PKL Enggan Direlokasi, Omzet Tembus Rp 30 Juta

Senin, 04 Agustus 2014 – 23:40 WIB

jpnn.com - SURABAYA boleh berbangga dengan banyaknya taman dan bersihnya lingkungan. Namun, Kota Pahlawan belum lepas dari persoalan pedagang kaki lima (PKL) yang meluber ke jalan. Yaitu, PKL di Pasar Gembong, Pasar Burung, Jongkok Wonokromo, dan PKL Tugu Pahlawan. Mereka enggan direlokasi karena omzet yang diperoleh tinggi.

*****

BACA JUGA: Warga Darussalam Salat Minta Hujan

Usai libur lebaran jalanan Surabaya masih sepi. Situasi lalu lintas tampak lengang. Pengguna jalan pun tidak perlu berdesakan lantaran jumlah kendaraan hanya sedikit. Banyak warga Surabaya yang mudik dan berlebaran ke kampung halaman dan belum balik ke Kota Pahlawan.

Masa libur memang belum usai. Perkantoran tengah tutup. Para pegawai masih menikmati masa liburan. Namun, tidak demikian halnya bagi pedagang kaki lima (PKL). Meski kondisi kota masih sepi, mereka mulai berjualan. Salah satunya, PKL di Jalan Wonokromo. Tepatnya di sisi selatan Stasiun Wonokromo.

BACA JUGA: Nelayan Resahkan Berkurangnya Solar Bersubsidi

Lokasi yang dikenal Pasar Jongkok Wonokromo tersebut mulai ramai dengan pedagang. Setelah magrib, para pedagang membuka lapak jualan. Ada yang menggelar terpal, lantas menata barang dagangan. Selain itu, ada yang memakai papan untuk berjualan.

Berbagai macam barang dagangan mereka jual. Mulai pakaian seperti kaus oblong, baju, dan kemeja, hingga celana. Mereka juga menjual sandal, ikat pinggang, dompet, dan tas. Banyak pedagang yang berjualan handphonebekas. ’’Mau jual HP? Jual HP di sini, Mas,’’ ujar salah seorang pedagang kepada pengunjung yang melintas di depan stan mereka.

BACA JUGA: Target Naik 10 Persen Pengunjung KBS Meleset

Pedagang HP second itu berbagi tugas. Ada yang duduk menunggu di stan, namun ada juga yang berdiri menjadi pembeli atau penjual. Tidak hanya jual-beli HP, mereka pun melayani jasa pengisian lagu. Laptop berisikan berbagai macam lagu disiapkan di atas meja kecil untuk mengirim lagu ke HP pembeli. Sebanyak 100 lagu dibanderol dengan harga Rp 10 ribu.

Meski masa liburan belum selesai, cukup banyak pedagang yang datang. Beberapa stan dikerumuni pengunjung. Misalnya, di stan pedagang sandal, banyak pengunjung yang datang melihat-lihat. Beberapa pengunjung langsung membeli sandal yang cocok di hati.

Pedagang HP second dan pengisian lagu ikut laris manis. Banyak pengunjung, terutama yang masih remaja, yang berjubel di sana. Banyaknya pengunjung tersebut terlihat dari sepeda motor yang diparkir. Juru parkir pun sibuk menata sepeda motor para pengunjung. Bahkan, mereka jemput bola dengan berdiri di pinggir jalan dan menawarkan kepada pengendara untuk mampir dan parkir di tempat itu. Aksi jukir tersebut jelas mengganggu pengguna jalan yang sedang lewat. Sebab, mereka kadang mengagetkan pengendara dengan tiba-tiba menjulurkan tangan sebagai isyarat untuk membayar parkir.

’’Ini masih sepi. Biasanya lebih banyak daripada ini,’’ ungkap Muhammad Hanafi, salah seorang pedagang. Pria yang berjualan dompet dan ikat pinggang itu menjelaskan bahwa biasanya cukup banyak pengunjung yang datang. Terutama saat Ramadan dan sebelum Lebaran. Pengunjung harus berdesakan ketika melintas.

Ternyata pengunjung membeli banyak barang yang dijajakan. Omzet yang didapat pedagang sangat menggiurkan. Hanafi menyebutkan, jika kondisi sepi, omzet yang dipetik mencapai Rp 500 ribu per hari. Kalau pengunjung cukup banyak, omzet yang diperoleh bisa mencapai Rp 1 juta, bahkan bisa tembus Rp 2 juta.

Sebelum Lebaran kemarin, dia beberapa kali mendapat omzet Rp 2 juta dalam sekali jualan. Mulai sebelum isya sampai dini hari. Dengan omzet sebesar itu, tidak heran bila mereka enggan direlokasi ke tempat lain. Menurut pria asal Jombang tersebut, tempat itu cukup strategis dipakai untuk berjualan karena dekat stasiun dan di pinggir jalan utama kota.

Pedagang di sekitar Tugu Pahlawan juga meraup untung besar. Banyak variasi jualan yang ditawarkan mereka. Ada yang berdagang pakaian bekas, celana, dan jaket. Ada pula yang menjual mainan anak-anak. Harga barang yang diperdagangkan di sana relatif murah, mulai Rp 10 ribu hingga ratusan ribu rupiah. Namun, masyarakat harus pintar memilih serta memilah barang yang baik dan masih layak untuk dikenakan.

Miky, salah seorang pedagang pakaian bekas di kawasan tersebut, menyatakan, meski barang bekas, barang yang dijual tetap saja berkualitas luar negeri. ’’Baju jelek sekalipun bisa jadi terlihat bagus dan lagi tren baru bagi orang lain,’’ ujarnya.

Dia tetap melihat model. Sebab, kalau modelnya asal-asalan, pembeli tidak bakal mau. Akibatnya, nanti harga jatuh dan hanya sebagai obralan biasa. Miky menerangkan bahwa omzet yang didapat dirinya setiap bulan mencapai Rp 20 juta–Rp 30 juta. ’’Dari omzet itu, 65 persennya merupakan laba bersih. Apalagi, kalau ada momen Lebaran, pasti omzetnya akan berlipat ganda,’’ jelasnya.

’’Saya lebih senang berjualan seperti ini dengan keuntungan yang besar. Daripada harus menjadi pegawai yang gaji setiap bulan tidak mencukupi kebutuhan keluarga,’’ sambungnya.

Begitu pun yang dialami Zubaidah, seorang pedagang pakaian remaja bekas. Dia mengatakan, meski dirinya terkadang sering kejar-kejaran dengan satpol PP, penghasilan dari berdagang itu mampu menyekolahkan ketiga anaknya hingga sarjana.

’’Kabeh iku teko ngisor mbak, baru enak engkuk. Dadi, saiki kudu susah dhisik gawe anak sekolah,’’ katanya. Omzet Zubaidah bisa mencapai Rp 15 juta–Rp 25 juta per bulan. Meski kepanasan dan bersaing harga dengan lapak lain, dia tetap yakin bahwa rezeki selalu ada. ’’Kan saya sudah punya langganan tetap,’’ ungkapnya.

Omzet besar juga diraih PKL di wilayah Gembong. Salah seorang PKL Gembong, Abdul Faqih, menjelaskan bahwa omzetnya adalah Rp 3 juta per hari. ’’Kalau dekat-dekat Lebaran hingga setelah Lebaran, omzet bisa sampai Rp 5 juta per hari,’’ ucapnya.

Faqih sudah 20 tahun berjualan di kawasan tersebut. Sejak awal jualan, dia memilih untuk tetap berjualan pakaian. Misalnya, jaket, celana, kaus, hingga kemeja. Kebanyakan adalah pakaian dewasa.

Laki-laki 45 tahun itu berharap bisa terus berjualan di lokasi tersebut. Sebab, banyak langganan yang telah mengetahui daerah itu. ’’Lokasi ini sudah menjadi trademark sendiri bagi pelanggan. Mereka pasti tahu, kalau mencari barang murah, ya di sini,’’ terangnya.

Sementara itu, pedagang di Pasar Burung Wonokromo (Kupang) juga meraup keuntungan besar. Bila situasi sedang ramai, sehari uang Rp 1 juta bisa mereka kantongi dalam hitungan jam saja.

Namun, itu bergantung pada jumlah permintaan burung dan ramainya pengunjung di pasar di Jalan Kupang tersebut. Pada hari biasa, rata-rata mereka hanya dapat menjual satu sampai dua burung. Omzet mereka bergantung pada jenis burung yang mereka jual.

Penjual burung jenis lovebird rata-rata sehari bisa mengantongi uang Rp 500 ribu. ’’Bergantung warna lovebird-nya,’’ ujarnya.

Kalau sedang apes, sehari dia bisa tidak menjual burung sama sekali.Namun, dia tetap optimistis dengan dagangannya. Sebab, pengunjung Pasar Burung Wonokromo selalu membeludak setiap akhir pekan.

’’Pada saat seperti itu, tentu dagangan makin laris manis,’’ jelas pria asli Madura tersebut lantas tersenyum.

Itu pulalah yang membuat dia tetap ngotot berdagang di pinggir jalan dekatflyover Pasar Kembang tersebut. Ancaman obrakan satpol PP sudah menjadi bagian dari keseharian hidupnya. Tetapi, dia sudah kebal dengan hal tersebut. ’’Obrakan tidak pasti. Biasanya saat jalan macet saja,’’ paparnya. (mas)

Di tempat yang sama, Asnul Alibazah mengungkapkan bahwa jumlah keuntungan yang didapat kurang lebih sama. Sehari dia bisa menjual dua sampai tiga burung merpati. Bergantung pada permintaan pasar. ’’Saat ramai, saya baru ngambil bisa langsung habis, Mas,’’ tambah pria yang sudah berjualan burung selama 15 tahun tersebut.

Menurut dia, beberapa hari terakhir ini penjualan cenderung sepi. Sebab, masih banyak warga yang mudik. Hal itu lumayan berpengaruh pada jumlah pembeli yang datang. (lum/ind/dor/laz/c14/end)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Cantik Blusukan ke Mal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler