JAKARTA - Penumpukan kontainer dan masa tunggu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time) yang lama menjadi masalah klasik dunia logistik Indonesia. Untuk mengatasi itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah memisahkan pelabuhan ekspor dan impor.
Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, saat ini 70 persen aktivitas ekspor dan impor Indonesia bertumpu di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Sementara Pulau Jawa yang merupakan pusat perekonomian hanya memiliki tiga pelabuhan besar. Selain Tanjung Priok, ada Tanjung Mas di Semarang dan Tanjung Perak di Surabaya. Arus peti kemas yang masuk dan keluar di pelabuhan-pelabuhan itu rata-rata 50 ribu kontainer per hari.
"Karena bercampur, jika terjadi kemacetan, kegiatan ekspor dan impor tidak bisa dilakukan. Berbeda jika dipisah. Jika pelabuhan impor macet, masih bisa melakukan ekspor di pelabuhan lain," ujarnya setelah bertemu dengan Menteri Perindustrian M.S. Hidayat di Kantor Kemenperin, Jakarta, kemarin. Sofjan mengatakan, dengan pemisahan pelabuhan, penguraian penumpukan juga bakal lebih mudah.
Menurut Sofjan, kawasan yang bisa dimanfaatkan untuk merealisasikan rencana itu adalah Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta Utara. Menurut dia, KBN sangat cocok untuk dijadikan pelabuhan ekspor sehingga nanti kegiatan impor dipusatkan di Tanjung Priok.
Sofjan juga menyarankan penambahan daftar perusahaan yang bisa masuk ke jalur hijau. Saat ini hanya ada 20 persen importer yang diverifikasi menjadi perusahaan prioritas dan diizinkan masuk ke jalur hijau. Padahal, di luar itu, menurut dia, masih banyak perusahaan yang layak.
Dia berharap Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dapat mempertimbangkan usul tersebut. Jika usul itu diterapkan, Sofjan percaya bahwa dwelling time pelabuhan Indonesia bisa ditekan menjadi 3-4 hari.
Menperin M.S. Hidayat mendukung usul Apindo tersebut. Pembuatan pelabuhan baru di KBN dapat segera dikonkretkan sebagai alternatif sementara. Saat ini, akibat penumpukan ribuan kontainer di Tanjung Priok, proses ekspor dan impor terhambat. (uma/c11/sof)
Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, saat ini 70 persen aktivitas ekspor dan impor Indonesia bertumpu di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Sementara Pulau Jawa yang merupakan pusat perekonomian hanya memiliki tiga pelabuhan besar. Selain Tanjung Priok, ada Tanjung Mas di Semarang dan Tanjung Perak di Surabaya. Arus peti kemas yang masuk dan keluar di pelabuhan-pelabuhan itu rata-rata 50 ribu kontainer per hari.
"Karena bercampur, jika terjadi kemacetan, kegiatan ekspor dan impor tidak bisa dilakukan. Berbeda jika dipisah. Jika pelabuhan impor macet, masih bisa melakukan ekspor di pelabuhan lain," ujarnya setelah bertemu dengan Menteri Perindustrian M.S. Hidayat di Kantor Kemenperin, Jakarta, kemarin. Sofjan mengatakan, dengan pemisahan pelabuhan, penguraian penumpukan juga bakal lebih mudah.
Menurut Sofjan, kawasan yang bisa dimanfaatkan untuk merealisasikan rencana itu adalah Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta Utara. Menurut dia, KBN sangat cocok untuk dijadikan pelabuhan ekspor sehingga nanti kegiatan impor dipusatkan di Tanjung Priok.
Sofjan juga menyarankan penambahan daftar perusahaan yang bisa masuk ke jalur hijau. Saat ini hanya ada 20 persen importer yang diverifikasi menjadi perusahaan prioritas dan diizinkan masuk ke jalur hijau. Padahal, di luar itu, menurut dia, masih banyak perusahaan yang layak.
Dia berharap Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dapat mempertimbangkan usul tersebut. Jika usul itu diterapkan, Sofjan percaya bahwa dwelling time pelabuhan Indonesia bisa ditekan menjadi 3-4 hari.
Menperin M.S. Hidayat mendukung usul Apindo tersebut. Pembuatan pelabuhan baru di KBN dapat segera dikonkretkan sebagai alternatif sementara. Saat ini, akibat penumpukan ribuan kontainer di Tanjung Priok, proses ekspor dan impor terhambat. (uma/c11/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Laba 30 BUMN Merosot, Dahlan Iskan Cari Solusi
Redaktur : Tim Redaksi