaya.

Oleh karena itu, jika Anda tidak bisa menghormati kultur masyarakat Sikka, maka silakan tinggalkan Sikka. Karena persoalan pindah agama dan ganti nama seseorang tidak semata-mata hanya persoalan HAM dan kebebasan beragama dalam pandangan Anda-anda, tetapi menyangkut kultur masyarakat Sikka yang harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun juga.

Di NTT, terlebih-lebih di Sikka ada tradisi melepas pergi secara adat seseorang dalam hidupnya ketika hendak dilepaskan dari ketergantungannya pada orang tuanya untuk hidup mandiri. Jika sudah dilepas secara adat, maka sejak saat itulah seseorang berhak penuh menentukan pilihan termasuk pilih pindah agama dan ganti nama, tanpa harus membenci keyakinan dan kultur masyarakat.

Kultur Masyarakat Sikka yang Toleran

Orang Sikka bukan anti-Islam bahkan sangat toleran terhadap Islam sebagai sesama Saudara dalam Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu cara mengganti keyakinan dan nama San atau siapa pun dia, tidak boleh mengabaikan budaya Sikka. Apalagi dilakukan dengan cara seperti pencuri mengambil barang milik orang lain secara tanpa hak, karena cara demikian akan merusak pola toleransi antara umat beragama di Sikka yang sudah terbangun ratusan tahun.

Kita semua berkepentingan dengan toleransi antar umat beragama dimanapun, termasuk toleran terhadap soal pindah agama dan ganti nama, tetapi kita tidak sependapat dan menolak keras cara-cara sekelompok orang dengan hidden agenda, merekrut San pindah agama dan ganti nama sebagai modus untuk kebutuhan dalam aktivitas lain di luar persoalan kerukunan beragama dengan modus pindah agama dan ganti nama secara tidak wajar.

Karena itu, masyarakat Sikka harus awasi dan pantau terus aktivitas oknum-oknum tertentu di Kampus IKIP Muhammadyah, UNIPA dan Masjid Darussalam, sebagai wujud tanggung jawab bersama dalam menjaga NKRI, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Di samping tetap menuntut pertanggungjawaban mereka, karena proses pindah agama dan ganti nama San dilakukan tanpa menghormati hak-hak orang tua San dan kultur masyarakat Sikka.*** 


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler